Mohon tunggu...
Soedjiwa Wijaya
Soedjiwa Wijaya Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya orang biasa yg membiasakan berfikir biasa tapi berdayaguna luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Omong Kosong, Mereka Bilang Aku Sial (bag. 1)

16 Mei 2012   03:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:14 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1337140140932355907

Pemikiranku terhampar bebas menentang waktu yang terus berlalu, detik waktu tak lagi ragu meninggalkan aku yang terdiam membisu, Aku disini hanya menjadi sisa asa nan sia-sia. Tak tahu lagi darimana kuberasal ataukah lupa kemana sesal akan kulempar. 明天会更好(MING TIAN HUI GENG HAO) tak lagi bisa merayu semangatku tiada lagi HARI ESOK YANG LEBIH BAIK. Aku hanya terus berjalan, berjalan, berjalan, dan berjalan.......

***********

Gerimis sepertinya hendak menaungi kegelisahanku, Aku mengambil keputusan pergi mencari sesuatu yang tak pasti kebenarannya. Tepian jalan menjadi tempatku menunggu, dibawah pohon aku berteduh, sudah tiga puluh menit aku menanti bus ke arah kebon jeruk. Akhirnya setelah sekian lama bus yang aku nanti datang juga, ini mengarah ke bekasi tetapi nantinya aku turun dekat gerbang tol kebon jeruk, menunggu lagi bus yang mengarah ke sudirman. Tak ada curiga dalam benakku terhadap apa yang akan terjadi nanti, orang boleh mengatakan firasat atau apa saja tetapi aku tak mau berburuk sangka. Aku duduk di bangku tiga pas di pinggir agar aku mudah menyingkir saat sampai nanti. 45 menit berlalu sudah, Aku pun turun dan gerimis menyambut dengan lembut.

"bang..., yang lewat sudirman apa ya bang?"

"yang lewat sudirman 62 tapi agak lama, tunggu aja sebentar lagi"

"makasih bang"

aku menunggu di tepian lalu lalang kendaraan menunggu dengan ragu bercampur gusar. akhh, aku harus semangat, aku bergumam dalam hati dan tiba-tiba hapeku berdering.

"haloo..."

"iya halo.., ini saya bu ani, maaf suaranya tidak jelas"

lalu telefon terputus, tuuuuuttt

aku mencoba menghubungi balik tetapi hanya nada sibuk yang terdengar, beberapa kali ku redial tetap saja percuma. hingga akhirnya hapeku berbunyi lagi.

"halo bapak, ini saya ibu ani..., jam satu siang ini bisa datang ke kantor saya?"

"o iya bu, insyaalloh saya kesana jam satu"

"kalau begitu saya tunggu di kantor, terima kasih"

agak sedikit sumringah dalam pikiranku, dengan alasan pihak sana ternyata perhatian. kemudian aku langkahkan kakiku menuju AC62 yang telah tiba, bus yang akan mengarah ke tujuanku, ke sudirman.  Seperti biasa pengamen dan asongan menemani perjalanan, menjajakan suara atau sekedar menawarkan penghilang dahaga. Terkadang aku mencoba memposisikan diriku sebagai mereka, apa aku bisa?

tak terasa aku hampir tiba, aku bersiap mengambil tempat dekat pintu sembari melepas pandang mencari gedung menara bni. Karena menara bni lah yang aku jadikan patokan gedung yang aku cari.

"bang..., menara bni,"ucapku kepada kondektur.

"depan kiri...," teriak kondektur sambil mengetuk kaca dengan koin.

aku pun kemudian turun, kupandangi tempatku turun, sekilas aku langsung tahu bahwa aku bukan turun di dekat menara bni.

"kamprettt...!!!!!" ucapku lirih.

aku menghela nafas sejenak kemudian kembali lagi berjalan menyusuri pedestrian depan gedung bri daerah benhil. Aku sudah lama tidak menyusuri jakarta, sehingga maklum jika lupa. Perut terasa melilit, sudah menjelang jam makan siang tetapi percuma, aku puasa. Kembali lagi aku harus menaiki bus kearah yang sebenarnya aku tuju dan akhirnya sampai juga. Terakhir kali aku ke daerah ini sekitar sepuluh tahun yang lalu, memang sudah lama sekali. Kutelusuri pandang kesekeliling gedung-gedung yang menjulang, mencoba mencari dimana gedung yang seharusnya aku datangi. Aku bertanya disepabnjang jalan yang aku lewati tidak ada yang tahu.

"maaf.., wisma kyoei dimana ya?" aku bertanya kepada salah seorang security yang sedang bertugas.

alhasil, masih berupa jawaban yang kurang memuaskan, masih berupa petunjuk samar. Aku pun melangkah lagi dan tak lupa aku browsing mencari alamat pasti dan foto gedung itu. Dan aku akhirnya menemukan gedung yang aku maksud, "alhamdulillah...,"helaku.

Akan tetapi, aku tidak serta-merta langsung masuk gedung itu, terlebih dahulu aku mencari masjid untuk shalat dhuhur. Keringatku sudah mulai bercucuran tak karuan, pakaian yang kukenakan sudah tampak lusuh dan perutku rasanya enggan diajak bersabar. Sampailah aku dimasjid al-i'tisham kemudian aku mengambil wudhu dan shalat.

Aku istirahat sejenak di selasar masjid seraya memersiapkan hal yang akan aku perlukan nanti. Riuh suara notifikasi bbm para pengunjung masjid yang sedang istirahat menghiasi, aku hanya tersenyum. Waktu telah menunjukan pukul 12.43 maka aku kembali lagi menuju kyoei.

Masuk di gedung seperti biasa melalui metal detektor dan beberapa macam pemeriksaan. Dan aku pun mendapat tag visistor. Lantai 20 yang aku tuju, bersama orang-orang super sibuk (dengan urusannya  sendiri, mereka yang menyebut dirinya para eksekutif), aku tersenyum. Tiba giliran lantai dua puluh, pintu elevator pun terbuka dan batinku terasa lega. ah itu dia kantornya, teriakku dalam hati.

"selamat siang.....," sapa dua orang front office yang merangkap security berbarengan.

aku fikir mereka paduan suara atau cuma kompak yang berlebihan, aku tersenyum. Aku mengutarakan maksud kedatanganku kepada mereka dan mereka pun mempersilahkanku menunggu di ruang kaca (aku senang menyebutnya ruang kaca, sebuah ruang tunggu yang berdinding kaca). Tidak sampai sepuluh menit aku menunggu, ia yang aku cari tiba.

"tadi susah tidak nyari alamatnya..?"

"kebetulan tidak susah bu..."

Aku mengira pertama kali penampilannya, sebelum bertemu, ia sama dengan wanita karir lainnya, ber-span pendek dan blazer ketat. Tetapi ia yang ku temui memakai jilbab dan berpenampilan santun, aku tersenyum. Aku berdiri menyalaminya serta memperkenalkan diri. Ia kemudian mulai membuka pembicaraan, aku juga mengungkapkan maksud dan tujuan. Seperti yang aku duga sebelumnya ia menawarkan untuk bergabung menjadi broker (pialang) sekaligus marketing di perusahaannya. Aku hanya mengiyakan saja apa yang ia terangkan padahal aku mengerti perihal yang ia bicarakan, ah masa bodoh. Setelah beberapa penjelasan dan keterangan, aku agak bosan lalu aku mengalihkan pembicaraan ke hal lain, film. Tak kusangka aku mampu mengalihkan suasana perbincangan ke film, ia memulai cerita tentang sebuah filam, pursuit of happiness. Kami mulai berbagi cerita masalah yang lain walaupun terkadang ia masih berusaha mempengaruhiku untuk tertarik mengenai pekerjaan yang digelutinya. Di dalam hatiku sedikitpun tidak ada ketertarikan untuk menggeluti usaha di bidang trading keuangan dengan berbagai macam iming-imingnya.

waktu telah menunjukan pukul 14.45, aku mulai berbasa-basi untuk berpamitan. Setelah beberapa menit berbasa-basi, aku akhirnya berpamitan tak lupa pula aku mengucapkan terma kasih. Di luar gedung aku merasa menghirup udara lega, lega telah menunaikan janji. aku menyusuri trotoar sepanjangdukuh atas sembari berfikir hndak kemanakah aku, langsung pulang atau mampir dahulu ke priuk. Alhasil aku memutuskan untuk ke priuk karena bus yang ke priuk kebetulan lewat. Aku tak habis fikir dengan apa yang aku lakukan sekarang, melakukan hal yang kemungkinan dianggap orang lain percuma. Sampai pilalah aku di terminal tanjung priuk, disambut oleh segala keriuhan aktifitasnya. Mushola terminal lah yang menjadi tujuanku untuk menunaikan shalat ashar. Sembari menunggu adzan maghrib aku mondar-mandir di terminal, "jepret" sana-sini, dan sms. Adzan yang aku nanti serasa tak kunjung datang, senja enggan pula segera merona dan akhirnya aku memilih mendekati tukang bubur ayam.

15.37 , aku memesan bubur ayam seporsi untuk berbuka puasa sebentar lagi. Setelah sepuluh menit kemudian aku merasa ini saatnya berbuka, kulihat semburat merah di barat sana. Alhamdulillah lalu kulahap sendokan pertama bersama sate telur puyuh. Setelah menikmati semangkuk bubur ayam dan segelas teh tawar aku kemudian menuju mushola untuk shalat maghrib. Mushola penuh dan aku memilih duduk di bangku setelah berwudhu. Aku shalat dengan penuh peluh dan keluh, "ya tuhan kapan aku bisa menjadi orang berkecukupan..."

Selesai shalat aku menunggu angkot 04 arah sunter, tiba-tiba ada orang tua yang bertanya, "nak, maaf tahu alamat gang haji said?"

"gang haji said, maaf pak saya tidak tahu."

"tapi ini jakarta utara kan?"

"iya sih pak tapi gang haji said kan banyak, coba bapak tanya dengan petugas."

"sudah tetapi tidak ada yang tahu sedangkan no hape yang bapak tuju ga aktif."

Aku kemudian diam saja, ia kemudian bertanya kepada orang didekatku, seorang pria muda kira-kira berumur tiga puluhan menurutku. Pria itu pun memberikan jawaban yang serupa denganku, tidak tahu. Entah bagaimana awal mulanya, kami bertiga terlibat obrolan agak panjang.  Kemudian aku tahu bahwa nama orang tua itu Maulana sedangkan pria muda disebelahku tadi adalah Doni.

Tanpa disangka orang tua itu menaruh batu di genggamanku, aku merasa ada rasa lain yang timbul seperti sengatan listrik berdaya rendah. Batu yang serupa diberikan pula kepada doni lalu pak maulana berpesan mengenai batu itu dan apa saja yang bisa dilakukan dengan batu itu. Entah mengapa kemudian aku mengikuti langkah doni yang pergi mencari air minuman gelas plastik di tiga ratus meter dari tempat kita berdiri sesuai anjuran pak maulana.

Ternyata bukan hanya mencari air mineral gelas saja, kami melangkah begitu jauh menjauhi terminal tadi. Di perjalanan banyak sekali ocehan-ocehan terlontar hingga tiba saat pak maulana menyuruhku.

"mas tolong barang yang melekat di badan dan yang ada di saku kecuali pakaian yang dikenakan di taruh di tas sampean."

Lalu aku mulai meletakkan semuanya ke dalam tas, ada hape, dompet, dan uang recehan. Ia menyuruhku memegang uang dua ribu yang didalamnya terdapat batu. Aku disuruh berjalan seraya membaca bismilah, tidak boleh menoleh dan menunggu batu yang di genggamanku menghilang kemudian baru boleh berbalik badan. Entah engapa aku sulit sekalu menolak permintaannya, aku berjalan dengan memegang uang ribuan. Dan setelah beberapa langakah aku berfikir kok bisanya aku mengikuti perintahnya. Kemudian Aku berbalik, aku terkejut bukan kepalang, dua orang itu menghilang. Aku berlari menyusuri ruteku tadi tetapi alhasil mereka tidak kutemui.

"sial...., aku tertipu, aku dihipnotis........!!!!"

*****bersambung******

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun