Juga mereka sangat mengenal psikologi massa pengguna jejaring sosial. Bahwa, di antara banyaknya orang-orang cerdas dan kritis, tak sedikit juga yang hanya sekadar terlihat cerdas dan seolah-olah kritis. Tipe pengguna jejaring sosial terakhir, menjadi sasaran empuk mereka untuk dinobatkan sebagai sekutu dalam menjalankan misi mereka.
Sementara kepada calon korban? "Anda menuruti kemauan kami, atau kami yang akan menghentikan segala kemauan anda--untuk melanjutkan karier dengan mulus," kira-kira begitulah ancaman-ancaman yang dilakukan oleh mereka.
Terbukti pada saat sudah diringkus kepolisian pun, mereka--Nuh dkk--masih mengepalkan tangan dan lantang berteriak di depan wartawan, "Akan kami buka korupsi Telkom!"
Pernyataan teranyar itu yang terjadi di ruang yang notabene menjadi "kandang singa" yang memang berada di bawah naungan negara secara resmi, menjadi isyarat kuat bagaimana mereka bermain lewat modus threatening (ancaman).
Walaupun di sisi lain sulit untuk meyakini ancaman terakhir Nuh dkk itu akan benar-benar berfungsi seperti sebelum-sebelumnya.
Melihat bahwa posisi Nuh Cs saat ini tak ubahnya cerita agamawan yang ingin menebang pohon besar karena pohon itu selama ini justru disembah penduduk kampungnya, sementara ia menginginkan penduduk kampung hanya menyembah Tuhan.
Dalam cerita dongeng itu, agamawan tersebut sudah menyiapkan kapak untuk datang ke lokasi tempat pohon itu berada. Saat ia sudah ingin mengayunkan kapaknya, setan datang menyamar sebagai manusia. Hingga mereka bertarung dan setan tersebut kalah. Tak kehabisan akal, si setan mengajukan tawaran, "Jangan kautebang pohon itu. Sebagai gantinya, saya akan memberimu sejumlah uang yang kau butuhkan setiap pagi di bawah bantalmu."
Agamawan itu mengurungkan niatnya menebang pohon tersebut dan memutuskan untuk menerima tawaran dari setan tadi.
Selama beberapa hari, uang itu memang berada di bawah bantal ia tidur. Ia merasa puas dan bangga. Tanpa perlu berkeringat, tak usah dipusingkan dengan kerja keras, ia bisa mendapatkan uang banyak begitu ia membuka mata setiap pagi. Hingga tiba pada hari ketika ia sama sekali tak lagi mendapati uang seperti dijanjikan setan!
Di situ, ia kembali marah. Kembali ia mengambil kapaknya dan kembali menuju pohon yang pernah ingin ia tumbangkan. Lagi-lagi si setan menghalanginya dan kembali terjadi pertarungan sengit. Hanya, kali ini si setan yang menang dan si agamawan tadi takluk dan kalah.
Heran dengan itu, si agamawan menanyakan, apa yang membuat si setan kali ini bisa menang. "Saat beberapa hari lalu kamu datang ke sini, niatmu masih baik. Karena itu Tuhan membantumu, membuatmu kuat, dan bisa mengalahkanku karena memang kau ke sini demi Dia. Sayangnya, kali ini kau ke sini tak lagi demi Dia, tapi demi uang yang kau incar!"