Pak Rizal Ramli, Anda sebaiknya mengubah sikap dengan lebih menghargai kolega yang memang secara otoritas, tanggung jawab dan kompetensi leadershipnya memiliki legitimasi. jangan membawa persoalan substansi ke arah pertentangan pribadi apalagi membawa bawa profesi akuntan.
Prof. Dr. Nasir benar beliau seorang akuntan, tetapi dia seorang pemimpin yang pernah jadi Rektor Universitas besar. Bapak Amien Sunarjadi benar beliau seorang akuntan tetapi keahlian utama beliau adalah membangun sistem kelembagaan, termasuk merancang sistem kelembagaan KPK yang hingga kini masih diakui kredibilitas dan efektivitasnya.
Bapak Sudirman Said benar akuntan, tetapi keahlian utamanya adalah memimpin transformasi suatu lembaga, dan apresiasi publik atas langkah langkah beliau mentransformasi sektor ESDM menjadi bukti dari kompetensi sebagai Pemimpin Perubahan.
Sebagai akuntan yang mengenal baik ketiga orang di atas, saya berani bertaruh bahwa kemampuan intelektual, kepemimpinan, kematangan, integritas dan kompetensi sebagai pengelola urusan publik dari ketiga akuntan tersebut jauh lebih baik dari pada Pak Rizal Ramli.
Sebaliknya saya tidak menemukan rekam jejak yang mengesankan dari seorang Rizal Ramli, ekonom yang sekarang mengaku ahli teknis LNG dan perpipaan. Saya tidak menemukan apa prestasi besar Anda, baik selama menjadi ekonom bebas maupun selama menjabat menteri di masa lalu maupun masa sekarang,
Kepada seluruh akuntan Indonesia saya mengajak agar terus mengamati sepak terjang Rizal Ramli dan suatu saat kita harus menyikapinya.
Salam,
Dwi Wahyu Daryoto, Certified Public Accountant
Selang beberapa saat setelah kabar ketersinggungan Dwi Wahyu Daryoto itu beredar, muncul berbagai komentar yang secara umum menilai bahwa apa yang disampaikan oleh si akuntan publik Dwi Wahyu Daryoto hanya kebawa-perasaan aja, yang oleh anak-anak muda saat ini sering dibilang “baper”.
Namun ada komentar menarik yang di-forward oleh salah satu anggota groups WhatsApp saya dalam menanggapi surat protes Dwi Wahyu Daryoto tersebut. Selain juga ada yang menyampaikan sebuah berita tentang pandangan salah seorang peneliti di Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) yang mensinyalir adanya penguasaan sektor migas nasional oleh beberapa akuntan, komentar menarik ini mengajak kita untuk melihat sejarah patriotisme yang dulu berkembang di masa VOC mulai menancapkan kuku penjajahan di bumi nusantara.
Sampai disini, kita tentu mengingat bagaimana gairah antusiasme masa ini mulai bangkit di era pemerintahan Jokowi yang memperoleh dukungan aktif dari para sukarelawan-sukarelawan yang menginginkan perubahan Indonesia menjadi lebih baik. Inilah cita-cita menjadi negara yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian dalam budaya yang terangkum dalam Revolusi Mental dan Trisakti-Nawacita nyata ajak kita untuk mengangkat pelajaran berharga dari para founding fathers kita. Ya, politik massa mengambang yang dikembangkan oleh Orde Baru atau orde otoritarian Soeharto mulai ditinggalkan oleh kebangkitan partisipasi massa atau sukarelawan.