Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Membedah Modus Operandi TrioMacan2000

4 November 2014   12:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:44 3002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14150544751060791538

[caption id="attachment_371799" align="aligncenter" width="624" caption="Gbr: KOMPAS.com"][/caption]

TrioMacan2000 telah berkiprah lewat jejaring sosial Twitter selama bertahun-tahun. Banyak pertanyaan publik mencuat, di antaranya kenapa akun tersebut yang dinilai kerap menebar fitnah bisa leluasa melakukan pekerjaannya. Selain juga bagaimana modus operandi atau langkah-langkah yang mereka lakukan sehingga mampu menarik perhatian publik, terutama para netizen dan ke mana semua itu ditujukan.

Ya, hal itu menurut hemat saya tak kalah penting untuk dibedah, terlepas bahwa pihak aparat kepolisian yang telah meringkus sosok-sosok di balik akun itu, tentunya juga sudah menemukan lebih banyak jawaban terkait itu. Penting lantaran melihat, bukan tak mungkin ke depan akan ada lagi pihak-pihak yang bermain lewat jejaring sosial. Dengan mewaspadai modus operandi yang dilakukan TrioMacan2000, paling tidak membantu pengguna jejaring sosial untuk tidak terseret ke dalam opera yang sejatinya sangat nista.

Sebab, patut dikilas balik kembali, bagaimana keberadaan akun sosial seperti TrioMacan2000 selama ini telah menghipnotis sementara kalangan. Ujung-ujungnya, dalam kondisi itu, praktik culas dan keji berupa fitnah hingga pembunuhan karakter, penyesatan opini publik sampai dengan memicu situasi tidak sehat, terus bersambut bak cara kerja Multilevel Marketing (MLM). Hanya di sini Nuh dkk menangguk keuntungan, sementara yang menjadi follower-nya tak lebih sebagai "penyumbang sukarela".

Maklum sepanjang sepak terjang TrioMacan2000 terjadi, saya menyimak sangat banyak yang memang terseret menelan cuitan-cuitan yang dituliskan akun itu. Tidak saja menelan, tapi tak sedikit yang mencuit ulang apa-apa yang dicuitkan Raden Nuh dkk, seakan itu adalah sebuah fakta yang memang penting untuk diketahui oleh banyak orang.

Tak terlalu banyak yang menyadari, bahwa yang dilakukan oleh Nuh dkk adalah sebuah pola yang memang mirip cara kerja hipnotis. Bagaimana apa-apa yang mereka cuitkan kerap menjadi begitu menarik bagi banyak kalangan.Tak banyak yang mengkritisi, melakukan cross check, memverifikasi berbagai hal yang dicuitkan olehnya. Mereka mampu melakukan pembunuhan terhadap nalar sehat dengan cara yang sangat halus.

Dari sisi ini, masih bisa dipahami jika yang memanfaatkan cuitan mereka adalah pihak-pihak yang memang berkepentingan--terlepas benar tidaknya konten dari cuitan tersebut. Sayangnya yang tidak mengenal bagaimana sosok di balik akun itu dan ke mana arah dari pemilik akun tersebut pun, melakukan hal yang tak ubahnya cheerleaders yang membuat semua itu kian meriah saja. Di antara potret yang sangat kental menunjukkan sisi ini adalah saat gonjang-ganjing Pilkada DKI 2012 dan Pilpres 2014.

Padahal, ketika cuitan mereka kian terlihat meriah, dan mereka menyadari bahwa isu yang mereka lempar menarik perhatian publik, di sana mereka mulai bekerja. Siapa yang bisa disasar? Siapa yang bisa dikerjai? Dan, bagaimana mengerjakannya? Juga, tak terkecuali, bagaimana mencari pelindung jika isu yang dilempar itu nanti menjadi amunisi serangan balik pihak yang diserang?

Di sini, TrioMacan2000 bekerja dengan sangat baik, dalam arti cermat dan lihai membaca apa-apa yang menjadi public interests, atau ketertarikan publik.Di samping juga lihai untuk menjual nama siapa dan instansi mana yang dengan itu bisa membuat mereka bisa bekerja dengan aman.

Terbukti seperti diakui Nuh sendiri kepada salah satu wartawan Tempo, ia bahkan mengakui dirinya sebagai seorang intel dan sesumbar memiliki kedekatan dengan petinggi Badan Intelijen Negara. Tak main-main bukan, instansi sekelas BIN pun bisa dengan gamblang dan nyamannya dijual oleh Nuh dkk.

Layaknya gayung bersambut, Nuh dkk juga sangat memahami bahwa pada praktiknya memang sangat banyak pihak yang bisa dibuat ketakutan, di-pressure, agar modus mereka berjalan dengan baik. Mereka tahu, di negeri ini, nyaris tak ada yang jujur dan itu dimanfaatkan sekali olehnya. Jangankan orang-orang yang terbukti kuat melakukan penyelewengan, yang baru sekadar terindikasi menyeleweng saja bisa dibuat keder oleh mereka. Hanya dengan kekuatan 140 karakter yang terdapat di ruang Twitter, menjadi senjata andalan mereka.

Juga mereka sangat mengenal psikologi massa pengguna jejaring sosial. Bahwa, di antara banyaknya orang-orang cerdas dan kritis, tak sedikit juga yang hanya sekadar terlihat cerdas dan seolah-olah kritis. Tipe pengguna jejaring sosial terakhir, menjadi sasaran empuk mereka untuk dinobatkan sebagai sekutu dalam menjalankan misi mereka.

Sementara kepada calon korban? "Anda menuruti kemauan kami, atau kami yang akan menghentikan segala kemauan anda--untuk melanjutkan karier dengan mulus," kira-kira begitulah ancaman-ancaman yang dilakukan oleh mereka.

Terbukti pada saat sudah diringkus kepolisian pun, mereka--Nuh dkk--masih mengepalkan tangan dan lantang berteriak di depan wartawan, "Akan kami buka korupsi Telkom!"

Pernyataan teranyar itu yang terjadi di ruang yang notabene menjadi "kandang singa" yang memang berada di bawah naungan negara secara resmi, menjadi isyarat kuat bagaimana mereka bermain lewat modus threatening (ancaman).

Walaupun di sisi lain sulit untuk meyakini ancaman terakhir Nuh dkk itu akan benar-benar berfungsi seperti sebelum-sebelumnya.

Melihat bahwa posisi Nuh Cs saat ini tak ubahnya cerita agamawan yang ingin menebang pohon besar karena pohon itu selama ini justru disembah penduduk kampungnya, sementara ia menginginkan penduduk kampung hanya menyembah Tuhan.

Dalam cerita dongeng itu, agamawan tersebut sudah menyiapkan kapak untuk datang ke lokasi tempat pohon itu berada. Saat ia sudah ingin mengayunkan kapaknya, setan datang menyamar sebagai manusia. Hingga mereka bertarung dan setan tersebut kalah. Tak kehabisan akal, si setan mengajukan tawaran, "Jangan kautebang pohon itu. Sebagai gantinya, saya akan memberimu sejumlah uang yang kau butuhkan setiap pagi di bawah bantalmu."

Agamawan itu mengurungkan niatnya menebang pohon tersebut dan memutuskan untuk menerima tawaran dari setan tadi.

Selama beberapa hari, uang itu memang berada di bawah bantal ia tidur. Ia merasa puas dan bangga. Tanpa perlu berkeringat, tak usah dipusingkan dengan kerja keras, ia bisa mendapatkan uang banyak begitu ia membuka mata setiap pagi. Hingga tiba pada hari ketika ia sama sekali tak lagi mendapati uang seperti dijanjikan setan!

Di situ, ia kembali marah. Kembali ia mengambil kapaknya dan kembali menuju pohon yang pernah ingin ia tumbangkan. Lagi-lagi si setan menghalanginya dan kembali terjadi pertarungan sengit. Hanya, kali ini si setan yang menang dan si agamawan tadi takluk dan kalah.

Heran dengan itu, si agamawan menanyakan, apa yang membuat si setan kali ini bisa menang. "Saat beberapa hari lalu kamu datang ke sini, niatmu masih baik. Karena itu Tuhan membantumu, membuatmu kuat, dan bisa mengalahkanku karena memang kau ke sini demi Dia. Sayangnya, kali ini kau ke sini tak lagi demi Dia, tapi demi uang yang kau incar!"

Ya, cerita itu memang adalah cerita yang lebih banyak diceritakan di ruang-ruang pengajian, untuk menjelaskan bagaimana dampak dari niat baik dan niat buruk. Sekaligus juga bagaimana ketika niat baik hilang, maka kekuatan untuk melawan pun menjadi hilang.

Di sinilah, mengaitkan dengan kasus dan fenomena TrioMacan2000, terdapat kemiripan. TrioMacan2000 tidak bergerak sebagai pendakwah atau agamawan, tapi paling tidak mereka pernah sesumbar menyebut diri sebagai "pahlawan" yang akan menjadi pembawa pencerahan publik. Bahkan sempat mengangkat misi yang terkesan begitu mulia, ikut memberantas praktik korupsi di Indonesia.

Sayangnya, niat mulia itu tergerus--jika kita berbaik sangka saja bahwa awalnya mereka memang berniat baik. Uang dalam jumlah besar yang diiming-imingi kepada mereka, ini diakui Nuh di situs Asatunews.com, telah membuat mata silau. Tentu, ketika mata sudah silau, takkan ada celah untuk bisa kembali melihat dengan baik bukan? Sedikitnya, beginilah yang terjadi pada Nuh dkk.

Mereka terjebak ke dalam permainan pihak yang awalnya--kemungkinan--ingin mereka bidik. Ketika Nuh dkk merasa begitu percaya diri mereka lebih mampu memengaruhi massa untuk menjatuhkan reputasi seseorang, si pemilik uang ingin membuktikan bahwa kekuatan uang kerap lebih bisa diandalkan daripada massa. Paling tidak, ini terdapat petunjuk kuat sudah mulai terbukti.

Maka itu, pesan penting--menurut hemat saya--yang bisa diambil di balik kasus Nuh dkk ini adalah penting bagi siapa saja untuk tidak terkecoh berpikir akan terlihat pintar ketika "ikut-ikutan" terlibat "MLM isu". Apalagi di ranah jejaring sosial. Tidak saja merugikan diri sendiri, tergiring dalam opini yang sesat, tapi juga diperparah dengan dosa kepada publik, karena secara sadar tidak sadar telah berkontribusi juga dalam melakukan penyesatan publik.

Saya kira, menumbuhkan kewaspadaan tinggi di tengah berbagai fenomena itu menjadi hal yang mutlak penting. Paling tidak, agar tak terjadi seperti cerita tentang laron yang melihat banyak yang mengerumuni sesuatu yang terlihat bercahaya, kian banyak yang tergerak menuju ke mana tanpa benar-benar mengerti itu apa. Hasilnya laron-laron itu sedang menuju api yang membakar mereka, lalu mati. (Twitter: @zoelfick)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun