Sebagai seorang anak negeri yang pernah menjadi saksi langsung atas nasib para guru yang diberi status tidak tetap itu, tentu saya berharap; menteri dan presiden betul-betul menemukan solusi secepatnya.Â
Kalaupun tak mungkin di-PNS-kan semuanya, setidaknya nasib mereka tidaklah sampai terbiarkan terpuruk. Sebab, pekerjaan mereka berhubungan langsung dengan isi kepala dan jiwa anak-anak negeri ini.
Jika mereka harus dibebankan menjalankan peran seberat itu seraya menanggung beban atas nasib yang yang terkesan tak berpihak kepada mereka, bagaimana mereka bisa sepenuhnya fokus?
Mereka punya istri, suami, dan anak-anak. Mereka pun bisa sakit. Mereka juga takkan selalu kuat menanggung nasib pahit. Jadi, perkenankan mereka untuk juga merasakan bahwa pemerintah juga menghargai mereka, tak lagi diposisikan sebagai guru kelas dua.
Apalagi, sebagian besar negara yang akhirnya masuk ke tempat teratas peradaban manusia, adalah negara yang berhasil dalam pendidikan.
Pendidikan itu sendiri, nyaris pasti, takkan dapat menjadi kendaraan yang mampu berjalan stabil, jika sopir-sopirnya (baca: guru) tak dapat berkonsentrasi "mengemudi". Â Sebab, mereka tak dapat berharap mukjizat selayaknya nabi.*
---
Artikel ini juga tayang di situs pribadi: www.tularin.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H