Dek Cut, sapaan sayangku untuknya berusia dua puluh satu tahun. Kuperkenalkan kecupan pertama di bibirnya saat ia masih berusia tujuh belas tahun. Kecupan yang sama sekali tidak kuawali permintaan izin pada ibu dan bapaknya.
Cut, jika satu nama sudah diawali dengan Cut, kerap bikin kening lelaki sepertiku mengerut. Ya, meski butuh perjuangan untuk kubisa mencuri hatinya dan menjadikannya kekasihku, itu tak terlalu berat. Terbukti memang begitu, ia menjadi kekasihku.
Masalah muncul saat ia sudah mengajak bicara nikah! Kawin. Sebuah upacara yang mestinya bisa sederhana tapi bisa bikin kepala terasa sedang dipanggang di neraka. Panas. Jelas, karena begitu tinggi tuntutannya.
Cut. Keturunan raja. Keturunan mereka yang punya nama. Keturunan penguasa. Meskipun di "tanoeh" itu sudah tak ada lagi kerajaan. Yang ada hanya mereka itu yang merasa masih berbau ketiak para raja. Dalam bersikap pun mereka ingin dihormati seperti para raja. Bangsat!
Mereka pula yang sudah membuat malam-malamku tak lagi menjadi saat untukku bisa memejamkan mata. Terang saja, mata itu bisa terpejam saat otak sudah istirahat, tak kuat lagi bekerja. Mereka membuat otakku terus bekerja. Tak dapat tidur.
Mencari jawaban. Mencoba menciptakan rumus-rumus. Jika bisa kupecahkan masalah ini, maka masalah itu muncul. Jika kupilih pecahkan masalah itu, maka masalah ini akan begini. Bergulat, otakku terus bergulat. Terkadang syaraf-syarafnya terasa menegang. Terkadang terasa nyaris putus.
Kali ini kutatapi perempuanku ini. Menatapnya dengan tajam.
Biasanya, ia akan menunduk. Sedikit termalu-malu. Dengan dua pipi yang benar-benar menyala merah. Tapi tidak untuk kali ini. Saat mataku menatapnya, iapun tak kalah tajam menatapku. Sepertinya ia sudah lelah bicara.
Memang, jika kata-katanya adalah palu. Otakku adalah batu sebesar gunung. Pasti melelahkannya untuk meruntuhkan kekeraskepalaanku.
Lewat biru matanya itu, aku menemukan lorong yang muncul seketika di imajinasiku. Sambil terus kutatapinya, langkah-langkah lamunanku menyusuri lorong itu. Terbentur pada bayang wajah angkuh dua ibu bapaknya.
"Bapak kau siapa? Ibumu? Kakekmu dulu ada hubungan dengan siapa saja? Rumahmu?"