Pertama, restrukturisasi sistem pendidikan dengan merevisi atau menghapus peraturan yang secara tersirat mendiskriminasi penyandang disabilitas seperti menghapus salah satu syarat pendaftar di SBMPTN yang harus sehat jasmani dan rohani.Â
Selain itu, dengan menyediakan alternatif pendidikan informal, seperti paket A, B, dan C, sehingga mereka mempunyai sertifikat kelulusan sekolah dan dapat bekerja di sektor formal seperti orang pada umumnya [9].
Kedua, adanya pembenahan bagi sekolah berpredikat inklusif. Untuk mewujudkan lingkungan sekolah yang ramah bagi para penyandang disabilitas, maka tiga unsur penting dalam sekolah inklusi harus dibenahi. Kemampuan dalam menangani anak penyandang disabilitas diperoleh melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah.Â
Pemerintah dapat memonitor pelatihan khusus untuk membekali guru di sekolah inklusi tersebut. Setiap selesai pelatihan, peserta wajib praktik langsung materi yang didapatkan dan hasil praktik akan mendapat penilaian yang nantinya diakumulasikan sebagai syarat lulus dari pelatihan ini.Â
Selain itu, menyediakan lapangan kerja bagi Guru Pembimbing Khusus (GPK) sehingga tenaga pendidik berpengalaman di sekolah luar biasa dan sekolah inklusi tercukupi.
Selanjutnya, pemerintah dapat membuat kurikulum khusus bagi peserta didik penyandang disabilitas sehingga bisa mengakomodasi kebutuhan belajar mereka dan tidak perlu kesulitan menggunakan kurikulum yang sama dengan kelas reguler.Â
Baca juga: Penyandang Disabilitas Cerebral Palsy Merasa Sulit Mengikuti Pembelajaran Daring di Masa Pandemi
Dalam bidang sarana prasarana, pemerintah dapat mengalokasikan anggaran untuk membangun SLB dan sekolah inklusi di tiap kota/kabupaten di Indonesia serta membangun layanan fisik ramah difabel seperti menyediakan huruf braille di buku pembelajaran atau adanya buku audio bagi peserta didik tunanetra, dan lainnya.Â
Ketiga, menggalakkan sosialisasi pendidikan inklusif sehingga terbentuk pemahaman akan pentingnya partisipasi bersama dalam mewujudkan masyarakat yang inklusif.Â
Dimulai dengan mengubah cara pandang terhadap penyandang disabilitas, yaitu melihat mereka sebagai manusia pada umumnya yang punya hak hidup yang sama, bukan memandang dengan belas kasihan (charity based). Dengan demikian, tidak ada lagi orang tua yang malu dan khawatir untuk menyekolahkan anaknya yang memiliki kebutuhan khusus.Â
Melalui upaya-upaya tersebut, pemerintah dapat memperbaiki pelaksanaan pendidikan bagi penyandang disabilitas sebagai bentuk komitmen dalam pemenuhan kebutuhan dan hak mereka sebagai warga negara.Â