(2) Masalah besar berikutnya, sebab tidak menguasai bahasa Indonesia, STy pun sulit melakukan pendekatan kepribadian, pendekatan pedagogi, dan pendekatan sosial kepada para pemainnya. Padahal ketiga pendekatan tersebut baik secara individu atau tim adalaha vital, dalam rangka membuat intelegensi (otak) dan personality (hati/emosi) pemain menjadi cerdas.
Sebab terkendala bahasa, aspek  mencerdaskan otak dan hati pemain pun terkendala.
Akibat dari kelemahan STy dalam soal bahasa, kompetensi kepribadian, pedagogi, sosial, dan aspek keagamaan, maka para pemain pun meniru tingkah laku STy. Dalam laga-laga timnas, STy pun bahkan berulang kali mendapatkan kartu kuning. Sebab, dirinya belum kompeten dalam 4 aspek.
Bila STy saja terkena kartu kuning karena tidak dapat mengendalikan diri, alias kurang cerdas intelegensi dan personalitynya, bagaimana para pemain/muridnya tidak meniru?
Lihatlah, pelanggaran demi pelanggaran, kartu kuning demi kartu kuning, kartu merah-demi kartu merah, tindakan egois dan individualis yang berulang-ulang, yang semuanya dilakukan oleh para pemain, ini memberi bukti bahwa para pemain sangat kekeringan dalam sentuhan kepribadian, pedagogi, sosial dan keagamaan oleh STy, terlebih STy tidak mampu berbahasa Indonesia.
Kasus Marselino
Lihatlah, bagaimana Marselino yang memang egois dan individualis, malah tambah "ngegas" saat diberi masukan oleh Ketua Umum PSSI, yang langsung direspon oleh netizen, sebab melihat dan merasakan hal yang sama, bahwa permainan sepak bola itu 11 orang bukan 1 atau 2 orang.
Apakah Marselino menjadi instrospeksi, lalu rendah hati. Tambah pongah dan sombong. Bahkan beberapa pemain sepak bola ada yang membela Marselino. Saya sebut pemain yang membela Marselino ini, juga sama, lemah intelegensi dan personality. Tidak mampu melihat akar masalahnya.
Saat manusia Indonesia masih gagal dalam pembentukan karakter berbudi pekerti luhurnya, akibat masih gagalnya pendidikan di Indonesia. Saya pikir STy pun ikut andil membiarkan para pemain nasional yang dipilihnya, bertambah lemah otak dan hatinya.
Contoh Indra, Fakhri, Bima
Lihatlah attitude para pemain timnas Indonesia yang pernah diasuh Indra Sjafri, Fakhri Husaini, dan Bima Sakti, sangat kental nampak perilaku pemain, ada jejak sentuhan kepribadian, pedagogi, sosial, dan keagamaannya.
Lihatlah statistik laga-laga yang pernah mereka pimpin. Apakah timnya menjadi tim terburuk dalam melakukan pelanggaran demi pelanggaran. Apakah para pemainnya berlangganan membuat pelanggaran? Menjadi "member" kartu kuning dan kartu merah? Pelatihnya juga gemar mengantongi kartu kuning dari wasit?
Lihatlah statistik akhir Piala Asia U-23 2024. Timnas Indonesia U-23, di luar prestasi yang mengagetkan dunia, prestasi lainnya yang tidak disorot dan tersorot adalah;
(1) Juara 1, tim dengan jumlah pelanggaran terbanyak (99 pelanggaran sejak fase grup sampai perebutan juara tiga)
(2) Juara 1, tim dengan kartu merah (3 kartu)
(3) Juara 1, pemain dengan jumlah pelanggaran terbanyak diraih oleh Marselino, diikuti Ferrari dan Struick.
(4) Juara 1, pelatih dengan kartu kuning terbanyak.
(5) Juara 1, dengan pemain yang egois dan individualis.