Bila pernyataan ketiga pemilik klub/pengelola tersebut benar, maka dapat disimpulkan, semua klub Liga 1 di Indonesia tidak ada yang sehat. Sementara, klub Liga 2 yang sudah "jujur" dalam kondisi sakit adalah Sriwijaya FC.
Antara pemilik sejati dan tidak sehat menjadi hal yang sangat terkait. Karena "kemampuan" para pemilik klub sejati ada batasnya. Saat biaya yang ditanggung, tidak lagi dapat dipenuhi, maka kondisi klub jadi dapat dianalogikan sakit.
Bagaimana dengan klub Liga 3 yang kini bernama Liga Nusantara, kompetisinya sudah dikelola oleh PSSI dan Liga 4 yang kompetisinya di helat oleh Asosiasi Provinsi (Asprov).
Saya pun yakin, tidak ada satu pun klub yang benar-benar sehat di Liga 3 dan Liga 4. Tetapi para pemiliknya, masih tetap memaksakan diri, klubnya masih ikut kompetisi karena niat ikhlas dan tujuannya.
Ranah akar rumput
Di ranah sepak bola akar rumput, ada wadah yang masih bisa hidup. Di antaranya (1) Memiliki pendukung seperti investor/pemodal.
(2) Mengandalkan dana CSR karena wadahnya dibuat berbentuk Yayasan.
(3) Wadah baru yang pendiri/pemiliknya masih "kaya" atau didukung oleh "pihak tertentu" yang terdeteksi diguyur "dana partai/sesuatu".
(4) Wadah lama yang hanya mengandalkan dana dari pendiri/pemilik dan bantuan/dukungan orang tua siswa dalam bentuk "iuran siswa".
Menariknya, meski berbeda model, semua berkompetisi di operator yang sama, baik yang resmi dari PSSI mau pun operator swasta. Lucu, deh.
Bila diidentifikasi lagi, semisal wadah nomor (1), apakah pendiri/pemiliknya profit? Apakah investor/pemodalnya juga profit. Yang model begini, biasanya hanya menunggu waktu untuk wadahnya tutup, baru kemudian menghitung kerugian.
Untuk nomor (2) biasanya juga akan lekang (terbelah, retak, lepas) digerus waktu, lalu menghilang. Bahkan ada yang tersandung masalah hukum. Nomor (3) akan mengikuti tradisi instan, mudah muncul-sangat mudah tenggelam dan hilang.
Akar masalah wadah nomor (1), (2), dan (3), biasanya karena pemilik/pengelolanya bukan sejati. Tetapi menggunakan sepak bola untuk mencari profit. Bukan karena niat ikhlas dan tujuan untuk maslahat.
Tetapi untuk model wadah nomor (4) biasanya tahan banting karena niat ikhlas dan tujuannya. "Tidak dibantu" atau "tidak ada bantuan" dan Pendiri/pemiliknya masih Ikhlas membiayai dengan "berbagai cara". Sementara, sebagian orang tua siswa yang "mampu" masih disiplin membayar iuran demi membantu biaya operasional.