Sinar mentari pagi menembus jendela kamarku, tampaknya sang mentari sedang tersenyum indah. Hari ini kali pertama aku masuk sekolah tempat yang berbeda dari sebelumnya, tempat dimana semuanya dimulai.
"Maya!" terdengar suara yang taka sing ditelingaku. Ya, dia temanku Anis, bukan sekedar teman biasa, lebih tepatnya adalah seorang sahabat. Aku dan Anis sudah bersahabat cukup lama sejak kami berada di sekolah dasar.
Anis berlari kearahku, "Maya, nanti kita duduk sebangku lagi ya." ujarnya.
"Oke." Jawabku sambil mengarahkan jari jempolku.
Hari pertama masuk sekolah adalah hari dimana siswa baru menjalankan Masa Orientasi Siswa. MOS diselenggarakan selama tiga hari, dimana dalam tiga hari tersebut banyak kegiatan yang kami lakukan dengan kakak kelas. Setelah melaksanakan MOS, kami pun mulai mengikuti proses belajar mengajar. Dikelas yang baru banyak teman-teman dari sekolah yang berbeda berkumpul menjadi satu.
Hari demi hari berlalu begitu cepat bagaikan air mengalir deras di sungai, tak terasa sudah setengah tahun aku berasa di SMA.
Tettt...tettt...teeettt...
Bel berbunyi menandakan jam pelajaran sudah selesai.
"Nis, yuk kita pergi shalat nanti keburu penuh tempat wudhunya." ujarku.
"Tunggu sebentar, aku mau ambil mukenaku dulu." sahut Anis.
Saat aku dan Anis menuju ke musholla, suara azan berkumandang. "Subhanallah, begitu merdu suara orang yang mengumandangkan azan itu." kataku dalam hati. Setiap hari aku dan Anis selalu shalat Zuhur di musholla sekolah mengingat SMA pulang jam 13.30 WIB. Saat ingin menuju ke kelas, tak sengaja aku menabrak seorang kakak kelas.
Dengan wajah panik, "Maaf Kak, aku tidak sengaja." sahutku gemetar.
"Gak apa-apa, santai aja." sahutnya sambil tersenyum.
Wah, tak ku sangka, kukira dia akan marah kepadaku tetapi malah sebaliknya. Malahan dia tersenyum kepadaku.
"May, untung saja dia tidak marah kepadamu, kakak itu baik ya." kata Anis.
"Iya, kamu benar Nis. Lain kali aku harus lebih berhati-hati lagi."
Entah mengapa setelah tabrakan siang tadi, aku tak kunjung berhenti memikirkannya. Hal yang tak seharusnya melintas dipikiranku. Pergi ke sekolah adalah hal yang paling menyenangkan bagiku, aku tak tahu apakah ini ada hubungannya dengan kejadian kemarin. Sebenarnya aku ingin mengatakan kepada Anis apa yang sedang terjadi pada diriku, tapi rasanya sangat malu walaupun kami sudah berteman lama. Karena sebelumnya aku tak pernah merasakan hal yang sekarang kualami ini. Saat aku duduk santai, tiba-tiba...
"May kamu kenapa kok senyum-senyum sendiri? Hayo lagi liat apa.." tanya Anis.
"Eh, enggak kok Nis."
"Kalau emang enggak, kenapa muka kamu memerah?"
"Bukan apa-apa." ujarku tegas.
"Cerita dong May. Aku tahu, kamu tadi liat kakak kelas yang kemarin kamu tabrak kan?"
"Ssssttt... Anis jangan kencang-kencang dong ngomongnya!"
"Jadi benar kan apa yang aku katakan. Wah, ternyata sahabatku sedang jatuh cinta.." ledek Anis.
"Apaan sih." jawabku malu.
"Cie cie Maya.."
"Anis stop! Aku malu tau, nanti kalau yang lain dengar gimana.."
Cinta. Apakah benar ini cinta? Apakah ini rasanya jatuh cinta? Hati sangat senang walau hanya melihatnya dari kejauhan. Aku tak menyangka ternyata dengan hanya tabrakan yang tak disengaja, aku begitu mudah jatuh cinta kepada kakak kelas yang namanya saja tak ku ketahui.
Dalam diam dan kesunyian aku mencintainya walau aku tahu dia tak pernah tahu perasaanku kepadanya. Setiap hari aku selalu memandanginya itu sudah sangat cukup bagiku, dan pernah saat aku memandanginya dia pun memandang ku balik. Aku merasa malu, apakah dia tahu bahwa selama ini aku memandanginya dan seperti biasa dia selalu tersenyum manis.Â
Aku tak tahu apakah dia sudah mempunyai pacar? Bagaimana kalau pacarnya berada di SMA ini, apa yang terjadi kalau dia tahu kalau aku selalu memandangi pacarnya. Aku tak berfikir sejauh itu, bagaimana kalau salah satu teman sekelasku melihat aku yang sedang memandangi kakak kelas, pasti satu kelas akan riuh karena selama ini aku belum pernah berpacaran dan aku juga tak memikirkan hal itu, yang kupikirkan hanyalah bahagia saat melihatnya.
Siang itu saat jam istirahat aku dan Anis ingin pergi ke kantin, kebetulan jarak kantin sedikit jauh dari kelas kami. Saat kami berada di depan kelas XI, "Dilan tunggu aku!".Â
Tiba-tiba orang yang berada di depan kami berhenti, seketika aku dan Anis pun ikut berhenti. Tak disangka ternyata orang yang berada tepat didepan ku ternyata orang yang selama ini aku kagumi. Oh Tuhan, andai aku bisa menghentikan waktu, ku ingin lebih lama menatap wajahnya. Tak ku sangka aku bisa melihat wajahnya dengan jarak sedekat ini.
"May ayo buruan nanti keburu bel bunyi." suara Anis menyadarkanku.
"Eh iya Nis." jawabku dengan wajah yang masih bingung.
Akhirnya setelah sekian lama aku baru tahu namanya.
"May kamu kan sudah tahu nama kakak kelas yang kamu kagumi, bagaimana kalau kamu cari nama facebook-nya, jadi kamu bisa chattingan dengan dia, kan bisa lebih dekat lagi, tidak hanya memandanginya." ujar Anis.
"Tapi aku malu untuk memulainya Nis."
"Tapi kan kamu belum tahu, siapa tahu dia merespon baik. Ini tuh kesempatan kamu May." jelas Anis.
Malam itu ku coba untuk mencari akun facebook Kak Dilan. Akhirnya ketemu, langsung aku meminta pertemanan dengannya saat itu akun facebook-nya tidak aktif. Saat aku melihat akun facebook-nya tidak ada yang status ataupun foto tentang pacarnya. Itu berarti dia masih belum punya pacar. Huh, betapa bahagianya hatiku. Setelah aku meminta pertemanan, beberapa jam kemudian dia langsung menerima pertemananku. Ini memang hari keberuntungan ku.
Seminggu telah berlalu hari-hari ku jalani seperti biasanya, aku masih saja memandanginya dari kejauhan dan rasa sukaku ke padanya pun makin bertambah. Tapi aku masih ragu untuk chattingan dengannya. Aku masih menunggu waktu yang tepat saat aku sudah siap dan yakin barulah akan ku mulai.
Siang itu mentari pagi tak bersinar terang awan tampak gelap, sepertinya akan turun hujan. Entah kenapa cuaca hari ini tak begitu bagus. Saat aku tiba di sekolah aku dikejutkan dengan sebuah bom yang akan meledak. Bagaimana bisa orang yang selama ini aku kagumi berjalan dengan wajah bahagia dengan seorang wanita yang tak begitu jelas ku liat.Â
Dan akhirnya bom itu pun meledak hati ku hancur saat ku lihat ternyata Anis, sahabatku sendiri yang sudah ku anggap seperti saudaraku. Bagaimana mungkin dia menghianatiku, aku meyakinkan diriku bahwa yang ku lihat itu pasti salah mungkin saja Anis ada perlu dengan kak Dilan.
Tapi selama ini, yang ku tau Anis tak menunjukkan bahwa kalau dia juga mengagumi kak Dilan dan beberapa hari yang lalu aku mendengar gosip bahwa kak Dilan baru pacaran tapi aku gak percaya dengan berita hoax seperti itu. Akankah orang yang diceritakan oleh mereka adalah Anis, sahabatku sendiri. Akhirnya butiran air mata pun membasahi pipiku, aku berlari ke toilet, aku tak sanggup untuk melihatnya lebih lama lagi. Aku mencoba untuk menenangkan diriku, tapi aku tak bisa menahan perasaanku yang telah hancur.Â
Sangat sakit rasanya aku masih belum mengerti dengan semua ini aku akan meminta penjelasan Anis, aku harus bersikap bagaimana ke Anis. Apakah aku harus berpura-pura tidak melihat kejadian tadi atau aku mengatakan sejujurnya kepadanya aku sangat bingung? Ingin rasanya aku marah kepadanya tapi aku punya hak apa aku juga bukan siapa-siapanya Kak Dilan.
Tett...tett... Bel masuk sekolah berbunyi saat jam pelajaran di mulai tak sepatah katapun keluar dari mulutku.
"May kamu kenapa? Kamu sakit? Kok mata kamu merah kalau kamu sakit lebih baik kamu ke UKS." ujar Anis.
"Ehh gak kok aku baik-baik aja, mata aku merah tadi kelilipan." jawabku, bohong.
Entah kenapa aku tidak bisa berkata jujur kepada Anis atas apa yang kulihat tadi pagi. Aku memutuskan untuk diam dan menganggap tidak terjadi apa-apa. Cinta sangat misterius kadang dia bisa berakhir bahagia dan bisa juga berakhir sedih.
Semua orang ingin kisah cintanya berakhir bahagia, begitu juga dengan diriku aku ingin kisah cintaku berakhir bahagia, ku ingin orang yang selama ini ku kagumi mengetahui isi hatiku, tapi itu semua tidak akan pernah terjadi. Saat aku terbangun dari tidurku aku berharap semua ini hanyalah mimpi buruk, tapi aku sadar ini bukan hanya sekedar mimpi buruk ini adalah kenyataan yang harus ku terima.
Hari ini adalah hari pertama kalinya aku tak senang untuk pergi ke sekolah, dan mulai saat ini aku pun tak akan memperhatikannya lagi. Sikapku ke Anis pun mulai berubah, aku bersikap dingin kepadanya. Mungkin dia bertanya-tanya apa yang menyebabkan aku sangat dingin kepadanya, mungkin aku sangat egois tapi aku juga tidak bisa menahan perasaanku. Aku sudah tahu semuanya, aku tahu kalau Anis dan Kak Dilan memang benar-benar pacaran.
Saat Kak Dilan memposting sebuah status yang menceritakan suasana hatinya sangat bahagia, karena ada seseorang yang ada dalam hatinya dan di akhir postingan tersebut tertulis sebuah inisial A. Dan aku tahu itu pasti Anis. Sore harinya Anis ingin mengajakku keluar, katanya dia ingin mengatakan sesuatu kepadaku. Aku telah mengira dia pasti ingin memberikan penjelasan tentang status Kak Dilan. Saat aku tiba di caffe, Anis sudah menungguku saat itu Anis masih belum membuka pembicaraan, aku tahu pasti dia bingung mau bicara mulai dari mana. Lalu aku pun mulai membuka pembicaraan.
"Nis jadi apa yang ingin kamu katakana padaku?"
"May sebenarnya aku ingin jujur ke kamu, aku minta maaf May sama kamu. Aku yakin kamu sudah tahu kalau aku dan Kak Dilan pacaran. Aku benar-benar minta maaf May." katanya dengan nada yang sedih.
"Tapi kenapa Nis, kenapa kamu tidak jujur dari awal sama aku kalau kamu juga menyukai Dilan, Â kenapa!!" jawabku dengan nada tegas.
"Sebenarnya aku ingin jujur sama kamu dari awal kalau aku suka sama Dilan tapi, saat aku ingin mengatakannya kamu duluan yang mengatakan kalau kamu menyukai Dilan, jadi aku  menyembunyikannya ke kamu May, aku berpura-pura bahagia di depanmu padahal aku sedih May."
"Tapi kan kamu juga harus jujur Nis sama aku, kalau kamu jujur dari awal mungkin tidak terjadi hal yang seperti ini."
"Maafin aku May aku benar-benar menyesal."
Setelah mendengar penjelasan Anis aku langsung pergi meninggalkannya. Aku menangis, aku sangat kecewa dengan Anis. Â Â
Seminggu telah berlalu aku mulai sadar aku terlalu egois aku hanya mementingkan perasaanku aku ingin melupakan semuanya. Aku sama sekali tidak memikirkan perasaan Anis atau Kak Dilan, aku tak ingin sikap ku ke Anis terus berlanjut seperti ini, aku ingin persahabatanku denga Anis sama seperti sebelumnya dimana kami mengerti satu sama lain, aku tak ingin persahabatan yang telah ku bangun sejak lama hancur karna satu orang laki-laki. Mungkin aku harus mengorbankan satu kebahagiaan demi kebahagiaan yang lebih baik. Biarlah kisah cintaku ini menjadi penantian yang sia-sia, walau begitu aku tetap bahagia karena kak Dilan mendapatkan orang yang tepat untuk di jadikan pacarnya, aku mencintainya dengan caraku sendiri yaitu dalam diamku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H