Perilaku pragmatisme adalah sifat atau ciri seseorang yang cenderung berpikir praktis, sempit dan instant. Orang yang mempunyai sifat pragmatis ini menginginkan segala sesuatu yang dikerjakan atau yang diharapkan ingin segera tercapai tanpa mau berpikir panjang dan tanpa melalui proses yang lama.
Orang yang berperilaku pragmatis, belum terdidik, belum cerdas, miskin hati, maka sangat mudah menyepelekan, meremehkan, merendahkan, tidak menghargai  "sesuatu", dan lainnya.
Orang yang berperilaku pragmatis, sudah terdidik, sudah cerdas, miskin hati, maka akan licik, sangat mudah menyepelekan, meremehkan, merendahkan, tidak menghargai  "sesuatu", dan lainnya.
Bila ditelisik secara komprehensip, saya malah menyebut, sebagian besar manusia Indonesia yang seharusnya menjadi teladan di negeri ini, justru sudah terjangkit polusi pragmatisme yang maha hebat di setiap jiwa (pikiran dan hati) yang terpancar cerminannya dalam praktik di semua lini kehidupan?
Sampai-sampai, demi ambisi tahta, harta, dinasti, oligarki, putus urat malunya. Ada yang menelanjangi diri dengan perilaku asusila. Ada yang mengabaikan moral, etika. Padahal statusnya, seharusnya menjadi panutan, teladan.
Lihatlah! Dalam lingkungan keluarga, pertemanan, persahabatan, masyarakat, perkumpulan, kekeluargaan, organisasi masyarakat, Â instansi, institusi, parlemen, hingga pemerintahan. Dari rakyat jelata hingga yang menganggap dirinya kaum elite/sultan. Semua kini sulit membedakan mana yang sudah terdidik dan mana yang belum terdidik. Mana yang benar-benar beragama, bukan bertopeng.
Jiwa-raga, budi-hati
Terkait polusi pragmatisme ini, diberbagai media pun ramai menulis tentang apa yang diresahkan oleh Ketua Umum sebuah Partai Politik, yang juga sosok negarawati di Indonesia.
Apa yang diresahkan sosok ini, secara obyektif, sesuai fakta yang sudah saya ulas, pernyataannya: saya sangat setuju.
Sebagai rakyat jelata, saya juga berterima kasih karena sudah diingatkan tentang makna dari tiga stanza pada lagu kebangsaan "Indonesia Raya" yang selama ini "TERABAIKAN".
Stanza pertama: membangun jiwa dan badan karena tidak bisa membangun badan jika tidak ada jiwa.