Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna memanfaatkan adalah menjadikan ada manfaatnya (gunanya dan sebagainya). Makna tersebut tentu maksudnya kepada hal yang positif, bukan negatif.
Namun, di tengah masyarakat kita, makna memenfaatkan, kini cenderung diterapkan kepada hal-hal yang tidak benar dan tidak baik. Bahkan di bidang politik, elite politik dan pemimpin negeri ini yang seharusnya menjadi negarawan dan teladan, meski sudah lengser, malah terus ikut cawe-cawe memanfaatkan rakyat jelata yang masih miskin, menderita, dan belum berpendidikan, sebagai lahan mendulang suara untuk kepentingan "mereka" (dinasti, oligarki, cukong) dengan mengatasnamakan amanah untuk rakyat.
Dalam wadah-wadah sosial dan kekeluargaan, baik orang yang kaya harta mau pun miskin harta, tetapi miskin pikiran dan hati, pun memanfaatkan wadah-wadah sosial dan kekeluargaan, untuk kepentingan mereka.
Berbeda dengan orang-orang yang, meski tidak kaya harta, tetapi kaya pikiran dan hati, justru memanfaatkan segala sesuatu untuk kepentingan masyarakat. Tidak perlu ikut-ikutan para elite partai "bertopeng", membuat wadah sosial atau kekeluargaan, bersembunyi di balik kata-kata Yayasan atau sejenisnya. Sebab, yang seperti itu banyak diselewengkan, sekadar topeng, untuk mencari keuntungan pribadi.
Kebaikan yang dimanfaatkan
Terkait praktik memanfaatkan dalam makna negatif, maka
kebaikan yang menjadi salah satu sifat yang paling berharga dalam diri manusia, menjadi lahan bagi orang-orang yang miskin pikiran dan hati memanfaatkan kebaikan tersebut untuk keuntungan pribadi mereka.
Menghadapi manusia-manusia yang dapat dikategorikan licik, karena hanya memanfaatkan kebaikan orang lain, maka orang-orang yang kaya pikiran dan hati, pasti memiliki strategi yang efektif untuk memastikan bahwa kebaikannya tidak disalahgunakan, sambil tetap menjaga hubungan yang sehat dan seimbang dengan orang yang sekadar memanfaatkan.
Atau bila batas memanfaatkannya sudah kelewat batas, memutuskan hubungan atau minimal mendelet orang-orang yang hanya memanfaatkan, adalah keputusan yang bijak. Demi wadah sosial atau kekeluargaan tetap "hidup".
Sayangnya, menghadapi manusia licik yang hanya memanfaatkan kondisi miskin, menderita, dan bodoh, akan sulit dapat dihindari oleh rakyat jelata +62, entah sampai berapa purnama lagi.
Asertif
Menghadapi orang-orang yang hanya memanfaatkan, diperlukan sikap asertif dan kemampuan menentukan batasan untuk melindungi diri dari eksploitasi.