Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gangster dan Tawuran Bukan Laten, Mengapa Terus Ada Regenerasi

7 Oktober 2024   09:10 Diperbarui: 7 Oktober 2024   09:38 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Memulai pekan ini, pagi-pagi ditemani kopi dan sambil nonton televisi, menu berita tentang gengster dan tawuran masih tetap setia mengisi hari-hari di Republik ini. Sementara yang "di atas" konsisten  pesta pora bancakan uang rakyat. Yang "di bawah" dipaksa tetap miskin dan menderita.

Sementara drama gengster dan tawuran pun mencerminkan SDM rendah yang semakin parah di negeri ini, akibat dari kegagalan siapa?

Minggu (6/10/2024) di Jatinegara, Jakarta ada tawuran, warga tidak tahu, yang tawuran kelompok dari mana . Di Serpong, gengster yang mau tawuran, melukai warga. Di Medan Sumatra Utara, gengster mau tawuran dikejar polisi.

Itu adalah berita terbaru yang disiarkan Kompas TV, Senin pagi (7/10/2024). Sebelumnya, bila ditelusuri via jejak digital, sudah berapa kali terjadi kasus tawuran dan ulah gangster yang selalu buntutnya ada korban jiwa, hampir di seluruh wilayah Indonesia?

Mengapa ada?

Di berbagai platform media sosial (medsos), netizen bertanya, mengapa sampai ada gengster? Warganet pun tidak habis pikir. Mengapa terus ada tawuran? Di mana letak salahnya? Siapa yang salah? Sehingga terus lahir sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang sepertinya berhasil di regenerasi menjadi penerus gangster dan pelaku tawuran. Tetapi pihak "berwajib" atau "Negara" selalu kalah siap dan sigapnya dengan SDM gangster dan pelaku tawuran.

Media massa dan televisi pun hanya dapat menyiarkan berita, saat gangster dan pelaku tawuran sudah beraksi dan mengakibatkan korban jiwa. Masyarakat hampir tidak pernah melihat berita, yang menyajikan "sarang gengster/sarang pelaku tawuran" digerebek polisi. Tetapi saat polisi menggerebek dan menangkapi sarang lainnya serta oknumnya, media massa menyiarkan.

Sebegitu sulitnya?

Dari fakta yang ada hingga gangster terus ada dan merajalela. Plus aksi tawuran pelajar/gengster/warga terus membudaya, warganet dan netizen +62 pun bertanya, apa sebegitu sulitnya, "Negara dengan alatnya" memberantas gangster dan pelaku tawuran yang mati satu tumbuh seribu?

Ke mana saja para orang tua yang anaknya menjadi atau ikut-ikutan berkomplot dalam gangster? Apa begitu "bodoh"nya dikelabui oleh anaknya? Padahal di luar tawuran pelajar, rata-rata, aksi gengster dalam meresahkan masyarakat hingga tawuran itu terjadi di malam hari sampai dini hari? Ke mana, di mana, "ngapain" saja para orang tuanya/saudaranya/kerabatnya, sebab anaknya/salah satu anggota keluarganya/kerabatnya ternyata menjadi anggota gengster, menjadi pelaku tawuran? Ke mana dan di mana mereka saat gengster dan tawuran terjadi dan anggota keluarganya terlibat?

Miris, melihat orang tua/sanak saudaranya tampil di layar kaca, dimintai pendapat/tanggapan oleh reporter/host televisi, karena anak/anggota keluarganya menjadi salah satu dari 7 mayat di Sungai Bekasi. Malah bertanya: "Mengapa sampai anak-anak menceburkan diri ke sungai?" Pun dengan "cengengesan".

Pertanyaan retoris. Dan semakin menjelaskan bahwa pantas saja anaknya ikutan kelompok pelaku tawuran atau mungkin kelompok gengster, orang tuanya saja malah mencari kambing hitam. Padahal orang tua jelas menjadi penyebab utama mengapa sampai anaknya menjadi korban.

Andai para orang tua "mendidik, mengawasi, menjaga" anaknya dengan benar dan baik, adakah anak-anak yang akan lepas dari jangkaun orang tua. Padahal anaknya bergabung dengan gengster/pelaku tawuran/pecandu narkoba/penjahat?

Peran orang tua, sekolah

Dari catatan yang ada, terus lahirnya gengster yang lebih banyak untuk hal negatif, merusak, dan meresahkan masyarakat. Serta terus teregenerasinya pelaku tawuran yang ujungnya banyak korban meregang nyawa, salah satu penyebab utamanya adalah peran orang tua di rumah.

Peran orang tua dalam mendidik  spiritual (agama), peran dalam mendidik etika dan moral. Hingga lahir anak-anak yang tahu  bahwa berbuat salah, melanggar hukum, dan sejenisnya, secara agama adalah dosa. Secara etika dan moral adalah perbuatan melanggar hukum. Sebab, perbuatan gangster dan tawuran sudah masuk ranah kehidupan nyata. Meski "sekolah" sudah ada upaya mendidik anak menjadi anak salih/salihah, tahu etika dan moral, serta bagaimana menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur.

Survei?

Pertanyaannya, apakah "Negara" melalui stakeholder terkait pernah membuat survei, siapa orang tua yang anaknya menjadi gangster dan pelaku tawuran? Mengapa gengster terus lahir? Mengapa terus ada regenerasi pelaku tawuran?

Ha ha, para lembaga survei, hanya sibuk survei politik yang ada cuannya.

Sadarkah pemimpin di negeri ini, bahwa gengster dan tawuran, yang terus terjadi, ini sudah bukan hal laten, malah lebih berani dibandingkan bentuk perbuatan kejahatan lainnya. Menurut KBBI , makna laten adalah tersembunyi terpendam, tidak kelihatan (tetapi mempunyai potensi untuk muncul).

Tetapi mengapa berita tentang perbuatan gengster yang meresahkan dan tawuran yang akibatkan korban jiwa baru dideteksi setelah aksi gengster dan tawuran berlangsung? Seolah tidak ada pihak berwajib yang dapat mendeteksi dan mencegah aksi gengster dan tawuran, padahal keberadaan mereka tidak laten?

Yang pasti, gengster dan tawuran, ada yang memicu. Yang memicu ini bisa ketuanya, bisa seniornya, bisa sesepuhnya. Dengan berbagai "cara" para ketua, senior, sesepuh, ternyata terus ampuh membangkitkan semangat para anggota lama dan terus berhasil merekrut anggota baru.

Meski taruhannya nyawa, para anggota "patuh" pada perintah pemimpinnya. Bahkan, para pemimpin dan anggota lainnya akan memuji, menganggap pahlawan kepada para anggota yang "berhasil" menciderai/menebas "yang dianggap musuh/lawan" bahkan masyarakat yang tidak bersalah/berdosa.

Pertanyaannya lagi, apakah menyelidiki dan mengusut hingga meringkus para "dedengkot" gengster dan tawuran, sulit? Jawabnya, "kelihatanya" sulit. Karena faktanya: gengster yang meresahkan, tawuran, timbulkan korban terus ada, terus dapat berkeliaran bahkan dengan tentengan senjata tajam (sajam) yang kini malah semakin familiar dilihat masyarakat.

Pelaku tawuran pun terus ada dan sangat mudah melakukan aksi tawuran dengan berselempang sajam seolah mereka jagoan dan pahlawan.

Apakah pernah dengar Pak Presiden dan Anggota DPR prihatin lalu menginstruksikan untuk memberantas gengstern dan tawuran di negeri ini? Ah, mereka hanya sibuk dengan kepentingannya sendiri.

Adakah di negara lain, terbudaya kegiatan tawuran bersajam? Adakah gengster di negara lain, seperti gengster bersajam di +62 yang kerjanya bikin resah dan menjadikan masyarakat tak bersalah/berdosa menjadi korban jiwa?

Apakah bila para sesepuh gangster dan tawuran ditangkapi lalu akan ada gengster baru dan pelaku tawuran baru? Lalu, sesepuh gengster dan tawuran  yang baru, ditangkapi lagi, tetap akan ada gengster dan tawuran baru? Bila terus dilakukan tindakan pencegahan. Apakah "penyakit" gengster dan tawuran tidak akan bisa disembuhkan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun