Mohon tunggu...
Soedjiwa Wijaya
Soedjiwa Wijaya Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya orang biasa yg membiasakan berfikir biasa tapi berdayaguna luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Omong Kosong, Mereka Bilang Aku Sial (bag. 1)

16 Mei 2012   03:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:14 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

15.37 , aku memesan bubur ayam seporsi untuk berbuka puasa sebentar lagi. Setelah sepuluh menit kemudian aku merasa ini saatnya berbuka, kulihat semburat merah di barat sana. Alhamdulillah lalu kulahap sendokan pertama bersama sate telur puyuh. Setelah menikmati semangkuk bubur ayam dan segelas teh tawar aku kemudian menuju mushola untuk shalat maghrib. Mushola penuh dan aku memilih duduk di bangku setelah berwudhu. Aku shalat dengan penuh peluh dan keluh, "ya tuhan kapan aku bisa menjadi orang berkecukupan..."

Selesai shalat aku menunggu angkot 04 arah sunter, tiba-tiba ada orang tua yang bertanya, "nak, maaf tahu alamat gang haji said?"

"gang haji said, maaf pak saya tidak tahu."

"tapi ini jakarta utara kan?"

"iya sih pak tapi gang haji said kan banyak, coba bapak tanya dengan petugas."

"sudah tetapi tidak ada yang tahu sedangkan no hape yang bapak tuju ga aktif."

Aku kemudian diam saja, ia kemudian bertanya kepada orang didekatku, seorang pria muda kira-kira berumur tiga puluhan menurutku. Pria itu pun memberikan jawaban yang serupa denganku, tidak tahu. Entah bagaimana awal mulanya, kami bertiga terlibat obrolan agak panjang.  Kemudian aku tahu bahwa nama orang tua itu Maulana sedangkan pria muda disebelahku tadi adalah Doni.

Tanpa disangka orang tua itu menaruh batu di genggamanku, aku merasa ada rasa lain yang timbul seperti sengatan listrik berdaya rendah. Batu yang serupa diberikan pula kepada doni lalu pak maulana berpesan mengenai batu itu dan apa saja yang bisa dilakukan dengan batu itu. Entah mengapa kemudian aku mengikuti langkah doni yang pergi mencari air minuman gelas plastik di tiga ratus meter dari tempat kita berdiri sesuai anjuran pak maulana.

Ternyata bukan hanya mencari air mineral gelas saja, kami melangkah begitu jauh menjauhi terminal tadi. Di perjalanan banyak sekali ocehan-ocehan terlontar hingga tiba saat pak maulana menyuruhku.

"mas tolong barang yang melekat di badan dan yang ada di saku kecuali pakaian yang dikenakan di taruh di tas sampean."

Lalu aku mulai meletakkan semuanya ke dalam tas, ada hape, dompet, dan uang recehan. Ia menyuruhku memegang uang dua ribu yang didalamnya terdapat batu. Aku disuruh berjalan seraya membaca bismilah, tidak boleh menoleh dan menunggu batu yang di genggamanku menghilang kemudian baru boleh berbalik badan. Entah engapa aku sulit sekalu menolak permintaannya, aku berjalan dengan memegang uang ribuan. Dan setelah beberapa langakah aku berfikir kok bisanya aku mengikuti perintahnya. Kemudian Aku berbalik, aku terkejut bukan kepalang, dua orang itu menghilang. Aku berlari menyusuri ruteku tadi tetapi alhasil mereka tidak kutemui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun