Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Egois, Individualis: Wujud Kegagalan Pendekatan Kepribadian, Pedagogi, Sosial, dan Keagamaan

6 Mei 2024   13:00 Diperbarui: 6 Mei 2024   13:11 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hasil statistik buruk itu, semakin melengkapi dan memberikan justifikasi, bahwa tanpa sentuhan kepribadian, pedagogi, sosial, dan keagamaan yang benar dan baik oleh STy kepada pemain, benar-benar mengukuhkan paradigma potret buruk pendidikan di Indonesia benar adanya. Konsisten terjadi. Para pemain, masih apa adanya dengan bekal pendidikan mereka.

Show off,  star syndrome, overconfidence, rendah hati

Pada akhirnya, saya menyimpulkan, bahwa hingga laga Timnas Indonesia  U-23 terakhir versus Irak, ibarat tanaman, STy telah menghasilkan buah (baca: pemain timnas) yang gagal menjadi manusia yang rendah hati.

Indikatornya, selain statistik buruk yang telah ditorehkan dan dicatat, nyatanya lahir buah/pemain yang beberapa kali tampil show off,  star syndrome, dan overconfidence. Sangat egois dan individualis, karena kegagalan STy membentuk pemain yang bermental dan berkarakter rendah hati. Kekeringan dalam sentuhan kepribadian, pedagogi, sosial, dan keagamaan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rendah hati adalah sifat tidak sombong atau tidak angkuh. Rendah hati sering juga disebut dengan tawaduk yang artinya tidak angkuh dan tidak sombong. Tidak egois. Tidak individualis. Seseorang yang memiliki sifat rendah hati selalu bersikap tenang, sederhana, dan sungguh-sungguh menjauhi perbuatan sombong. Menerima masukan, kritik, saran, mau belajar. Gemar instrospeksi dan merefleksi diri.

STy, memang telah membuktikan diri sebagai pelatih/guru yang mampu menaikan derajat sepak bola Indonesia. Namun, ibarat guru yang wajib memiliki empat kompetensi, sesuai Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 pasal 8, kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Maka, STy saya pertanyakan kompetensi kepribadiannya, pedagogiknya, dan sosialnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun