Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Pribadi yang Memudahkan

16 Juli 2024   09:24 Diperbarui: 16 Juli 2024   09:30 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iustrasi Supartono JW

Pemimpin yang seharusnya amanah, mengapa pikiran dan hatinya menjadi tertutup? Padahal jabatan amanah kekuasaannya tinggal menghitung hari. Tapi keputusannya akan menjadikan perkara bagi rakyat hingga 190 tahun. Bahkan, sebelumnya, dalam persoalan Pilpres sudah membuat gaduh dengan "menanggalkan" etika dan moral.

Sekarang bak Raja, tanpa persetujuan "rakyat" membuat aturan tentang Hak Guna Usaha (HGU) untuk calon investor Ibu Kota Nusantara (IKN) selama 190. Regulasinya tercantum dalam Pasal 9 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Aturan ditandatangani Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada Kamis, 11 Juli 2024. Isinya tentang insentif dan kemudahan fasilitas perizinan berusaha bagi para investor IKN. Perpres ini berfungsi untuk menjalankan perintah Undang-Undang atau UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang IKN.

"Investor diberikan Hak Guna Usaha (HGU) dengan jangka waktu hingga 95 tahun, yang bisa diperpanjang hingga dua siklus," demikian bunyi pasal tersebut.

Atas ambisi dan kepentingannya dengan membuat aturan tersebut, banyak pihak yang langsung bereaksi. Di berbagai media, ada yang menyebut RUU IKN itu dinilai mengabaikan kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup di lokasi proyek. DPR dinilai gagal melahirkan jaminan perlindungan hak masyarakat, terutama masyarakat adat setempat.

Bahkan pengaturan dua siklus pemberian hak atas tanah di IKN dalam Pasal 16A bermasalah lantaran tidak dikenal dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Jangka waktu hak atas tanah ini bahkan lebih panjang dibanding Agrarische Wet 1870, produk kolonial yang hanya memberi konsesi selama 75 tahun.

Namun, regulasi HGU di IKN sekarang akan diberikan 190 tahun dalam dua siklus. Ini lebih kolonial dari aturan kolonial.

Sementara pihak lain mengatakan bahwa secara prinsip hukum, dua siklus pemberian HGU yang bisa mencapai 190 tahun itu tidak dilandasi rasio logis yang memadai. Aturan pertanahan tetap harus tunduk kepada UU Pokok Agraria sebagai umbrella act atau aturan payungnya.

Lebih parah, politik hukum dalam revisi UU IKN ini bukan untuk kepentingan rakyat banyak, melainkan mengobral lahan di calon ibu kota baru demi menarik minat investor. Ini jelas cara berpikir yang salah karena negara kita ini bukan republik investor.

Masih banyak ungkapan rakyat/netizen yang lebih buruk di berbagai media massa dan media sosial atas tindakan mereka berdua. Sebab, perbuatannya seolah untuk memudahkan perkara rakyat yang terus didera kesulitan, miskin, menderita, dan demi keadilan, tapi nyatanya, "itu" untuk kepentingan siapa?

Kehidupan nyata

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun