Mohon tunggu...
Sholihul Hadi
Sholihul Hadi Mohon Tunggu... Guru - berkelana dalam hitam

Saya adalah guru Bahasa Indonesia di SMP Kesatrian 2 Semarang. Membaca adalah kegemaran saya. Dalam beberapa hal saya dituntut untuk mempunyai kemampuan menulis yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kotak Amal

25 Juli 2024   13:22 Diperbarui: 25 Juli 2024   13:26 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Istirahat gimana, Pak?" kataku bingung.

            "Yang punya rumah ini bilang kalau kondisi keuangannya lagi sulit. Mereka minta untuk mengurangi tukangnya."

            "Maksudnya aku dipecat!" kataku menegaskan. Diam. Mandor Simo tak menjawab pertanyaanku. Dan sebenarnya aku tak butuh jawabannya karena aku sudah jelas betul apa yang diinginkannya.

            Aku tak tahu seburuk apa kondisi perekonomian sekarang ini sehingga bosku tak mampu lagi membayar. Padahal aku cuma seorang kuli, pembantu tukang batu. Gajiku sehari paling banyak 100 ribu yang kuterima setiap akhir minggu. Gaji itu langsung habis untuk makan lima orang keluarga kecilku. Anakku yang paling kecil butuh susu setiap hari karena air susu ibunya sudah tidak keluar lagi. Kedua kakaknya sudah duduk di kelas 1 dan 3 di SD dekat rumah. Tidak perlu membayar SPP, tapi kebutuhan sekolah yang lain kadang terasa berat. Aku juga harus menyisihkan untuk iuran kampung dan arisan istriku. Dia sering mengeluh, kenapa hidup di kampung saja kok susahnya minta ampun. Kalau tidak ikut arisan nanti dicap sebagai orang yang tidak bisa bergaul, tapi arisan ini benar-benar memberatkan kami. Kadang aku tak sempat membeli sebatang rokok dari gajiku sendiri.

            Sekarang sudah seminggu ini gaji itu hilang. Aku tak tahu ke mana lagi harus mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluargaku. Sudah banyak orang yang kutemui untuk meminta pekerjaan, tapi semuanya menolak tanpa memberikan alasan apa-apa.

            "Allahuakbar ... Allahuakbar"

Azan zuhur terdengar nyaring. Aku arahkan langkah kakiku ke masjid terdekat. Halamannya luas dan bersih. Di kanan kiri tumbuh pohon mangga dan kelengkeng. Tidak sedang berbuah, tapi rindangnya membuat suasana masjid menjadi teduh.

            Aku bukanlah orang yang terlalu taat beragama, tapi inshaallah aku selalu berusaha menetapi kewajibanku, salat lima waktu. Aku duduk di teras masjid menunggu azan selesai dikumandangkan sambil melepas penat. Dari subuh tadi aku keluar rumah, berjalan mencari pekerjaan. Kedua kakiku terasa linu. Lelahnya bukan main.

            Dinginnya air wudu menyentuh mukaku. Segar. Langkah kaki membawaku ke saf terakhir jamaah salat zuhur. Duduk bersimpuh aku menunggu iqomah. Belum terlalu banyak orang di kanan kiriku. Tiba-tiba mataku berhenti, tertumbuk pada kotak amal masjid. Dindingnya terbuat dari kaca, memperlihatkan lembar-lembar biru dan hijau. Imanku tergoda. Seketika aku teringat, sudah satu minggu aku tidak memegang lembaran-lembaran seperti itu.

            Suara muazin merdu meminta jamaah untuk berdiri dengan iqomah. Salat zuhur akan segera dimulai. Para jamaah merapatkan barisan, tidak memberikan kesempatan kepada setan berada di sela-sela barisan.

            "Allahuakbar!" Suara imam menggerakkan makmum bertakbiratulikhram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun