Realita Pendidikan Bagi Penyandang Disabilitas
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2017, hanya 18% dari 1,6 juta anak berkebutuhan khusus di Indonesia yang mendapatkan layanan pendidikan inklusif. Terdiri dari 115.000 anak berkebutuhan khusus belajar di SLB dan 299.000 lainnya belajar di sekolah reguler pelaksana sekolah inklusif [5]. Hal ini mengindikasikan implementasi pendidikan inklusif di Indonesia masih belum memadai disebabkan oleh beberapa kendala.Â
Pertama, banyak sekolah berlabel inklusif namun belum sepenuhnya paham akan konsep inklusif (Soleh dalam VOA Indonesia, 2016). Terdapat tiga unsur penting dalam konsep sekolah inklusi yaitu guru, sistem pembelajaran, dan sarana prasarana. Guru di sekolah inklusi harus mampu menggunakan berbagai pendekatan pengajaran, bekerja secara kolaboratif dan menggunakan berbagai metode penelitian (Rouse, 2007).Â
Kurangnya tenaga pengajar khusus [6] di sekolah inklusif mengharuskan sekolah tersebut untuk menugaskan guru biasa dalam mengajar anak penyandang disabilitas. Akibatnya, anak tersebut akan terhambat dalam melakukan proses pembelajarannya.Â
Selanjutnya, kurikulum yang terdapat di sekolah inklusi adalah kurikulum modifikasi dari kurikulum biasa yang menjadi landasan pembelajaran dan capaian kompetensi peserta didik penyandang disabilitas [7].Â
Namun belum semua sekolah inklusi menggunakan modifikasi kurikulum ini dan masih banyak diantaranya yang bingung dalam menerapkannya. Lalu, unsur terakhir adalah fasilitas yang belum inklusif untuk para penyandang disabilitas serta masih terdapat 62 kabupaten/ kota di Indonesia yang belum memiliki SLB [8]
Kedua, stigma negatif dari masyarakat yang memandang para penyandang disabilitas sebagai kaum minoritas yang perlu belas kasihan. Penyandang disabilitas dianggap tidak bisa berdiri sendiri dan harus dibantu dalam segala aspek.Â
Padahal, setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Hal ini akan mempengaruhi kondisi mental sang anak penyandang disabilitas dan orang tuanya sehingga banyak dari mereka khawatir menyekolahkan anaknya di sekolah inklusi atau lebih memilih mendidik anaknya sendiri di rumah untuk menghindari pandangan dan perkataan tidak menyenangkan dari masyarakat.Â
Mewujudkan Pendidikan Inklusif
Indonesia menunjukkan keseriusannya terhadap penyandang disabilitas dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas, serta disahkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.Â
Komitmen ini harus diikuti dengan tindakan nyata agar esensi dari pendidikan inklusif untuk penyandang disabilitas tercapai. Terdapat tiga cara yang dapat dilakukan pemerintah agar pendidikan inklusif bukan hanya sekedar tulisan diatas kertas.Â