Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan di Laut Senja

10 Desember 2012   19:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:52 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1355223495431900098

Bapakku manusia. Jika kujawab itu, pastilah itu bukan jawaban yang dimintanya. Begitu juga jika kujawab, kakekku adalah lelaki yang menyiram sperma di rahim nenekku. Lalu menjadi bapakku. Karena hidup adalah mengulang-ulang hal yang sama sampai mati, maka bapakku pun mengulang juga pada ibuku seperti yang dilakukan kakekku pada nenekku. Jadilah aku. Lelaki tanggung, dengan modal tanggung, dan keberanian plus kepercayaan diri yang tanggung. Lelaki yang diminta oleh anaknya sendiri untuk melamar dirinya. Agar aku menjadi suaminya dan nanti bisa mengulang seperti yang dilakukan kakek dan bapakku pada nenek dan ibuku.

Gila! Dua manusia didepanku itu membuat aku gila. Bagaimana aku menjawab keangkuhan yang dijadikan peluru untuk meledakkan kepalaku? Tak ada!

***

"Aku tidak akan mengatakan padamu, keangkuhan orang tuamu itu membuatku memandang mereka seperti iblis yang menyeretku ke neraka. Bagaimanapun, kau lahir dari ibu bapakmu yang keturunan para raja itu..."

Aku menghela nafas sejenak. Mencoba berhenti memikirkan bahasa santun seperti tradisi keluarganya. "Tapi, bagiku cinta itu bukanlah sebilah rencong yang bisa kugunakan untuk menusuk jantung siapapun. Tidak untuk melukai siapapun..."

Hening.

"Jika aku menikahimu dengan segala cara tanpa harus dipusingkan oleh mereka, mungkin bisa. Hanya saja, kau takkan pernah bisa benar-benar memberikan hatimu sebagai istri untukku. Kau sebagai anak mereka, tak dapat menyingkirkan darah mereka yang mengalir di tubuhmu. Kecuali kau memilih bunuh diri, mati, dimakan belatung dan hanya tersisa seonggok tulang..."

"Lupakan cerita tentang pemberontakan seorang gadis demi kekasihnya. Kita tidak sedang membuat cerita apa-apa. Kita bukan sutradara dengan panggung drama. Ada banyak drama lain yang sudah dibikin tanpa direka-reka oleh Tuhan. Bagian dari drama yang sebenarnya ini adalah...kau bukan ditakdirkan menjadi istriku!"

Aku bisa melihat cukup jelas air bening menggenangi dua mata indahnya itu.

"Kau kembalilah pada bapakmu! Jangan singgung-singgung lagi tentang cerita cinta yang pernah terjalin tidak sengaja ini. Sebab, kita hanya mengikuti kata hati, dan terkadang hatipun lelah berkata-kata. Jadi, diamkan saja. Tidak ada lagi dongeng bahwa aku akan datang bersujud di depan keangkuhan bapak ibumu."

Akupun bisa melihat ia terkulai, matanya kosong. Ah, perempuan terlalu cepat lemah ketika sudah bermain perasaan. Ia pingsan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun