Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Pribadi yang Memudahkan

16 Juli 2024   09:24 Diperbarui: 16 Juli 2024   09:30 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iustrasi Supartono JW


Berbuat cerdas, benar, dan baik dengan memudahkan "perkara" (urusan/masalah) orang lain, serta amanah, akan mendatangkan kemaslahatan umat dan bagi diri sendiri di dunia dan akhirat.

Orang-orang yang licik, tidak amanah, akan memiliki tabiat dan gemar mempersulit perkara orang lain di lingkungan masyarakat, di perkumpulan, instansi, institusi, di grup sosial, di grup kelompok, di grup kekeluargaan, dll.

(Supartono JW.16072024)

Bagaimana rakyat jelata di negeri ini, tidak akan meneladani untuk berbuat mempersulit orang lain, demi keuntungan dan kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, dan golongannya, yang menjadi pemimpin saja terus melakukan drama mempersulit orang lain (rakyat).

Sebagian besar rakyat yang lemah agamanya, belum mengenyam bangku pendidikan, akan sangat mudah mencontoh perbuatan mempersulit orang lain karena intelegensi (otak) dan personality (hati)nya belum cerdas. Miskin pikiran dan miskin hati.

Yang sudah mengenyam bangku pendidikan, ada yang cerdas otak dan hati, tapi karena meneladani perbuatan mempersulit orang lain, maka pikiran dan hatinya menjadi miskin. Kecerdasan otak dan hatinya berubah menjadi licik. Ibadahnya hanya topeng.

Contoh, memudahkan siapa?

Di negeri ini, ada menteri yang mengumumkan bakal membatasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi per 17 Agustus 2024.

Pertanyaannya, mengapa ada kata-kata belum tepat sasaran? Lalu, dengan gampang bicara membatasi subsidi? Lagi-lagi, mudah sekali orang yang duduk di kekuasaan membuat "perkara" yang menyulitkan. Korbannya tetap rakyat jelata.

Siapa yang telah salah bertindak? Siapa pula yang selalu dijadikan korban penderitaan?

Setali tiga uang, memanfaatakan status mumpung masih menjadi pemimpin kekuasaan, demi ambisi dan kepentingan pribadi, malah membuat keputusan yang lebih kolonial di banding penjajahan kolonial untuk rakyat nya sendiri.

Pemimpin yang seharusnya amanah, mengapa pikiran dan hatinya menjadi tertutup? Padahal jabatan amanah kekuasaannya tinggal menghitung hari. Tapi keputusannya akan menjadikan perkara bagi rakyat hingga 190 tahun. Bahkan, sebelumnya, dalam persoalan Pilpres sudah membuat gaduh dengan "menanggalkan" etika dan moral.

Sekarang bak Raja, tanpa persetujuan "rakyat" membuat aturan tentang Hak Guna Usaha (HGU) untuk calon investor Ibu Kota Nusantara (IKN) selama 190. Regulasinya tercantum dalam Pasal 9 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Aturan ditandatangani Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada Kamis, 11 Juli 2024. Isinya tentang insentif dan kemudahan fasilitas perizinan berusaha bagi para investor IKN. Perpres ini berfungsi untuk menjalankan perintah Undang-Undang atau UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang IKN.

"Investor diberikan Hak Guna Usaha (HGU) dengan jangka waktu hingga 95 tahun, yang bisa diperpanjang hingga dua siklus," demikian bunyi pasal tersebut.

Atas ambisi dan kepentingannya dengan membuat aturan tersebut, banyak pihak yang langsung bereaksi. Di berbagai media, ada yang menyebut RUU IKN itu dinilai mengabaikan kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup di lokasi proyek. DPR dinilai gagal melahirkan jaminan perlindungan hak masyarakat, terutama masyarakat adat setempat.

Bahkan pengaturan dua siklus pemberian hak atas tanah di IKN dalam Pasal 16A bermasalah lantaran tidak dikenal dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Jangka waktu hak atas tanah ini bahkan lebih panjang dibanding Agrarische Wet 1870, produk kolonial yang hanya memberi konsesi selama 75 tahun.

Namun, regulasi HGU di IKN sekarang akan diberikan 190 tahun dalam dua siklus. Ini lebih kolonial dari aturan kolonial.

Sementara pihak lain mengatakan bahwa secara prinsip hukum, dua siklus pemberian HGU yang bisa mencapai 190 tahun itu tidak dilandasi rasio logis yang memadai. Aturan pertanahan tetap harus tunduk kepada UU Pokok Agraria sebagai umbrella act atau aturan payungnya.

Lebih parah, politik hukum dalam revisi UU IKN ini bukan untuk kepentingan rakyat banyak, melainkan mengobral lahan di calon ibu kota baru demi menarik minat investor. Ini jelas cara berpikir yang salah karena negara kita ini bukan republik investor.

Masih banyak ungkapan rakyat/netizen yang lebih buruk di berbagai media massa dan media sosial atas tindakan mereka berdua. Sebab, perbuatannya seolah untuk memudahkan perkara rakyat yang terus didera kesulitan, miskin, menderita, dan demi keadilan, tapi nyatanya, "itu" untuk kepentingan siapa?

Kehidupan nyata

Di luar kehidupan kaum elite di negeri ini, yang bersembunyi di balik partai politik, selalu berebut kursi jabatan, kedudukan, kekuasaan, yang ujungnya hanya demi mudahnya meraup harta benda dan uang rakyat untuk dirinya, keluarganya, partainya, pemodalnya (cukongnya), sikap mempersulit orang lain pun, kini dalam kehidupan nyata (rakyat jelata) semakin ikutan mendarah daging.

Bukan bergerak ke arah perbaikan, kesembuhan, tetapi malah bertambah parah dan menyesakkan pikiran dan hati.

Lihatlah bagaimana kehidupan sosial sebagian masyarakat kita? Di lingkungan masyarakat, di perkumpulan, instansi, institusi, di grup sosial, di grup kelompok, di grup kekeluargaan, dll. Siapa orang-orang yang dipandang ekonominya (harta, benda, uang) berkecukupan, tetapi tidak pernah tergerak pikiran dan hatinya ikut membantu memudahkan "perkara" di lingkungan masyarakat, di perkumpulan, instansi, institusi, di grup sosial, di grup kelompok, di grup kekeluargaan, dll.

Bahkan pada "hal yang wajib" seperti iuran dan lainya, sebab menjadi bagian dari anggota lingkungan masyarakat, di perkumpulan, instansi, institusi, di grup sosial, di grup kelompok, di grup kekeluargaan, dll, orang-orang yang miskin pikiran dan hati pun tetap mepersulit perkara di lingkungan masyarakat, di perkumpulan, instansi, institusi, di grup sosial, di grup kelompok, di grup kekeluargaan, dll yang seharusnya terbantu oleh anggotanya sendiri.

Pada akhirnya, khususnya bagi Umat Muslim, saya kutip sesuai
(HR. Muslim).

"Barang siapa yang membantu menghilangkan satu kesedihan (kesusahan) dari sebagian banyak kesusahan orang mukmin ketika di dunia maka Allah akan menghilangkan satu kesusahan (kesedihan) dari sekian banyak kesusahan dirinya pada hari kiamat kelak. Dan barang siapa yang memberikan kemudahan (membantu) kepada orang yang kesusahan, niscaya Allah akan membantu memudahkan urusannya didunia dan di akhirat. Dan barang siapa yang menutup aib orang muslim , niscaya Allah akan menutup aibnya dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan selalu menolong seorang hamba selama dia gemar menolong saudaranya"

Semoga, saya menjadi pribadi, bagian golongan orang-orang yang senantiasa berbuat cerdas, benar, dan baik dengan memudahkan "perkara" (urusan/masalah) orang lain, serta amanah, akan mendatangkan kemaslahatan umat dan bagi diri sendiri di dunia dan akhirat.

Tidak menjadi golongan orang-orang yang licik, tidak amanah, dan gemar mempersulit perkara orang lain di lingkungan masyarakat, di perkumpulan, instansi, institusi, di grup sosial, di grup kelompok, di grup kekeluargaan, dll. Aamiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun