Mohon tunggu...
Langit Amaravati
Langit Amaravati Mohon Tunggu... lainnya -

An author\r\nhttp://langit-amaravati.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malka

19 Februari 2012   17:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:27 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku menoleh.  Kesal.  “Tidak, tidak ada.  Bisa tinggalkan kami sekarang?  Saya sedang membicarakan masalah penting dengan kekasih saya.”

Kening si pelayan berkerut.  Mulutnya mengerucut.  Ia berlalu tanpa berkata apa-apa, pasti hatinya kecut.

Kuteguk segelas air putih beroksigen, tandas satu gelas.  “Kamu memang jahat, Malka.  Kamu pergi tanpa pamit, tanpa satu pun kata perpisahan, dengan cara paling konyol pula.”

Dia  memandangi steak di depannya, tak mengeluarkan suara sama sekali seakan-akan yang aku katakan adalah angin malam yang menusuk-nusuk di luar.

“Kamu tahu?  Setelah kepergian kamu, aku harus menanggung malu sendirian.  Perutku kian mengembung seperti orang sakit lambung.  Aku berhenti kuliah, aku diusir dari rumah.  Aku mencarimu kemana-mana karena anak kita butuh seorang ayah dan aku membutuhkanmu.  Tapi kemana kamu?  Di mana kamu?”

Matanya berkaca-kaca, tapi mulutnya tak bersuara.

“Kamu tidak peduli, bukan?  Buktinya kamu tidak kembali.  Aku menunggu kamu sampai capek.  Waktu aku keguguran karena kecelakaan, waktu aku mengangkang dan berteriak di depan dokter kandungan dengan rasa sakit tak tertahankan, waktu aku ditikam luka akibat kehilangan, waktu aku tidak memiliki siapa-siapa sebagai pegangan.  Di mana kamu?  Aku tanya sekali lagi, di mana kamu?” tanganku menggebrak meja.

Beberapa orang menoleh, mencibir, aku tak peduli.  Pelayan berseragam batik tadi kembali datang.  “Ada yang bisa saya bantu, Mbak?” tanyanya takut-takut.

“Kamu tidak lihat saya sedang berbicara dengan kekasih saya?  Tolong jangan ganggu,” hardikku.

Si pelayan memandang kursi di depanku.  Ia mengangkat bahu, kemudian berlalu.

Aku mendengus.  “Kamu bodoh, Malka.   Benar-benar laki-laki bodoh! “

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun