Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tapera untuk Rakyat?

29 Mei 2024   13:01 Diperbarui: 29 Mei 2024   13:02 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


Bila lahirnya kebijakan memang untuk mengangkat derajat dan martabat rakyat, mengapa tidak kita dukung? Mengapa banyak pihak kontra terhadap kebijakan Tapera?Pahlawan UKT

Kemarin, Presiden Jokowi dianggap oleh berbagai pihak dan rakyat, mencari kesempatan agar dianggap sebagai "pahlawan" karena akibat Nadiem dipanggil Jokowi, Uang Kuliah Tunggul (UKT) dibatalkan pelaksanaannya tahun ini.

Sangat drama sekali, gara-gara Nadiem dipanggil Jokowi, UKT dibatalkan. Bagaimana kalau Jokowi tidak memanggil Nadiem? Berarti UKT tetap naik? Di balik drama ini, rakyat pun tahu, itu sekadar basa-basi yang basi.

Kini Tapera

Kini, terkait Tapera, lagi-lagi pernyataan Jokowi pun menjadi perbincangan berbagai pihak dan rakyat. Dilansir berbagai media nasional, Jokowi mengatakan pemerintah sudah menghitung kebijakan pemotongan gaji sebesar tiga persen untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Jokowi pun seolah tidak merasa berdosa dan bersalah, karena malah mangatakan bahwa masyarakat pasti akan menyesuaikan dengan kebijakan baru setelah regulasi berjalan saat memberikan keterangan pers usai inagurasi pengurus Gerakan Pemuda Ansor di Istora Senayan, kawasan Jakarta Pusat, Senin, 27 Mei 2024.

Bukannya ada kesan membela rakyat yang tentu akan ada yang dibuat susah karena Tapera, Jokowi malah mencontohkan saat diberlakukan BPJS Kesehatan di luar skema gratis yang sempat menjadi sorotan, setelah berjalan saya kira bisa merasakan manfaatnya rumah sakit tidak dipungut biaya, hal-hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan.

Apakah Jokowi sekarang tahu, rakyat sedang resah karena dia resmi mengubah kelas menjadi KRIS mulai tahun depan? Apakah terkait Tapera, Jokowi juga sudah membaca berbagai keluhan bahkan penolakan karena kibajakan dan aturan yang dibuatnya, tidak melibatkan rakyat sebelum diambil keputusan?

Udang di balik batu?

Bahkan saya membaca kritikan di medsos, dana potongan Tapera saat nanti digunakan, sesuai waktunya, di saat itu harga rumah sudah berapa, dan pastinya, saat itu, rumah yang didapat pun dari dana Tapera sepertinya hanya cukup untuk membangun tembok rumah tampak depan. Ini sindiran logis. Apakah benar Jokowi sudah sampai berpikir ke situ?

Atau Tapera ini, hanya sekadar jalan keluar dia yang ada udang di balik batu? Karena lagi butuh dana untuk IKN dan infrastruktur, dikebut sebelum lingsir?

Kasus ASABRI dan Jiwasraya

Saya juga membaca ada pegiat media sosial yang dulu dikenal sebagai buzzer Jokowi dalam dua periode, tetapi dia malah mencuit. Karena Tapera, jadi mengungkit kasus ASABRI dan Jiwasraya yang justru merugikan negara dan nasabah dengan nilai puluhan triliun rupiah.

Atas cuitan itu, ada media yang langsung mengingatkan bahwa kasus itu pada Agustus 2022 lalu, Mejelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memvonis Teddy Tjokrosapoetro, terdakwa kasus korupsi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri), terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi dan pencucian uang.

Direktur Utama PT Rimo International Lestari itu dihukum 12 tahun penjara Putusan majelis hakim sebagaimana dakwaan kesatu dan dakwaan kedua primair.

"Menjatuhkan pidana terdakwa tersebut dengan pidana penjara 12 tahun dan denda Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama satu tahun," ujar hakim ketua IG Eko Purwanto dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (3/8/2022).

Setali tiga uang PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tertua di Indonesia itu mengalami tekanan likuiditas sehingga ekuitas perseroan tercatat negatif Rp23,92 triliun pada September 2019. Selain itu, Jiwasraya membutuhkan uang sebesar Rp32,89 triliun untuk kembali sehat.

Sadarkah Jokowi bahwa kasus Jiwasraya merupakan puncak gunung es yang baru mencuat padahal permasalahan Jiwasraya sudah terjadi sejak tahun 2000-an?

Tapera keputusan sepihak

Kini, di tengah rakyat jelata tetap terpuruk dan menderita, tanpa ada kabar, Jokowi malah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.

Dalam Pasal 55 pp yang diteken pada 20 Mei 2024, Jokowi mengatur setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah menikah yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum diwajibkan menjadi peserta Tapera, tabungan perumahan rakyat. Bentuk tabungan yang menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah layak dan terjangkau bagi peserta.

Dasar hukumnya adalah UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Kemudian, Jokowi menerbitkan aturan pelaksanaan UU Tapera berbentuk Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang ditetapkan pada tanggal 20 Mei 2024.

Memang, Tapera bukan produk yang baru. Tetapi yang menjadi perbincangan adalah masalah pesertanya, bukan hanya PNS, tetapi pegawai swasta pun sesuai aturan diwajibkan.

Pada Pasal 7, dirinci jenis pekerja yang wajib menjadi peserta Tapera tidak hanya PNS atau ASN dan TNI-Polri, serta BUMN, melainkan termasuk karyawan swasta dan pekerja lain yang menerima gaji atau upah.

Untuk persentase besaran simpanan paling baru ditetapkan dalam Pasal 15 PP 21/2024. Dalam ayat 1 pasal tersebut, disebutkan besaran simpanan pemerintah tetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.

Sementara ayat 2 pasal yang sama mengatur tentang besaran simpanan peserta pekerja yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen.

Merujuk Pasal 24 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, Tapera bisa dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan bagi Peserta, meliputi:
a. Pembelian rumah milik baru
b. Pembangunan rumah
c. Perbaikan rumah.

Tapi, untuk pembiayaan pembelian perumahan, Tapera tak boleh dipakai secara asal. Pasalnya, penggunaannya dilakukan dengan syarat;
a. Untuk membeli rumah pertama
b. Hanya diberikan 1 (satu) kali
c. Mempunyai nilai besaran tertentu untuk tiap-tiap pembelian rumah.

Nah, drama Tapera ini, yang sepertinya memang dipaksakan karena ada udang di balik batu, melalui Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho dalam keterangan resmi kepada awak media, Senin (27/5/2024) mengatakan dana Tapera bisa dikembalikan pokok simpanan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir. Wow, seperti yang sudah diduga. Lihatlah pasalnya! Pasal 14 UU Tapera mengatur kepesertaan berakhir bila:
a. Telah pensiun bagi pekerja;
b. Telah mencapai usia 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pekerja Mandiri;
c. Peserta meninggal dunia
d. Peserta tidak memenuhi lagi kriteria sebagai peserta selama 5 (lima) tahun berturut-turut.

Tapera menambah derita

Berbagai pihak pun sampai detik ini masih tidak percaya, bila Jokowi bisa berbuat itu. Sebagai contoh, Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) mengkritik rencana pemerintah mewajibkan pekerja berusia minimal 20 tahun menjadi peserta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dan dipotong gajinya 2,5 persen.

Bahkan, Ketua Umum Konfederasi KASBI Sunarno mengatakan serikat buruh tidak pernah diajak dialog oleh pemerintah untuk membahas Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.

Kepada awak media, Selasa (28/5/2024), Sunarno menambahkan, pemerintah (baca: Jokowi) memutuskan aturan tersebut secara sepihak. Prinsip hak berdemokrasi dan musyawarah justru tidak dilakukan. Bahkan menilai pemerintah terlalu gegabah membuat PP 21. Padahal pemerintah tidak memahami mayoritas kesulitan yang dihadapi kaum buruh selama ini.

Seperti soal upah rendah, status kerja rentan dan mudah di PHK, pemberangusan serikat buruh, maraknya sistem kerja outsourcing hingga K3 yang buruk. Potongan-potongan gaji buruh saat ini sudah sangat besar. Tidak sebanding dengan besaran kenaikan upah buruh yang dinilai sangat kecil.

Potongan itu, di antaranya: BPJS Kesehatan 1 persen, Jaminan Hari Tua 2 persen, Jaminan Pensiun 1 persen, PPH 21 (take home pay) 5 persen dari PTKP, potongan koperasi, dan lain-lain. Kini akan ditambah potongan Tapera 2,5 persen dari buruh.

Apakah Jokowi paham sampai ke situ? Bayangkan! Bila upah buruh 2 juta sampai 5 juta/bulan. Maka potongan upah buruh bisa mencapai Rp250 ribu-Rp400.000 per bulan.

Sunarno juga menilai potongan tapera sudah jelas membebani buruh, mengingat buruh juga tidak langsung mendapatkan rumah dalam waktu cepat. Pemerintah seharusnya fokus untuk pengadaan rumah bagi buruh dari anggaran negara. Bukan malah memotong gaji buruh yang kecil tersebut sebagai modal investasi.

Atas situasi yang ada, KASBI pun meminta PP yang mengatur soal Tapera itu untuk dicabut. Terlebih, KASBI juga mencurigai pemotongan gaji untuk Tapera tersebut hanyalah modus politik untuk kepentingan modal politik dan kekuasaan rezim oligarki.

Maaf Pak Presiden, dari penjelasan yang saya urai, pertanyaannya, benarkah Tapera untuk rakyat? Bukan modus?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun