Mohon tunggu...
George Soedarsono Esthu
George Soedarsono Esthu Mohon Tunggu... profesional -

Menembus Batas Keunggulan Pioneer, Problem Solver, Inspirator To Live, To Love, To Serve Mengolah Kata-Mengasah Nurani-Mencerdaskan Hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Estetika dari Timur

13 April 2016   12:24 Diperbarui: 13 April 2016   12:49 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Putih, menuntun ke arah hidup suci. Mumpuni didalam olah spiritualitas dan mampu menerima ilmu ma’rifat dari Sang Maha Pencipta.

POLENG SEBAGAI INSPIRASI MENYEMPURNAKAN HIDUP PEMAKAINYA

Dalam kehidupan di dunia fana ini, manusia selalu berusaha hidup dalam tatanan dan hukum-hukum yang disebut: kedaulatan akal pikiran, kedaulatan alam semesta, dan kedaulatan illahi.

Kedaulatan akal pikiran bermakna bahwa, manusia harus menggunakan akal pikirannya semata-mata untuk mengubah benda-benda alam menjadi benda-benda budaya.

Kedaulatan alam berupa hukum tabur tuai yang tidak bisa ditawar. Siapa yang melanggar hukum alam, maka ia akan terkena akibatnya. Apa yang dituai – berasal dari apa yang ditabur.

Kedaulatan illahi, adalah kekuasaan mutlak yang disebut takdir, dimana orang yang sudah mencapai puncak religiusitasnya, akan mampu menguraikan takdirnya sendiri.

Untuk itu, manusia harus belajar mati di dalam hidup. Untuk apa? Untuk menjadi manusia yang purba diri. Sebab, dalam khasanah hidup spiritual ada disebut 3 jenis manusia.

Kaum berilmu, terhalang karena keluasan ilmunya. Ia tidak bisa bertemu kepada Sang Pencipta, justru karena sangat kaya dengan ilmu. Orang yang ilmunya sangat luas selalu cenderung mengedepankan ilmunya agar supaya dipandang sebagai orang yang pandai. Artinya ia lebih mengutamakan ilmunya daripada Tuhannya.

Para ahli hukum, tak mampu menembus karena kehalusan hikmahnya. Orang yang sudah tuntas mempelajari hukum, setiap keputusan selalu ditimbang hingga seadil dan sebijaksana mungkin. Akibatnya ia menempatkan diri sebagai sang adil dan yang bijaksana itu sendiri. Akhirnya ia mengesampingkan Sang Maha Adil dan Sang Maha Bijaksana.

Yang tidak terhalang hanya orang-orang arif, sebab ia menempatkan hatinya dalam cahaya cinta kasih Illahi. Jika sedang tidak diperlukan. Oleh Tuhan ia diletakkan pada kedudukan diatas segala kedudukan. Jika Allah memerlukannya, ia akan diterjunkan kedalam masyarakat, dengan membawa cinta kasih, kehormatan, dan kebahagiaan.

Untuk sampai ke tataran arif, maka manusia bisa belajar mati di dalam hidup. Adapun tataran latihan mati di dalam hidup itu ada 4:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun