Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Bola

Menilai Kegagalan Timnas dengan Kacamata Objektif, Bukan Kacamata Kuda

22 Desember 2024   11:05 Diperbarui: 22 Desember 2024   11:05 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Bekerjasama, bercengkerama, berkekeluargaan dan lainnya dengan orang yang cerdas SQ, IQ, dan EQ, positifnya dapat membantu mengangkat citra diri. Sebaliknya, bekerjasama, bercengkerama, berkekeluargaan dan lainnya dengan orang yang rendah SQ, IQ, dan EQ, dapat menjatuhkan citra diri.

(Supartono JW.22122024)

Kegagalan Timnas Indonesia di Piala AFF 2024 yang sudah saya prediksi berdasarkan fakta-fakta objektif, terbukti. Namun, secara objektif pula, saya menilai kegagalan Timnas ini hanya dari segi belum berhasil lolos dari fase grup demi menuju babak semifinal apalagi final hingga juara.

Tetapi secara objektif juga, Timnas Piala AFF ini saya sebut "berhasil". Pasalnya, semua lawan yang dihadapi adalah tim senior dan mendekati tim terbaik di masing-masing negaranya. Sementara anak-anak Garuda, hanya diisi pemain senior: Asnawi dan Arhan. Selebihnya pemain muda.

Meladeni para pemain senior, mampu menang gol atas Myanmar. Imbang vs Laos. Hanya kalah 0-1 di kandang Vietnam. Dan, kalah 1-0 di kandang sendiri dalam laga yang penuh drama.

Kaca mata kuda

Terkait kegagalan timnas dari segi tidak mampu lolos ke semifinal, publik sepak bola nasional yang terdiri dari berbagai lapisan, ada pengamat, praktisi, media, hingga masyarakat awam, dll, nampaknya, saya "simak" lebih banyak mengungkapkan opininya berdasarkan "kaca mata kuda".

Kacamata kuda adalah istilah untuk menggambarkan perilaku orang yang egois. Bertindak, bersikap, bertutur kata, tanpa melihat kanan kiri, yang penting  tujuan egoisnya tercapai. Tidak peduli walaupun tindakan, sikap, hingga tutur kata yang lebih subjektif, menyakiti orang lain/pihak lain. Bahkan membuat orang lain/pihak lain menderita.

Orang-orang yang bertindak, bersikap, hingga bertutur kata pakai kacamata kuda alias subjektif, biasanya adalah orang-orang yang belum selesai dengan dirinya. Tidak pandai bersyukur, tidak beretika dan bermoral, jauh dari lapang dada hingga rendah hati. Cenderung sombong.

Andai orang-orang yang menilai kegagalan timnas memakai "kacamata objektif", tentu tindakan, sikap perbuatannya, tutur katanya akan membuat orang lain/pihak lain nyaman, terhibur, terdidik, berterima kasih atas kritik-masukan-saran. Sebab semua dinilai berdasarkan fakta-fakta objektif.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), objektif berarti keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi oleh pendapat atau pandangan pribadi. Objektif juga dapat diartikan sebagai sudut pandang pribadi yang tidak memihak.

Karenanya, orang-orang yang objektif, biasanya lahir dan terdidik dengan benar dan baik dalam hal agama, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah, lingkungan kuliah, lingkungan kerja, lingkungan kekeluargaan, dan lainnya.

Tercermin kecerdasan SQ, IQ, dan EQ dalam perbuatan, sikap, perilaku, hingga tutur katanya. Tercermin dalam penilaian kepada apa pun yang  berdasarkan fakta. Jauh dari prasangka. Jauh dari bias, emosi, atau prasangka. Pikiran terbuka, mempertimbangkan fakta daripada perasaan pribadi.
Tidak mendistorsi, memutarbalikan suatu fakta.

Menjadi orang yang objektif

Atas kegagalan Timnas Indonesia yang saya sebut Timnas Regenerasi, saya selalu mengingatkan pada diri sendiri agar selalu berupaya menjadi orang yang objektif. Karenanya, sejak awal Timnas Regenerasi ini berkiprah, saya pun sudah menyiapkan diri untuk legawa, rela, bila Indonesia gagal.

Selalu saya ingatkan diri saya, atas fakta-fakta terkait Piala AFF 2024:
(1) Lawan-lawan di Piala AFF menurunkan timnas senior.
(2) Timnas Indonesia menurunkan junior, karena Liga 1 dan Liga tempat pemain Indonesia abroad, tetap bergulir, hingga tidak dapat memanggil pemain yang dibutuhkan.

Terkait fakta (2), terbentuknya Timnas Regenerasi sudah sesuai rekomendasi Ketua PSSI.

(3) Shin Tae-yong (STy) pelatih profesional, tetapi terkendala dalam kompetensi pedagogi, sosial, dan kepribadian.

Akibat fakta (3), 2 pemain mengoleksi kartu merah. Kartu merah pertama diterima Marcelino di laga yang di atas kertas, seharusnya menang vs Laos. Kartu merah kedua diterima Ferrari di laga sangat menentukan.

Sangat parahnya, laga yang ditonton oleh ratusan juta rakyat  Indonesia, di dalamnya banyak pesepak bola akar rumput, justru dihadiahi pertunjukan rendah otak dan hati seorang Ferrari yang di lengannya menempel ban kapten. Sangat jauh dari keteladanan. Sangat tercermin bagaimana kondisi SQ, IQ, dan EQnya.

Bila Ferrari cerdas, masih bermain sampai menit akhir, mungkin Timnas bisa menahan imbang Filipina dan lolos ke semifinal. Atau bahkan lolos karena menang. Atau, meski Ferrari tidak dikartu merah, Garuda tetap kalah.

2 kartu merah di Piala AFF, adalah bukti bahwa STy saya sebut gagal dalam 3 hal, yaitu: pedagogi, sosial, dan kepribadian. Hal ini sudah berkali-kali saya ulas dalam artikel yang saya tulis.

Terakhir, bila publik banyak yang berpikir, STy berhasil karena pemain naturalisasi, itu hanya pikiran subjektif. Faktanya, STy itu pelatih profesional. Jadi, bila bekerja untuk mencapai prestasi, maka harus dengan pemain yang profesional juga.

Pemain profesional itu berstandar tinggi, kompeten, bermutu, berkualitas, berkarakter (cerdas TIPS/Cerdas SQ, EQ, IQ).

Pertanyaannya, apakah pemain yang terpaksa harus dipilih oleh STy masuk skuat Piala AFF sudah terkategori profesional? Padahal, semua sudah bermain di klub profesional, lho. Siapa yang salah hingga membuat para pemain profesional, di timnas, perilakunya kampungan, seperti tidak terdidik?

Saya yakin, Pak Erick Thohir dapat menjawabnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun