Mohon tunggu...
Slamet Arsa Wijaya
Slamet Arsa Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Tak neko-neko dan semangat. Sangat menyukai puisi dan karya sastra lainnya. Kegiatan lain membaca dan menulis, nonton wayang kulit, main gamelan dan menyukai tembang-tembang tradisi, khususnya tembang Jawa.

Sedang berlatih mengaplikasikan kebenaran yang benar, ingin lepas juga dari ketergantungan kamuflase dan kecantikan berlipstik yang mendominasi di lingkungan kita. Sisi lainnya, ingin jadi diri sendiri dan wajib mencintai tanah air sepenuh hati dan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

43 Hari Asyik Kencani si Jelita Kompasiana hingga Yayang pun Cemburu

23 Oktober 2020   14:27 Diperbarui: 23 Oktober 2020   14:43 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah mendekat langsung kecele-lah dia. Tak protes tetapi mata dan otaknya kemungkinan sudah kolaborasi tanpa perlu diketahui. Dia tak mau debat soalnya nggak bakal menang. Meskipun aku bukanlah tipe otoriter buatnya, dia tahu itu. Cuma tahu kalau sudah di depan laptop, bukan otoriter bin egois lagi tapi "mbingsrung" alias cuek bebek. Dia langsung ngacir tanpa banyak kata. Cuma ngedumel dan kedengaran tipis di telinga. "Oh teman kencannya kini Kompasiana!" Karena hanya negdumel pastinya tak perlu ada tanggapan sedikitnpun.

screenshot pribadi
screenshot pribadi
Jujur yang mempertemukanku dengan Kompasiana adalah kondisi dan nafsu menggebu. Ingin mengungkapkan rasa kagum yang sangat. Yakni terkait berpulangnya sang Maestro Media, Bapak Jakob Oetama, begitu aku menjulukinya. Waktu itu aku sudah siapkan 4 judul puisi gaya bebas intinya ungkapan rasa kagum padanya. Beliau orang hebat, konglomerat tetapi rendah diri dan merakyat.

Perasaan puisi paling bagus di antara puisi yang pernah dibuat. Kalau di unggah di Facebook sudah biasa, satu-satunya sosmedku setelah Whatsaap yang sesekali masih aktif. Oya skedar info saja, untuk menhindari bully dari perkataan gaptek atau nggak gaul dari kawan-kawan, semua jenis sosmed punya, Tweetter, Instagram dan Telegram. Walau itu hanya sekedar nitip akun saja. Bahkan sebelum FB lahir sempat punya dua blog. Tetapi begitu ada FB pada akhir Pebruari 2008 sudah punya akun. Indah dunia karena komunikasi dengan siapa pun kesampaian. Hingga punya beberapa komunitas. Ada ikatan teman satu desa, alumni SMP, SMA, Kampus, dll hingga belasan group.

Walau begitu internet atau berita online wajib untuk update pengetahuan dan wawasan harian. Kecuali blog yang terlupakan. Pernah ingin mengaktifkan lagi ternyata lupa pasword, setelah berupaya memperbaharui ada kendala. Sudahlah bye-bye aja. Toh dengan FB pikirku sudah cukup. Dari segi halaman sudah unlimited. Kalau untuk menyalurkan hobi fiksinya sudah terwadahi.

Tapi sesenang-senangnya bikin puisi, sehari semalam cukup satu yang diunggah sebagai status di FB. Semua status berupa puisi, hanya sesekali kata-kata bijak dan itu tetap bikinan sendiri. Ternyata setelah 11 tahun seolah jenuh, mungkin tak ada tantangan lagi. Karena tak ada semacam kompetisi. Puisi-puisinya pun jadi monoton tidak menarik. Terbukti dari 4.000 lebih sahabat hanya sekitaran ratusan sahabat yang aktif berinterksi. Y ang like masih lumayan banyak tetapi yang komen lebih kurang lagi.

Disadari kalau cuma hobi dan tak didukung talenta bisa saja hanya segitu hasilnya. Tetapi hobi adalah karunia jadi akan hidup dalam jiwa. Terbukti saat kekaguman pada seorang tokoh media massa, yang berpulang muncul untuk mengungkapkan perihal simpati dan empati ingin mengungkapkan dengan kalimat baik lagi indah. Lilin api puisi kembali terpantik yang hampir setahum telah dipadam sementara.

Sengaja berselancar di internet tujuananya ingin mengungkapkan bela sungkawa dalam puisi yang bisa dimuat selain di FB. Siapa tahu ada dan bisa. Mengingat sang tokoh ini sekaligus owner media terbesar di RI ini, portal Kompas.com aku buka.  Ingin tahu seheboh apa beritanya terkait berpulangnya beliau. Ternyata sangat hangat sambutannya. Membuktikan sang tokoh yang rendah hati ternyata betul adanya. Banyak testimoni dari orang-orang terdekat, termasuk dari awak Kompas Group dan mantan-mantan karyawanya semua kehilangan. Meski secara fisik sudah tamat menjadi bagian Kompas dan Gramedi Group, tetapi secara batin belum selesai dan terus menyala sampai kapan pun.

dokpri
dokpri
Nah, dalam peselancaran itulah menemukan Kompasiana. Hingga klak-klik terus hingga banyak menemukan artikel bagus-bagus. Puisi, cerpen, novel, dll pun bejibun. Ini dia pikirku, bisalah untuk kembali menyalurkan hobi puisi walau tanpa tanpa talenta. Sayangnya, untuk menjadi member Kompasiana tidak semudah yang dibayangkan. Banyak syarat ori dan otentik harus diikuti.

Padahal biasanya kalau sekedar nulis di kolom komen karena ketertarikan dengan konten, begitu nge-klik suruh cantumkan email, dll dengan cekatan langsung menutup rubrik berita tersebut. Meski komen atau tanggapan terhadap artikel itu sudah ditulis agak panjang pun, rela hangus begitu saja. Makanya begitu ada Babe media berita yang komennya free tetek-bengek merasa asyik juga berkomen ria. Dapat apresiasi juda dann diikutkan untuk di survei, dan ada penawaran voucer-voucer asyik.

Tetapi terhadap apa yang disyaratkan Kompasiana tetap diikuti. Itu pun masih antara ya dan tidak. Artinya bisa saja berhenti di tengah jalan dan gagal menjadi kompasianer. Syukur alhamdulillah, meskipun perlu dua hari memutuskan untuk gabung. Bisa dikata pikiran positif yang menang. Karena niat positif juga untuk terus salurkan hobi menulis. Sehingga pada hari ini Jumat (23/10) saya sudah 43 hari menjadi Kompasianer dengan banyak sekali kekurangan pastinya.

Bukti banyak ketidaktahuan terhadap Kompasiana, salah satunya tentang HUT Kompasiana yang ternyata jatuh pada 22 Oktober. Tepatnya Kompasianas mengudara di jagad maya pada 22 Oktober 2008. Begitu tahu dari artikel pada Kamis pagi ada Kompasiner yang menulis artikel tentang Happy Birtday itu. Saya mikir ternyata sudah cukup lama keberadaanya. Yakni sekitar seusia Facebook di Indonesia. Bisa jadi karena kenyamanan saya di FB sehingga tak melirik ada penyelenggara sejenis yang lebih menantang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun