Setelah Garuda Muda tidak berdaya, salah satunya karena ketidak hadiran Rafael Struick saat dibekuk Uzbekistan, menghadapi Irak, STy harus kehilangan Rizky Ridho.
Kembalinya Struick, jelas akan menghidupkan lagi lini serang Indonesia. Tetapi di saat bersamaan, kehilangan Ridho, juga menjadi celah mudah bagi Irak membombardir gawang Ernando.
Di sisi lain, saat meladeni Uzbekistan, selain rata-rata pemain Indonesia bermain dengan lemah intelegensi dan personality, faktanya membuat 20 pelanggaran, menghasilkan 3 kartu kuning dan 1 kartu merah, Ernando juga menjadi salah satu pemain yang selalu membahayakan gawangnya sendiri.
Publik sepak bola nasional tentu dapat menghitung sendiri, berapa kali tendangan Ernando nyangkut di kaki lawan dan langsung menghasilkan serangan balik. Berapa kali tendangan Ernando tidak menemui sasaran, alias ke luar lapangan permainan. Di sini, saya bilang, Ernando lemah sekali kecerdasannya.
Tim paling kotor
Dalam laga versus Irak, saya harap STy juga mawas diri. Sebelum laga versus Uzbekistan, berdasarkan catatan statistik AFC (29/4/2024), tim asuhannya menjadi tim terkotor di Piala Asia U-23 2024.
Catatannya, membuat 64 pelanggaran. Menempati urutan tim terkotor di Piala Asia, di atas Uzbekistan yang menorehkan 55 pelanggaran. Sementara, urutan 3 besar pemain terkotor, pembuat pelanggaran terbanyak ditempati oleh Marselino Ferdinan jadi pemain paling 'kotor' dengan catatan 9 pelanggaran. Disusul Muhammad Ferarri (8) dan Rafael Struick (8).
Attitude pemain kurang disentuh
Di luar prasangka TSM yang dibuat "panitia", atas catatan statistik, Indonesia menjadi tim paling kotor, bahkan saat meladeni Uzbekistan menambah 20 pelanggran, artinya total pelanggaran yang dilakukan oleh Indonesia berjumlah 84, ini membuktikan bahwa attitude pemain Indonesia kurang disentuh oleh STy.
Bukti 84 pelanggaran, lalu Marselino, Ferrari, dan Struick juga menjadi trio pemain kotor, menjadi cermin bahwa STy tidak menyentuh pikiran dan hati para pemain Indonesia dengan benar.
Saya sudah menyimpulkan, dua pelatih lokal saat membesut timnas, memakai pendekatan pedagogi ala mereka. Sehingga saya sebut ada pelatim timnas yang menggunakan "pedagogi ala Indra Sjafri" dan "pedagogi ala Bima Sakti".