Secara sederhana saya mengartikan relasi kuasa adalah sebuah relasi hubungan yang terjadi antara dua orang atau lebih, yang mana akibat dari adanya relasi tersebut salah satu pihak menjadi mempunyai kekuasaan atau pengaruh yang lebih besar jika dibandingkan dengan pihak yang lain.
Relasi kuasa ini biasanya terjadi karena adanya suatu ikatan, baik ikatan yang berkaitan dengan pekerjaan, organisasi, agama, adat istiadat atau hubungan kekeluargaan.
Relasi kuasa yang berkaitan dengan pekerjaan biasanya berhubungan erat dengan jabatan. Hal ini terjadi karena dalam pekerjaan biasanya dikenal adanya istilah atasan dan bawahan.
Contoh relasi kuasa yang berkaitan dengan pekerjaan ini adalah hubungan antara atasan dan bawahan di institusi kepolisian, kantor pemerintahan atau disebuah perusahaan.
Contoh relasi kuasa yang berkaitan dengan organisasi misalnya adalah hubungan antara elit partai politik dengan para kadernya.
Contoh relasi kuasa yang berkaitan dengan agama adalah hubungan antara pemuka agama dengan para pengikutnya.
Contoh relasi kuasa yang berkaitan dengan adat istiadat adalah hubungan antara kepala suku atau pemuka adat dengan anggota sukunya.
Sedangkan contoh relasi kuasa yang berkaitan dengan hubungan keluarga adalah relasi antara seorang ayah dengan anak -anaknya.
Sebenarnya relasi kuasa ini adalah sesuatu hal yang normal dan wajar jika para aktornya tidak melanggar norma-norma yang ada dalam hukum positif maupun norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat.
Namun sebaliknya, relasi kuasa ini akan menjadi sangat berbahaya jika disalahgunakan, khususnya oleh mereka yang dalam hubungan relasi kuasa tersebut mempunyai kekuasaan atau pengaruh yang lebih besar jika dibandingkan dengan pihak yang lainnya.
Dalam banyak kasus, relasi kuasa ini sering disalahgunakan oleh para pelaku tindak pidana untuk melancarkan aksi kejahatan mereka.
Contoh kasus penyalahgunaan "relasi kuasa"
Berikut beberapa contoh kasus tindak pidana yang menggunakan instrumen relasi kuasa sebagai alat untuk memperlancar aksi kejahatan mereka :
1. Kasus pembunuhan Brigadir JoshuaÂ
Contoh kasus yang paling nyata dan banyak menyita perhatian publik terkait dengan penyalahgunaan relasi kuasa untuk tujuan tindak kejahatan adalah yang terjadi pada kasus pembunuhan Brigadir Joshua.
Dalam kasus pembunuhan berencana ini, Irjen Ferdi Sambo selaku pihak yang lebih berkuasa karena jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri, memerintahkan Bharada Ricard Eleizer sebagai ajudannya untuk melakukan penembakan terhadap Almarhum Brigadir Joshua.
Selain itu, dalam kasus obstruction of justice atau menghalang-halangi proses penyidikan terhadap penyelidikan kasus pembunuhan Brigadir Joshua ini, sekali lagi Irjen Ferdi Sambo menggunakan kekuasaannya untuk mempengaruhi Brigjen Hendra Kurniawan dkk agar melakukan kegiatan pengrusakan dan penghilangan barang bukti kasus pembunuhan Brigadir Joshua tersebut.
Dalam persidangan, baik Bharada Richard Eleizer maupun Brigjen Hendra Kurniawan dkk sama-sama beralibi bahwa tindakan jahat mereka dilakukan atas dasar ketidakmampuan mereka untuk menolak perintah dari Irjen Ferdi Sambo.
2. Kasus dugaan penyalahgunaan barang bukti narkoba oleh Irjen Teddy Minahasa.
Kasus dugaan penggelapan barang bukti narkoba yang menjerat Irjen Teddy Minahasa ini merupakan kasus paling teranyar yang berkaitan dengan penyalahgunaan relasi kuasa.
Dalam kasus ini, Irjen Teddy Minahasa diduga memanfaatkan jabatanya sebagai Kapolda Sumatera Barat untuk meminta barang bukti sitaan narkoba seberat 5 Kg kepada Kapolres Bukittinggi Sumatera Barat AKBP Doddy Prawiranegara.
Narkoba tersebut, merupakan bagian dari total 41 Kg barang bukti narkoba sitaan yang akan dimusnahkan oleh jajaran Polres Bukittinggi.
Narkoba tersebut diduga diambil secara diam-diam oleh anggota Polda Sumatera Barat AKBP Doddy Prawiranegara, dan diganti dengan tawas.
Padahal baik tindakan Irjen Teddy Minahasa maupaun  tindakan Kapolres Bukittinggi tersebut jelas sama-sama merupakan sebuah pelanggan.
Kapolres Bukittinggi berdalih, bahwa memberikan narkoba hasil sitaan kepada Irjen Teddy Minahasa karena menuruti perintah Irjen Teddy Minahasa sebagai atasannya.
Tidak berhenti sampai disitu, Irjen Teddy Minahasa pun selanjutnya disinyalir menjual sebagian barang bukti narkoba tersebut kepada seseorang melalui beberapa anggota kepolisian diwilayah hukum Polda Metro Jaya.
Diduga kuat, beberapa anggota kepolisan dari Polda Metro Jaya yang ikut terlibat tersebut juga tak berdaya karena relasi kuasa dengan Irjen Teddy Minahasa.
3. Kasus pelecehan seksual 13 santriwati oleh Herry Wirawan.
Kasus pelecehan seksual yang sempat menggegerkan publik tanah air  ini terjadi di salah satu yayasan di Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Herry Wirawan selaku pengurus yayasan, menggunakan kekuasaannya untuk memperdaya 13 orang santriwati agar mau menuruti keinginan bejatnya hingga bertahun-tahun.
Walhasil, sebagian korban dari 13 orang santriwati yang menjadi korban pelecehan seksual tersebut hamil hingga ada yang sudah melahirkan bayi hasil hubungan terlarang dengan Herry Wirawan.
Para korban mengaku diiming-imingi akan dibiayai sekolah nya jika mau menuruti keinginan bejat dari sang ustadz Herry Heryawan.
Dalam kasus ini jelas terlihat, bahwa para korban tidak berdaya menolak permintaan bejat sang ustadz karena faktor relasi guru dan murid, sekaligus faktor ekonomi dari para korban.
Kesimpulan
Dari paparan diatas dapat kita tarik kesimpulan, bahwa relasi kuasa bisa menjadi sangat berbahaya apabila disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tindakan penyalahgunaan relasi kuasa ini kebanyakan dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan atau pengaruh lebih besar jika dibandingkan dengan pihak yang lainnya. Baik dalam relasi yang berkaitan dengan pekerjaan, organisasi, agama, adat istiadat maupun relasi dalam kaitan dengan hubungan keluarga.
Untuk menghindari agar tindakan penyalahgunaan relasi kuasa ini tidak terjadi, berikut beberapa hal yang harus kita perhatikan :
Pertama, jika kita berada pada posisi sebagai pihak yang mempunyai kekuasaan atau power yang lebih besar dari pada pihak yang lain dalam sebuah hubungan relasi, maka kita harus benar-benar tau dan menyadari sampai sejauh mana batas kewenangan-kewenangan yang kita miliki.
Agar jangan sampai kita melakukan suatu tindakan yang justru berpotensi melebihi kewenangan atau kekuasaan yang kita miliki.Â
Dalam istilah hukum tindakan yang melampaui kewenangan atau kekuasaan ini disebut dengan abuse of power.
Apalagi, jika tindakan abuse of power tersebut adalah sebuah tindakan kriminal atau tindakan kejahatan.
Kedua, kalau kita berada pada posisi sebagai pihak yang lebih inferior dalam suatu hubungan relasi, maka pastikan kita memahami apa-apa saja hal atau tugas dan kewajiban yang boleh dan tidak boleh kita lakukan, baik menurut hukum positif maupun menurut norma-norma sosial yang berlaku dimasyarakat.
Sehingga ketika suatu saat kita menemukan ada sesuatu tindakan atau perintah yang bertentangan dan tidak sesuai dengan hukum positif ataupun dengan norma-norma sosial yang berlaku dimasyarakat dari orang yang lebih berkuasa dari kita posisinya, kita bisa melakukan penolakan dan perlawanan.
Dalam hal ini, memang dibutuhkan keberanian yang lebih untuk melakukan penolakan atau perlawanan terhadap penyalahgunaan relasi kuasa yang dilakukan oleh orang-orang yang lebih superior dalam suatu hubungan relasi kuasa dibanding dengan kita.
Sebagai contoh, seandainya Bharada Richard Eleizer saat itu mampu menolak perintah Irjen Ferdi Sambo untuk menembak Brigadir Joshua, karena dia sadar dan tau bahwa hal tersebut adalah sebuah tindakan kriminal serta berlawanan dengan hukum yang berlaku, mungkin bisa jadi nyawa Brigadir Joshua saat itu masih bisa diselamatkan.
Sekian artikel ini, semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H