Temuan STy atas pemain Timnas yang lemah TIPS, pondasinya lemah I dan P, tentu sudah menjadi jawaban bahwa selama ini pola pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan kompetisi sepak bola di Indonesia dari akar rumput hingga Liga 1, sama saja disebut gagal.
Jawaban gagal pun ditunjukkan oleh duet Erick Thohir dan STy, yang bergerak cepat menaturalisasi pemain, pasalnya, dalam Kualifikasi Piala Dunia 2016, ronde 3, pemain binaan asli di negeri Indonesia hanya Rizky Ridho, Witan, Marselino, Egy, Arhan, dan Wahyu Prasetyo, yang baru diberikan menit bermain dalam dua laga versus Arab Saudi dan Australia, saling mengganti. Terselip oleh sembilan pemain yang di bina di negara lain.
Dari jawaban itu, dari sepak bola akar rumput hingga Liga 1, jelas dipertanyakan, apakah para pelatih dan pembinanya selama ini memenuhi syarat untuk melatih dan membina pemain? Sudah terjawab bahwa hanya berbekal praktisi dan sertiikat lisensi pelatih sepak bola, tidak signifikan bukan?
Lihatlah, Pemerintah yang membuat standar adanya pengakuan guru di sekolah formal saja yang memenuhi syarat sebagai pengajar profesional saja, wajib lulusan S-1/D-4 dan pendidikan profesi guru (PPG) untuk kompetensinya sejak dari usia Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).Â
Bahkan, dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 pasal 8, kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang akan didapatkan jika mengikuti PPG. Di luar ketentuan UU tersebut, seorang Guru wajib cerdas IQ, EQ, SQ.
Bukankah pelatih=guru? Jadi, apakah di sepak bola, pelatih sepak bola, khususnya di akar rumput (usia dini dan muda) yang obyeknya sama, siswa PAUD di sekolah formal, pelatihnya persyaratan pelatihnya akan terus diabaikan oleh PSSI, sekadar Lisensi D dan seterusnya, boleh?
Bila demikian, program naturalisasi pemain, sepertinya akan menjadi Program Unggulan PSSI Erick Thohir, dong.
Inilah peta Indonesia terkini, dalam dunia pendidikan, contoh konkrit SDM dalam sepak bola, rakyat jelata hingga pemimpin negeri yang bagaimana? Tetapi 21 tahun ke depan bercita-cita mewujudkan generasi emas 2045. Semoga tercapai. Bila berproses dengam benar. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H