Mohon tunggu...
Slamet Arsa Wijaya
Slamet Arsa Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Tak neko-neko dan semangat. Sangat menyukai puisi dan karya sastra lainnya. Kegiatan lain membaca dan menulis, nonton wayang kulit, main gamelan dan menyukai tembang-tembang tradisi, khususnya tembang Jawa.

Sedang berlatih mengaplikasikan kebenaran yang benar, ingin lepas juga dari ketergantungan kamuflase dan kecantikan berlipstik yang mendominasi di lingkungan kita. Sisi lainnya, ingin jadi diri sendiri dan wajib mencintai tanah air sepenuh hati dan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kadimin Hampir Pingsan Dipeluk Pocong Gang Makam

7 Oktober 2020   01:39 Diperbarui: 7 Oktober 2020   03:51 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suasana makin gaduh karena orang-orang penasaran akhirnya berdatagan. "Genah kayane wis arep ngidohi aku," Dimin masih menjelaskan. (Jelas, sepertinya sudah mau meludahi).

"Geh, tulih ngidohi soten nek kowe mau tali pujunge diuculi. Nek ora ya ora bakalan ngidohi. Jane nek wani rebut bae taline tulih bisa go jimat. Dadi nek tuku buntutan nembus, haha," Wirkantha menengahi. (Gini, dia mau meludahi juga kalau tali pocongnya dibuka, kalau tidak ya nggak meludahi. Malah kalau berani tali pocongnya direbut bisa buat jimat. Lumayan bisa tembus kalau beli buntutan nomor).

"Alah rika maning wedine pol ya ora mikir buntutan. Tapi pancen aku miki krungu poconge moni culi culi lho Kang." (Alah kakang ada-ada aja, takutnya saja sudah memuncak, ya nggak mikir nomor buntut segala. Tapi emang tadi aku dengar pocongnya bersuara culi culi).

"Iya kae agi jaluk tulung pujunge kon diuculi," timpal Wir. (Ya dia lagi minta tolong agar tali pocongnya dilepas).

Untuk menenangkan diri, Kadimin mau diajak mampir ke rumah Karto dan disuguhi teh hangat oleh Mbok Sapeni istrinya. Setelah hilang rasa takut dan waktu sudah terpotong banyak. Kadimin bergegas karena jarak tempuh masih jauh. Kadimin pun pamitan."Tapi urung kidohan kowe kan Min?" potong Juman penasaran. (Tapi kamu belum diludahi pocong kan Min?).

"Kayane tah urung Man, wong aku bisa jerit pujungane wis ilang," jawabnya. (Sepertinya belum, begitu aku menjerit pocongnya sudah hilang).

""Kirman, nek Dimin wis kidohan kita kabeh ora kuwat ambune, mesti wong jerene bacin lecit koh,"ulas Karto. (Kalau Dimin sudah keludahan pocong, kita semua sudah nggak tahan sama Kadimin yang jadi bau busuk sangat menyengat).

"Idihh serem amat ya, pantas pocong medi rangking satu yah di kene?" Kirman masih heran.  

"Tenangna atimu disit Min, ngko tek jujugna aring gon kira-kira wis perek karo tujuanmu nang kana," Karto menawarkan kebaikan. (Sudah tenangin dulu bantinmu Min, ntar aku antar sampai kira-kira kamu tidak terlalu jauh tiba di sana).

"Suwun ya To jadi ngerepotin," ujar Kadimin lega.

"Ya tenang bae, kowe dina kiye kudu ulih kasil kanggo ngempani anak bojo (Kamu hari ini harus punya penghasilan buat nafkahi anak istri)," Karto masih menenangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun