Tangan Suheng yang sudah berlumur kotoran kucing kembali diusap-usap untuk lebih memastikan bahwa kedua telapak tangannya sudah merata dengan senjata yang bakal dipergunakan untuk melampiaskan kekesalannya pada Srondol.
Entah malaikat mana yang bisiki Suheng. Tiba-tiba lajang yang terlihat lebih mirip duda itu terpikir untuk berdoa dulu agar kemarahannya itu tidak membuat ia berdosa. Teringat ia pada salah satu film kartun perang yang juga digemarinya, sebelum bertarung, meski dengan senjata apapun--termasuk kotoran kucing-- harus diawali dengan doa.
Srondol sudah mengganti lagu dangdutnya dengan, "...masih terngiang di telingaku bisik cintamu...sungguh aku bahagia...ooo, sekuntum mawar merah yang kuberikan kepadamu, di malam itu...aduh duh duh duh duh ooooo ingin rasanya diriku, bercinta seperti duluuuuu ooo, tapi ku takut gagal lagi." Srondol masih dengan sukses menyanyikan dangdut dari lagunya Ike Nurjannah sampai ke Caca Handika dengan pola yang terinspirasi dari cara pembuatan gado-gado. Sedang Suheng sudah pejamkan mata untuk berdoa. "Tuhan, aku luapkan kemarahan ini, atas namaMu. Jangan marahi aku ya Tuhan. Marah-marah itu tidak baik kan?"
"Kalau saja, aku tahu, Salamah itu namamu. Tak mungkin aku hadiri, pesta perkawinan itu. Betapa teeega, kau mengundangku atau kau sengaja menyakitiku."
"Cubit-cubitan oooi, cubit-cubitan. Manis-manis anak sekarang, kalau dicubit pasti ngadu emaknya."
Saat Srondol sedang begitu menikmati lagu-lagu dangdutnya yang sudah diaduk lumat melebihi rujak. Suheng sudah akan mengakhiri doa para ksatria ala Suheng,"Tuhan, aku hanya ingin mengakhiri kezaliman Srondol yang bertubuh serupa botol yang suka geal-geol, ampuni aku. Restui aku." Dengan ekspresi begitu tulus di sisi belakang Srondol yang tidak tahu keberadaannya, Suheng mengamini sendiri mukanya dengan wajah yang begitu tulus. Lengkap dengan kesungguhan dalam hati, Suheng dengan mantap mengusap mukanya selesai melafalkan doa itu.
.....
Pahit!
Bau!
Arghhhhhhhhhkkkkkkkk
Suheng tidak ingat kedua belah telapak tangannya sudah berlumur dengan kotoran kucing. Niat semula ingin diusapkan ke muka Srondol, malah terkena muka sendiri. Dan saat mengucapkan amin tadi, lidahnya sedikit terjulur ke depan mirip lidah aktor komedi, Dono Warkop DKI. Pantas ia merasakan pahit, karena dengan sangat tidak sengaja mencicipi kotoran kucing tersebut dan... secara refleks juga terhisap tiba-tiba. Masuk ke tenggorokan. Tertelan.
Uekkkkkkkkkrgggggghhhhhhhhhhhhhhhhh
Tiba-tiba saja, Suheng muntah-muntah tanpa sempat untuk muntah di rumahnya sendiri. Keluar, tumpah persis di belakang Srondol. Suara Suheng muntah lumayan mampu membuat Srondol untuk tidak hanya mendengar dangdut yang dinyanyikan sendiri.
Terkejut.
Heran.
Mengernyit.
"Kok Suheng muntah?" Batin Srondol sambil menggigit telunjuknya mirip lagak Olga Saputra saat berperan sebagai banci. Tetapi, karena Srondol memang memiliki rasa setia kawan yang tinggi. Ia memijit tengkuk Suheng tanpa melihat wajahnya yang berlumur kotoran kucing. Ia tidak mencium bau tersebut karena memang ia sedang flu yang juga membuat hidungnya tersumbat.
Selesai Suheng muntah-muntas sampai puas. Suheng terduduk letih akibat isi perutnya terasa keluar semuanya.
"Kenapa? Kamu belum sarapan, Heng? Kalau belum ke dalam saja. Ibuku tadi baru masak gulai tauco lho, ada ikan gurami, telor asin, ikan asin dan...garam juga ada." Uber Srondol sambil tawari Suheng untuk makan.
"Eeeh, mukamu kok nampak beda gitu? Agak berminyak dan kotor???" Srondol bicara dengan logat yang tidak jauh berbeda juga dengan Olga Saputra, aktor idolanya. Seketika, terdorong oleh rasa solidaritas, Srondol membuka kaosnya dan mengelap muka Suheng yang sedang tertunduk letih.
Dengan ekspresi penuh kasih sayang, Srondol lupakan dangdutnya dan memapah Suheng untuk bangun. Sepertinya memang Suheng kelelahan banget akibat muntahnya. Memapah dan membawa Suheng ke dalam rumah yang juga menjadi tempat Srondol membuka usaha laundry khusus pakaian perempuan. Laundry itu memang dikhususkan untuk pakaian perempuan karena dalam analisis dan ilmu strategy planning yang sempat dibacanya di satu buku yang pernah dibeli di tukang loak, ia mendapat ide bahwa untuk bisnis perlu cara yang beda.
Juga, ia menyimpulkan bahwa perempuan menggunakan pakaian lebih banyak daripada lelaki. Ada pakaian santai, pakaian untuk ke luar rumah, untuk masak dan tidur. Sehari bisa 4 pakaian dikenakan seorang perempuan. Jelas, itung-itungan Srondol masuk akal juga. Selain, pakaian perempuan biasanya tidak terlalu kotor dibanding pakaian laki-laki. Kalau laki-laki, apalagi yang masih lajang, 1 celana bisa dengan ikhlas dan lapang dada mereka kenakan sampai 1 minggu dan baju setidaknya 3 hari. Menjadikan laki-laki sebagai objek bisnis laudrynya jelas dirasa tidak begitu menguntungkan.
Lagi juga, masa jeruk makan jeruk karena jeruk saja tidak makan tetapi dimakan, ups. Kalau ia buka laundry untuk perempuan, peluang Srondol untuk lebih banyak melihat perempuan cantik juga lebih terbuka lebar. Sebab, walaupun secara hatinya sudah tertambat erat pada Siumoy tetapi jauh di lubuk hati terdalam, Srondol juga mengakui dan berangan-angan kalau nanti ia bisa kaya sepertinya tertarik juga untuk punya istri lebih dari satu. Siumoy sebagai istri pertama dan tambah lagi yang lain. Demikian pikir Srondol. Alasan pemikiran Srondol, istri memiliki kemiripan dengan pabrik. Seperti usaha pengalengan ikan, semakin banyak pabrik maka semakin banyak ikan yang bisa dikalengkan sekaligus berpeluang menghasilkan keuntungan lebih.
Dalam lamunan Srondol setiap harinya sambil menunggu pelanggan laundry, nanti anaknya ada yang jadi bupati, camat, pengusaha, politikus atau mungkin juga Sekjen PBB. Nah, jika anak-anaknya begitu, pasti ia akan dipuji tetangganya sebagai lelaki yang sangat bahagia. Meski saat muda menderita tetapi saat tua bisa kaya raya. Makluk, Srondol menderita bukan karena apa-apa, tetapi dalam pekerjaan laundrynya, ia tidak pergunakan mesin cuci. Dalam keseharian ia mencuci hanya dengan menggunakan sikat saja, atau istilah keren Srondol: Manual pake tangan. Maka di depan tempat usahanya, papan nama laundry miliknya bertulis dengan huruf besar-besar:
LAUNDRY RAMAH LINGKUNGAN. CUCI PAKAI TANGAN. MENCEGAH MAKIN MENIPISNYA OZON.
Di bawahnya bertulis slogan tambahan: Anda Menjadi Pelanggan Kami, Anda Berperan Selamatkan Lingkungan.
Perkalian bisnis yang unik a la Srondol. Terbukti, cara ia menulis iklan dengan cara yang tidak biasa itu bisa membuat para perempuan sekompleksnya itu mempercayakan pakaian mereka padanya. Meski ada juga beberapa kali ia diomeli ibu-ibu tetangga karena pernah ada ibu-ibu yang selalu garuk-garuk badan saat datang ke pesta. Sampai ibu tersebut digosipkan terkena penyakit kulit jenis Scabies atawa kurap. Padahal penyebab ibu ini menderita gatal-gatal karena beberapa bulu sikat yang dipakai Srondol untuk mencuci tersangkut di baju ibu tersebut.
***
Suheng terbaring letih. Ia disuapi makan oleh Srondol. Kelebihan Srondol memang ia penuh dengan kasih sayang meski sedikit malang karena sudah jelang 40 tahun usianya tetap masih harus melajang. Terlambat menikah karena dalam hatinya cuma berharap Siumoy saja sang Cinderella yang bakal menjadi pendamping hidupnya. Selain karena ia juga terpengaruh dengan dangdutnya Jaja Miharja,"Walaupun Madonna cantik, Merlyn Monroe juga cantik, tetapi bagiku lebih cantik Nyai. Kujual baju celana itu semua demi Nyai, aku rela jadi kuli demi Nyai..." Ternyata sebuah lagu juga bisa membuat seseorang tersugesti, terbukti Srondol sendiri mengalami hal demikian.
Sofa rumah Srondol yang bolong-bolong menjadi tempat Suheng berbaring. Muntah yang dialaminya cukup membuatnya terasa seperti orang sekarat. Setelah merasa telah berikan pertolongan semestinya pada Suheng tanpa terbetik dugaan apa-apa terkait penyebab Suheng muntah, wajah Suheng juga sudah bersih karena dengan telaten dibersihkan Srondol sampai benar-benar bersih dengan kaosnya sendiri.
Srondol memulai pekerjaan mencucinya sampai Zuhur tiba dan ia berangkat ke mesjid. Sedang Suheng sudah pulang ke rumahnya. Azan terdengar dari mushalla dekat rumahnya. Srondol yang alim melangkah ke sana untuk shalat.
Masalah baru muncul. Kenapa setiap kali imam takbir, seperti menahan napas dan seperti mau muntah, herannya. Ia tidak teringat, baju yang dipakainya juga untuk ke mushalla adalah baju yang tadi dipakai untuk menolong membasuh wajah Suheng.
———-
Apa yang selanjutnya terjadi, Apakah Imam shalat muntah? Shalatnya batal? Tunggu lanjutannya.
BERSAMBUNG…menyambung menjadi satu, itulah Indonesia (Intro: Dari Sabang Sampai Merauke).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H