Sudahkah Guru di Indonesia Sejahtera?
Permasalahan utama lainnya yang ada terkait guru dan tenaga pendidik saat ini adalah gaji yang dinilai terlalu rendah bagi guru terutama guru honorer. Guru honorer yang digaji oleh pihak sekolah seringkali sangat rendah dari Upah Minimum Regional (UMR) bahkan tidak layak serta para guru honorer tidak mendapatkan tunjangan apa-apa di luar gaji mereka. Bahkan seorang guru di Pandeglang, Banten terpaksa memanfaatkan toilet sekolah menjadi bagian rumahnya sejak dua tahun terakhir karena ia hanya dibayar sebesar Rp.350.000 per tiga bulan.
Selain permasalahan gaji dan tunjangan, banyak diantara guru honorer ini yang telah bertahun-tahun mengabdi namun tidak kunjung diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) serta kesulitan untuk menuntut hak-hak mereka di tengah ketidakjelasan status[10]. Hal ini tentu memperlihatkan masih buruknya tata kelola permasalahan terkait nasib dan kesejahteraan guru honorer.
Bagaimanakah Solusi yang Diambil Oleh Pemerintah?
Solusi atas permasalahan kualitas dan kompetensi guru yang masih rendah sejatinya telah dilakukan oleh pemerintah, misalnya diadakannya pelatihan dan pengembangan guru untuk meningkatkan hasil UKG. Namun, pemetaan kompetensi guru melalui hasil UKG seperti yang dilakukan saat ini dinilai belum tepat sasaran.Â
Pemetaan melalui UKG yang ada saat ini tidak memperhatikan perkembangan kompetensi guru dalam jenjang karir yang berbeda.
Sampai saat ini pemerintah belum memetakan kompetensi dan tahap pengembangan yang harus dimiliki oleh guru pertama, guru muda, guru madya, dan guru utama[11]. Sehingga pemerintah diharapkan dapat segera memetakan kompetensi dan tahap pengembangan jenjang karir yang berbeda bagi guru.
Selain itu, Forum Serikat Guru Indonesia juga meminta agar dilakukan reformasi pola dan format pelatihan guru dalam rangka meningkatkan kapasitas kompetensi guru[12]. Hal tersebut dilakukan agar pelatihan yang dilaksanakan dapat berfokus pada konten dan pengelolaan pelatihan yang efektif.
Solusi tersebut diharapkan dapat dilakukan oleh pemerintah agar terwujudnya peningkatan hasil UKG yang berimplikasi kepada meningkatnya kualitas serta kompetensi guru, dan pada akhirnya memberi dampak langsung kepada peningkatan dalam proses dan hasil pembelajaran siswa.
Untuk permasalahan kedua, solusi yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi  kekurangan guru tersebut adalah dibentuknya lima tim dalam rangka tata kelola pendidikan Indonesia oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK), dimana salah satu fungsi dari tim yang dibentuk adalah memberi masukan kepada pemerintah agar guru dan tenaga pendidik non-PNS yang sudah lama mengabdi diberikan standar gaji seperti PNS golongan 3A, dikarenakan mereka pada umumnya telah mendapatkan gelar sarjana, sehingga dapat tetap mengajar dengan baik. Upaya tersebut diharapkan dapat menjadi solusi untuk segera  mengatasi kekurangan guru yang terjadi saat ini.
Sedangkan untuk permasalahan ketiga, solusi yang terlihat jelas bagi guru honorer tentu saja pengangkatan status dari guru honorer menjadi PNS. Namun, pemerintah telah menyiapkan skema peralihan status guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Yang membedakan antara status PPPK dengan PNS biasa hanyalah PPPK tidak mendapatkan dana pensiun. Untuk proses perekrutan, guru honorer dapat mengikuti tes secara bertahap dan calon yang tidak lolos CPNS dapat mengikuti tes PPPK. Dengan skema tersebut, pemerintah menargetkan tak ada lagi guru honorer pada tahun 2023[13].
Dengan berbagai solusi kebijakan yang ditawarkan pemerintah diatas, kita berharap semoga terjadi peningkatan kuantitas jumlah guru yang ada saat ini dibarengi dengan kualitas dan kompetensi guru yang meningkat. Selain itu, diharapkan juga kesejahteraan guru akan semakin meningkat.