Malam sebelum peristiwa itu terjadi.
Kala keheningan menyelimuti kota Medan, tepatnya di daerah Siantar. Di dalam bilik kamar berukuran tiga kali empat meter persegi. Di bawah terang bolam yang mengantung di langit -- langit rumah.
Tampak seorang dara ayu. Usianya sekitar dua puluh lebih. Berambut hitam panjang. Kulit kuning langsat. Perawakan tubuh langsing dengan long dress bercorak batik menempel di tubuhnya.
Seraya menyandarkan punggungnya di bantal. Ia sedang membaca sebuah majalah.
      Tiba -- tiba HP yang disebelah tempat tidurnya berdering. Ring tone dengan lirik lagu pergilah kasih. Diangkatlah HP yang di samping tempat tidurnya tersebut.
Rupanya itu adalah telepon dari Yosua Alexander, kekasihnya. Yang sudah lama tidak pulang. Karena menjalani dinas bekerja di rumah seorang Irjen Rambo.
Yosua Alexander menggunakan video call Whats Up berkomunikasi dengannya.
Tampak wajah seorang pria tampan berkulit putih, bak actor bintang film korea.
      "Manurung, bagaimana kabar kamu?" sapa hangat Yosua Alexander menyapanya.
      "Baik, kak. Bagaimana kabar kakak disana?" tanya Manurung balik.
      "Ya, di bilang baik, di bilang tidak baik. Ya, begitulah tugas seorang ajudan," balas Yosua Alexander.
      "Katanya kakak mau menemani ibu yang akan berkunjung ke Semarang. Mau ziarah kemakam kakek kakak,"kata Manurung.
      "Sepertinya tidak bisa. Karena kakak sudah minta cuti sama atasan kakak tidak beri. Nanti setelah urusan di Semarang sudah selesai. Baru kakak diberi ijin cuti,"kata Yosua Alexander.
      "Kak, saya perhatikan dari tadi mata kakak kok kelihatan sembam?" kata Manurung.
      "Habis nangis, ya?" kata Manurung menebak.
      Yosua Alexander tertawa kecil kemudian, ia berkata,"Mana ada seorang ajudan Irjen menangis, nanti apa kata dunia."
      "Emang ada hukumnya bagi seorang lelaki tidak boleh menangis?"timpal Manurung.
      "Ha....ha....ha, ya, enggak ada. Kalau ada kasihan dong para lelaki yang menangis di masukin kedalam penjara semua dong," timpal balik Yosua Alexander.
      "Benar juga. Sebenarnya ada masalah apa sih kok, sampai kakak menangis?" tanya Manurung.
      "Tidak ada. Ini tadi kemasukan debu,"kata Yosua Alexander.
      Cukup lama Manurung dan Yosua Alexander bercakap -- cakap via What Ups. Tanpa di ketahui oleh Manurung. Kalau itu merupakan percakapan mereka terakhir.
                                ****
      Jam baru menunjukkan pukul lima sore.
Seperti biasanya Manurung menyiapkan makan sore. Seraya menyiapkan bahan -- bahan untuk di masak. Manurung menonton drama korea kesukaan yang di putar disalah satu stasiun TV swasta.
      Tiba -- tiba Manurung seperti di sambar oleh petir.
Padahal sore itu sama sekali tidak ada hujan. Cuaca cerah.
Manurung mendengar kabar bahwa Yosua Alexander meninggal di rumah dinas dimana dia bekerja dengan atasannya Irjen Rambo.
Pisau yang di pegang ditangannyapun tejadi.
Seluruh tubuh Manurung menjadi lemas dan kehilangan tenaga.
      "Kak Yos sua," katanya dengan lemas.
      Manurung tidak menyangka bahwa percakapan semalam itu merupakan percakapan terakhir dari kekasihnya tersebut.
                             ****
      Lima hari kemudian.
Ada petugas paket mengantar sesuatu kerumah Manurung. Manurung yang dalam keadaan duka atas meninggalnya kekasihnya tersebut. Merasa semuanya itu menjadi hampa.
Ia menerima paket tersebut. Dan diletakkan begitu saja di ruang tengah. Tidak dibuka sama sekali.
      Tiba -- tiba ia menerima telepon dari seseorang yang tidak di kenal yang memintanya untuk membuka isi paket tersebut. Dan penelepon itu meminta agar tidak ada seorangpun yang tahu tentang isi paket tersebut. Apalagi kalau di tanya oleh polisi tentang barang -- barang yang berhubungan dengan milik Yosua. Karena mereka semua berkomplot dengan atasan Yosua.
      Setelah menerima telepon tersebut.
Manurungpun mulai membuka paket yang tadi dikirim. Ia menjadi penasaran ingin tahu apa isi dari paket tersebut.
Setelah dibukan ternyata isinya adalah sebuah buku harian milik Yosua.
Diatas buku harian tersebut ada sepucuk surat.
      Manurung membuka surat tersebut.
          Kepada
      Yth. Kekasihku Yang Selalu ada di Hati
      Â
      Salam hangat dari Yosua menyapa.
Semua orang tentu tidak dapat mengerti akan apa yang terjadi di depannya nanti. Baik ataupun buruk. Tetapi seseorang pasti akan merasakan akan terjadi sesuatu yang akan membawanya pergi untuk selamanya dan tidak kembali.
Apabila itu terjadi kepada sayangmu, Yosua.
Relakan itu dan jangan tangisi. Walaupun kepergianku bukan kepergian atas kehendakku sendiri,tetapi atas kehendak orang lain. Yang memang menginginkan aku pergi.
Oleh sebab itu sayangmu, Yosua.
Mengirimkan buku yang menjadi saksi atas alasan mengapa ada orang yang tidak menginginkan aku hidup.
Janganlah engkau tangisi. Sebab aku akan senantiasa hidup dalam hatimu.
Â
Salam cintamu,
Â
Yosua Alexander
Â
          Setelah membaca surat tersebut.
Tiada henti -- hentinya Manurung meneteskan air mata. Perasaan kesal juga ada. Dan ingin mengetahui siapa pihak yang tega menghilangkan nyawa kekasihnya tersebut.
      "Apakah salah kak Yosua. Sampai ada yang tega menghabisi nyawanya?"
                               ***
      Benar apa yang dikatakan oleh penelepon yang tidak diketahui namanya.
Yang menelepon agar menyimpan paket yang dikirim kepadanya.
Setelah jenasah Yosua dikirim kerumah orang tuanya yang ada di Siantar. Sempat ia pergi kesana untuk melihatnya.
      Tidak hentinya ia harus berurusan dengan pihak penyidik kepolisian.
Ditanya inilah dan itulah. Termasuk HPnya di tangan dengan alasan untuk menyidikan.
Ia menuruti saja permintaan dari pihak penyidik, cuma masalah paket yang di kirim oleh Yosua Alexander. Tidak ia berikan.
      Yang tidak habis di pikir oleh Manurung.
Mengapa penyidik harus menyidik dirinya. Kok, bukan yang berhubungan dengan pelaku yang melakukan pembunuhan tersebut.
Manurung mulai berpikir buruk. Bahwa pihak pelaku dengan posisinya sengaja untuk menghilangkan barang bukti yang ada hubungan dengan kematian kekasihnya itu.
                          ***
Kala keheningan menyelimuti kota Medan, tepatnya di daerah Siantar. Di dalam bilik kamar berukuran tiga kali empat meter persegi. Di bawah terang bolam yang mengantung di langit -- langit rumah.
. Â Â Â Â Â Manurung di atas ranjang dengan mengenakan baju long dress bercorak batik. Ia menyandarkan punggungnya diatas bantal. Dan keduabelah kakinya di selonjorkan.
      "Lelah juga ya, kalau berurusan dengan polisi," kata Manurung.
      Kemudian ia mengambil buku harian yang ditaruh di samping tempat tidurnya. Ketika ia membaca mulai tersenyam senyum.
Sebab yang di bacanya itu isinya tentang bagaimana Yosua menceritakan segala perasaannya pada saat pertama kali menyukainya.
      Manurung tiba -- tiba terhenyak dengan salah satu bagian dalam buku harian tersebut.
      Saya tidak mengerti dengan sikap isteri irjen Rambo.
      Dahulu saya anggap ia seperti ibu angkat saya.
      Jadi hubungan saya dengannya, ya, sebatas hubungan ibu dan anak.
      Ternyata di luar dugaan beliau memperlakukan saya bukan seperti itu.
      Berulang -- ulang ia mencoba untuk merayu saya.
      Dan saya berusaha untuk menolaknya, karena saya tahu posisi saya.
      Dan saya juga tidak melakukan hal tersebut.
      Karena bapak Irjen Rambo sudah cukup baik buat saya.
      Jadi saya tidak mungkin mengkhianati kepercayaan yang telah bapakÂ
      Berikan kepada saya.
      Saya sudah anggap Irjen Rambo sama seperti bapak saya sendiri.
      Ibu terus mencoba merayu saya berulang -- ulang.
      Saya terus menolak permintaan ibu.
      Hal ini membuat saya merasa tidak nyaman bekerja di tempat bapak.
      Saya sudah mengajukan resign kepada bapak.
      Karena hati nurani saya merasa dianiaya.
      Saya berpikir untuk berhenti dan menjadi pendeta. Mengabdikan diriÂ
     kepada Tuhan.
      Tetapi saya tidak mengerti mengapa permohonan resign saya selalu
     di tolak sama bapak dengan alasan A,B, sampai Z.
      Terakhir bapak menyetujui permintaan resign saya.Â
      Setelah urusan di Semarang selesai dahulu.
      Tetapi perasaan saya merasa takut.Â
      Takut kalau di Semarang itu merupakan hari terakhir saya bisa
      bernafas....
Â
      Setelah membaca catatan harian Yosua Alexander tersebut. Hati Manurung merasa hancur dan juga marah.
Mengapa ada orang tega berbuat demikian kepada kekasihnya tersebut.
Selesai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H