Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pelatih=Guru, Menuju Generasi Emas 2045, Berproses dengan Benar

12 September 2024   12:58 Diperbarui: 12 September 2024   13:14 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Temuan STy atas pemain Timnas yang lemah TIPS, pondasinya lemah I dan P, tentu sudah menjadi jawaban bahwa selama ini pola pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan kompetisi sepak bola di Indonesia dari akar rumput hingga Liga 1, sama saja disebut gagal.

Jawaban gagal pun ditunjukkan oleh duet Erick Thohir dan STy, yang bergerak cepat menaturalisasi pemain, pasalnya, dalam Kualifikasi Piala Dunia 2016, ronde 3, pemain binaan asli di negeri Indonesia hanya Rizky Ridho, Witan, Marselino, Egy, Arhan, dan Wahyu Prasetyo, yang baru diberikan menit bermain dalam dua laga versus Arab Saudi dan Australia, saling mengganti. Terselip oleh sembilan pemain yang di bina di negara lain.

Dari jawaban itu, dari sepak bola akar rumput hingga Liga 1, jelas dipertanyakan, apakah para pelatih dan pembinanya selama ini memenuhi syarat untuk melatih dan membina pemain? Sudah terjawab bahwa hanya berbekal praktisi dan sertiikat lisensi pelatih sepak bola, tidak signifikan bukan?

Lihatlah, Pemerintah yang membuat standar adanya pengakuan guru di sekolah formal saja yang memenuhi syarat sebagai pengajar profesional saja, wajib lulusan S-1/D-4 dan pendidikan profesi guru (PPG) untuk kompetensinya sejak dari usia Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). 

Bahkan, dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 pasal 8, kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang akan didapatkan jika mengikuti PPG. Di luar ketentuan UU tersebut, seorang Guru wajib cerdas IQ, EQ, SQ.

Bukankah pelatih=guru? Jadi, apakah di sepak bola, pelatih sepak bola, khususnya di akar rumput (usia dini dan muda) yang obyeknya sama, siswa PAUD di sekolah formal, pelatihnya persyaratan pelatihnya akan terus diabaikan oleh PSSI, sekadar Lisensi D dan seterusnya, boleh?

Bila demikian, program naturalisasi pemain, sepertinya akan menjadi Program Unggulan PSSI Erick Thohir, dong.

Inilah peta Indonesia terkini, dalam dunia pendidikan, contoh konkrit SDM dalam sepak bola, rakyat jelata hingga pemimpin negeri yang bagaimana? Tetapi 21 tahun ke depan bercita-cita mewujudkan generasi emas 2045. Semoga tercapai. Bila berproses dengam benar. Aamiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun