Mohon tunggu...
Sari Novita
Sari Novita Mohon Tunggu... profesional -

"Petiklah Hari dan Jadilah Terang"-\r\n\r\nBlog: www.sarinovitamenulis.wordpress.com dan \r\n www.kapeta.org\r\n\r\n Follow Twitter: @Chalinop & @YayasanKapeta\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menggapai Surga yang Hilang

5 Maret 2014   04:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:14 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karenanya, Ayah pergi sebelum dia memohon maaf pada sang ayah. Dua tahun berusaha menjauhkan diri dari Ungu, barang laknat itu. Dia kini bersih. Putih kembali.

“ Aku  masih rindu  “ Si Ungu” itu. Hari ini adalah hari pertamaku  menari kembali . Bolehkah aku mencicipinya sedikit saja, sebagai akhir pertemuanku dengannya dan untuk menyambut awal dari kebangkitanku”.

“Ya Aku hisap, lalu memompakannya untuk terakhir kalinya. Aku tak mungkin terjerat lagi. Jangan khawatir!”

Di panggung pentas Kesenian Jakarta.

Penuh kilauan cahaya lampu menyoroti diriku. Dentingan suara piano pun terdengar lembut. Aku  menggemulaikan tangan pelan. Kaki kanan Aku geserkan ke samping perlahan. Aku  tundukan kepala pejamkan mata. Dawai gitar pun menyambar keheningan itu. Kembali penonton bertepuk tangan.Mataku refleks terbuka. Aku menatap jauh ke depan. Suara senar gitar itu menghentakku. Aku goyangkan tubuh memesona. Aku gesitkan kaki-kakiku melangkah. Bagai kesurupan Aku membius dansa.Musik semakin kencang di gendang telinga. Semakin Aku menggeliat dalam alur cepat. Semakin berdecak penonton kagum kreasiku. Semakin Aku goyangkan tarianku. Semakin Aku goncangkan panggung,

Lalu..lalu.. Rabunku hadir kembali. Aku jatuh terkulai perlahan. Tak mampu kuhempaskan kemabukkan ini. Aku tak tahan menahan tuk berdiri. dan keseluruhanku di panggung tadi adalah Aku yang tak berdaya dalam “tidur”.

Aku …Kembali hitam…kembali putih…kembali hitam..putih… Inilah tarian awal dari terlelapnya Aku tertidur. Dan inilah Aku mendengar sorak penonton terakhir. Inilah tarian terakhirku. Aku mati, kawan..!!!

~*~

Di pintu surga.

Sang ayah kembali bermuram durja.

“Mengapa, kaulakukan lagi, Minuk?” Ah, padahal minggu kemarin baru saja aku  mengenggam surga. Sekarang, surga itu pergi lagi Memang sulit mengapai surga itu. Ah..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun