Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Geliat Alue Naga, Desa yang Nyaris Hilang dari Peta

24 Desember 2019   21:17 Diperbarui: 24 Desember 2019   21:34 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak di Alue Naga pun gemar mencari tiram di sela-sela hutan mangrove - Foto: Teungku Jamaica

Lima belas tahun sudah berlalu. Bayangan tragedi "Ie Beuna" (sebutan Aceh untuk tsunami) memang belum sepenuhnya berlalu. Saban tahun, memasuki tanggal 26 Desember, semua masyarakat Aceh memperingati tragedi itu lewat doa-doa yang melantun dari meunasah  ke meunasah (surau) atau masjid ke masjid. Lewat itulah masyarakat Aceh melayangkan bukti cinta kepada orang-orang mereka cintai yang pergi 15 tahun silam, tak terkecuali Alue Naga, Syiah Kuala, Banda Aceh.

Alue Naga adalah gampong (sebutan Aceh untuk desa) yang berada persis di bibir pantai. Gampong ini menjadi salah satu tempat favorit saya di waktu senggang di masa kuliah, karena terbilang tidak terlalu jauh dari Darussalam, lokasi kampus saya sendiri, IAIN Ar-Raniry, dan juga dari lokasi saya indekos.

Dari sebelum masa saya menempuh pendidikan di kawasan bergelar Kota Pelajar dan Mahasiswa (Kopelma) ini, Alue Naga sudah terkenal sebagai tempat favorit untuk memancing hingga piknik. Sahabat saya Muhajir M. Salda, tokoh muda di Banda Aceh, yang baru-baru ini saya hubungi via telepon bahkan bercerita jika sampai hari ini tempat tersebut masih menjadi destinasi untuk wisata. 

"Masih tidak berbeda dibandingkan dulu. Orang-orang dari kota Banda Aceh, mungkin juga dari luar kota, datang ke tempat ini, entah untuk berwisata, sekadar jalan-jalan sore, atau juga memancing," kata Muhajir, jebolan Universitas Syiah Kuala.  

Saat tsunami terjadi pada 26 Desember 2004, Alue Naga menjadi salah satu tempat paling parah mengalami kerusakan. Bahkan tidak kurang dari 200 meter kawasan desa ini yang sebelumnya ada di bibir pantai kini sudah menyatu utuh dengan laut. Tenggelam.

"Ie Beuna" benar-benar meluluhlantakkan gampong yang masih berada di wilayah Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh tersebut. Jika Anda sempat melihat rekaman video seperti apa air bah merangsek hingga ke dalam kota, rasanya hampir mustahil akan ada yang selamat dari terjangan air laut yang berubah bentuk bak raksasa saat itu.

Pemandangan Aceh setelah dihantam tsunami 2004 - Foto: The Conversation
Pemandangan Aceh setelah dihantam tsunami 2004 - Foto: The Conversation
Bagaimana tidak, keberadaan gampong yang berbatasan langsung dengan laut ini, memang nyaris tidak ada penghalang apa-apa kala air bah datang, menerjang, dan membuat nyawa penghuni gampong ini melayang. 

Bayangkan saja, gampong Alue Naga hanya memiliki ketinggian 1 meter di atas permukaan laut. Sedangkan ie beuna (tsunami) datang dengan ketinggian mencapai 30 meter. 

Ya, seluruh gampong itu tenggelam, dan air merangsek hingga ke dalam kota, walaupun jarak antara Alue Naga ke Banda Aceh sendiri mencapai 8 km. 

Jika di dalam kota saja ie beuna mampu merenggut banyak nyawa, dengan air melaju dengan kencang, mudah dibayangkan bagaimana nasib ureung gampong (penduduk desa) di Alue Naga.

Beberapa teman kampus yang bertempat tinggal di gampong tersebut pun hilang, dan keluarga mereka yang kebetulan selamat sama sekali tidak tahu ke mana harus mencari jasad mereka yang bercampuran dengan ribuan jasad lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun