Padahal, bisa saja ia menunjukkan sikap, "Eh, keluarga saya juga Kristen. Jadi saat pemimpin negara sampai menteri mengucapkan selamat, itu juga pertanda mereka masih menghargai keluarga saya."
Tidak. Tidak ada sikap jantan itu, setidaknya untuk membantu pengikutnya bisa bersikap adil. Ada kesan, selama dirinya aman-aman saja dari celaan, urusan lawan politiknya dicela tanpa ampun, bukanlah sebuah beban.
Walaupun ia tahu, sebagian besar kalangan garis keras berada di pihaknya, jadi pengikutnya, dan mereka juga yang getol menghamburkan berbagai kata bernada celaan hingga menjurus penghinaan.
"Beragama apa saja bukan aib!" sempat saya tuliskan di dinding akun facebook pribadi. Seraya berharap bahwa Prabowo tak perlu menyembunyikan diri, bahwa ia juga merayakan Natal. Ia juga bergembira dengan perayaan ini. Bahkan jika di depan ulama ia bisa menggebrak meja tanpa perasaan berdosa, saat merayakan Natal ia terlihat sangat bahagia.
Itu tidak perlu ditutupi. Menampilkan diri apa adanya, tanpa menyibukkan diri mengerahkan "pasukan" untuk membantah dan membantah bahwa dirinya merayakan perayaan tersebut, itu tentu saja lebih baik.Â
Setidaknya dengan cara itu membantu mengakrabkan pengikutnya dengan sudut pandang bahwa ada kondisi yang tak bisa dielak karena ada realitas bahwa ini adalah negeri majemuk, yang terdiri dari banyak agama. Satu keluarga saja bisa berbeda agama, seperti halnya dirinya.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H