Para sarjana Barat memproyeksikan semua gambaran positif kepada dunianya sendiri dan pada saat yang sama membuang citra negatif kepada dunia Timur yang mereka tulis. Mereka menghindari sejumlah identitas peyoratif seperti terbelakang, despotik, konfliktif, patrialkal, mistis, dan lain-lainnya, tetapi mengatribusikannya kepada dunia Timur.
Kedua, Orientalisme tidak hanya mengkonstruksi citra negatif, tetapi juga memonopoli representasi. Sarjana Barat mengklaim bahwa tidak ada yang layak dan mampu memberitahu Timur kecuali Barat. Mereka berpendapat bahwa dunia Timur tidak memiliki kemampuan untuk menampilkan dirinya sendiri. Dengan demikian, menurut Said, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Timur hampir seluruhnya diciptakan oleh Barat (Timur hampir merupakan penemuan Eropa) (M. Rafiq, 2019).
Berangkat dari asumsi negatif tentang Orientalisme, dan berdasarkan teori pengetahuan dan kekuasaan Michel Foucault, Edward Said sampai pada argumen yang cukup mencengangkan pada zamannya. Said mencontohkan Orientalisme berkaitan langsung dengan kolonialisme.Â
Bagi Said, Orientalisme tidak netral dan objektif, karena ia lahir dan muncul sejak awal untuk penjajahan. Secara ontologis dan epistemologis, imperialisme bertujuan untuk menjadi, tujuan imperialisme sudah instrinsik dan menyatu dalam disiplin ini. Dengan demikian, setiap orang Eropa yang menulis tentang Timur, bagi Said, secara inheren adalah orang-orang yang rasis, imperialis, dan etnosentris. Mereka tidak bisa menghindari dari perasaan superior dan anggapan bahwa dunia Timur selalu lebih inferior dari dunia Barat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H