Pemimpin yang seharusnya amanah, mengapa pikiran dan hatinya menjadi tertutup? Padahal jabatan amanah kekuasaannya tinggal menghitung hari. Tapi keputusannya akan menjadikan perkara bagi rakyat hingga 190 tahun. Bahkan, sebelumnya, dalam persoalan Pilpres sudah membuat gaduh dengan "menanggalkan" etika dan moral.
Sekarang bak Raja, tanpa persetujuan "rakyat" membuat aturan tentang Hak Guna Usaha (HGU) untuk calon investor Ibu Kota Nusantara (IKN) selama 190. Regulasinya tercantum dalam Pasal 9 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Aturan ditandatangani Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada Kamis, 11 Juli 2024. Isinya tentang insentif dan kemudahan fasilitas perizinan berusaha bagi para investor IKN. Perpres ini berfungsi untuk menjalankan perintah Undang-Undang atau UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang IKN.
"Investor diberikan Hak Guna Usaha (HGU) dengan jangka waktu hingga 95 tahun, yang bisa diperpanjang hingga dua siklus," demikian bunyi pasal tersebut.
Atas ambisi dan kepentingannya dengan membuat aturan tersebut, banyak pihak yang langsung bereaksi. Di berbagai media, ada yang menyebut RUU IKN itu dinilai mengabaikan kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup di lokasi proyek. DPR dinilai gagal melahirkan jaminan perlindungan hak masyarakat, terutama masyarakat adat setempat.
Bahkan pengaturan dua siklus pemberian hak atas tanah di IKN dalam Pasal 16A bermasalah lantaran tidak dikenal dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Jangka waktu hak atas tanah ini bahkan lebih panjang dibanding Agrarische Wet 1870, produk kolonial yang hanya memberi konsesi selama 75 tahun.
Namun, regulasi HGU di IKN sekarang akan diberikan 190 tahun dalam dua siklus. Ini lebih kolonial dari aturan kolonial.
Sementara pihak lain mengatakan bahwa secara prinsip hukum, dua siklus pemberian HGU yang bisa mencapai 190 tahun itu tidak dilandasi rasio logis yang memadai. Aturan pertanahan tetap harus tunduk kepada UU Pokok Agraria sebagai umbrella act atau aturan payungnya.
Lebih parah, politik hukum dalam revisi UU IKN ini bukan untuk kepentingan rakyat banyak, melainkan mengobral lahan di calon ibu kota baru demi menarik minat investor. Ini jelas cara berpikir yang salah karena negara kita ini bukan republik investor.
Masih banyak ungkapan rakyat/netizen yang lebih buruk di berbagai media massa dan media sosial atas tindakan mereka berdua. Sebab, perbuatannya seolah untuk memudahkan perkara rakyat yang terus didera kesulitan, miskin, menderita, dan demi keadilan, tapi nyatanya, "itu" untuk kepentingan siapa?
Kehidupan nyata