Rakyat Indonesia kini dibukakan mata hati dan pikirannya, bahwa  sebelum Pemerintahan yang sekarang, betapa masifnya (kuat, kukuh, padat) perbuatan KKN yang TSM. Siapa yang dapat berbuat korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) secara terstruktur, tersistem, dan masif (TSM)? Apakah rakyat jelata?
Bahkan dari kasus pagar laut yang sudah pasti ada KKN yang TSM, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu ke mana ya? Sampai rakyat banyak yang berpikir bahwa KPK hanya sibuk mengurusi kasus pesanan tuannya.
Lalu, saat ada pihak yang melaporkan, baru seolah aktif terlibat dan memberitakan pekerjaannya? Seperti mereka memberitakan bahwa, KPK menerima laporan terkait dugaan korupsi dalam penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan laut Tangerang, Banten yang telah dikaveling dengan pagar. Laporan kasus pagar laut tersebut dilayangkan oleh Koordinator Masyarakat Antikorupsi atau MAKI Boyamin Saiman pada Kamis, 23 Januari 2025.
"Laporannya baru masuk," kata juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto saat dihubungi awak media, pada Kamis (23/1/2025).
Itu lucu tidak sih?
Saya juga membaca ada keluh kesah rakyat yang mengungkapkan bahwa anggaran polri dan kejaksaan itu besar. Malah masih ada usulan naik, dan disetujui. Tetapi kasus pagar laut, malah sudah dicabuti. Rakyat pun bertannya, tersangkanya siapa ? Apa begini susah? Apa sulit sekadar melihat yang tanda tangan sertifikat siapa dan ditelusuri lagi siapa yang mengajukan.
Drama tidak beretika dan bermoral
Pagar laut, sejatinya hanya satu dari sekian ribu bahkan jutaan masalah di Indonesia, yang dibuat dan diciptkan oleh pihak yang memiliki akses KKN secara TSM, yang mustahil dapat dilakukan oleh rakyat jelata.
Pastinya, pemagaran laut di pesisir tersebut merupakan tindakan melanggar hukum dan mengabaikan prinsip pengelolaan sumber daya pesisir yang berkelanjutan. Hal ini tidak hanya mencerminkan masalah pelanggaran hukum, tetapi juga kegagalan kolektif dalam menjaga kedaulatan kelautan Indonesia.
Pemagaran laut di pesisir ini jelas melanggar UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pasal 35 undang-undang tersebut secara eksplisit melarang aktivitas yang merusak ekosistem pesisir.