Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gangster dan Tawuran Bukan Laten, Mengapa Terus Ada Regenerasi

7 Oktober 2024   09:10 Diperbarui: 7 Oktober 2024   09:38 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan retoris. Dan semakin menjelaskan bahwa pantas saja anaknya ikutan kelompok pelaku tawuran atau mungkin kelompok gengster, orang tuanya saja malah mencari kambing hitam. Padahal orang tua jelas menjadi penyebab utama mengapa sampai anaknya menjadi korban.

Andai para orang tua "mendidik, mengawasi, menjaga" anaknya dengan benar dan baik, adakah anak-anak yang akan lepas dari jangkaun orang tua. Padahal anaknya bergabung dengan gengster/pelaku tawuran/pecandu narkoba/penjahat?

Peran orang tua, sekolah

Dari catatan yang ada, terus lahirnya gengster yang lebih banyak untuk hal negatif, merusak, dan meresahkan masyarakat. Serta terus teregenerasinya pelaku tawuran yang ujungnya banyak korban meregang nyawa, salah satu penyebab utamanya adalah peran orang tua di rumah.

Peran orang tua dalam mendidik  spiritual (agama), peran dalam mendidik etika dan moral. Hingga lahir anak-anak yang tahu  bahwa berbuat salah, melanggar hukum, dan sejenisnya, secara agama adalah dosa. Secara etika dan moral adalah perbuatan melanggar hukum. Sebab, perbuatan gangster dan tawuran sudah masuk ranah kehidupan nyata. Meski "sekolah" sudah ada upaya mendidik anak menjadi anak salih/salihah, tahu etika dan moral, serta bagaimana menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur.

Survei?

Pertanyaannya, apakah "Negara" melalui stakeholder terkait pernah membuat survei, siapa orang tua yang anaknya menjadi gangster dan pelaku tawuran? Mengapa gengster terus lahir? Mengapa terus ada regenerasi pelaku tawuran?

Ha ha, para lembaga survei, hanya sibuk survei politik yang ada cuannya.

Sadarkah pemimpin di negeri ini, bahwa gengster dan tawuran, yang terus terjadi, ini sudah bukan hal laten, malah lebih berani dibandingkan bentuk perbuatan kejahatan lainnya. Menurut KBBI , makna laten adalah tersembunyi terpendam, tidak kelihatan (tetapi mempunyai potensi untuk muncul).

Tetapi mengapa berita tentang perbuatan gengster yang meresahkan dan tawuran yang akibatkan korban jiwa baru dideteksi setelah aksi gengster dan tawuran berlangsung? Seolah tidak ada pihak berwajib yang dapat mendeteksi dan mencegah aksi gengster dan tawuran, padahal keberadaan mereka tidak laten?

Yang pasti, gengster dan tawuran, ada yang memicu. Yang memicu ini bisa ketuanya, bisa seniornya, bisa sesepuhnya. Dengan berbagai "cara" para ketua, senior, sesepuh, ternyata terus ampuh membangkitkan semangat para anggota lama dan terus berhasil merekrut anggota baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun