Ada kesan TSM untuk singkirkan Indonesia, bahkan hingga laga perebutan juara tiga Piala Asia U-23. Ada fakta, pemain Indonesia seperti tidak disentuh pikiran dan hatinya, sebab tercatat ada bukti data yang dibuat panitia dan yang kita saksikan dalam setiap laga. Â Sehingga dalam laga perebutan juara tiga, lawan Indonesia yang sebenarnya adalah panitia, wasit, Irak, dan diri sendiri.
(Supartono JW.01052024)
Timnas Indonesia U-23 akan memainkan laga terakkhir menghadapi Irak dalam perebutan peringkat ketiga Piala Asia U23 2024 yang akan berlangsung di Stadion Abdullah bin Khalifa pada Kamis malam (2/5/2024).
Namun, sebelum laga digelar, bukan hanya publik sepak bola Indonesia yang kawatir akan terjadi kecurangan lagi yang dialamatkan kepada Garuda Muda. Tetapi berbagai pihak dan publik manca negara termasuk FIFA, juga kawatir, Piala Asia kembali dinodai oleh tindakan tidak terpuji wasit utama dan wasit VAR.
Seperti TSM, singkirkan Indonesia
Keberadaan Timnas Indonesia U-23, sebagai tim debutan di Piala Asia U-23 2024, bila saya analisis dari laga demi laga sejak fase grup, nampaknya memang ada yang sudah melakukan tindakan secara terstruktur, tersistem, dan masif (TSM).
Di fase grup, sepertinya "panitia" sudah secara TSM mengatur hasil laga pertama Indonesia untuk kalah dari tuan ramah Qatar. Dua aktor ditunjuk oleh "panitia" yang tentunya, sepertinya sudah mendapat kontrak dengan bayaran fantastis.
Aktor pertama bernama Nasrullo Kabirov dari Kirgistan, tugasnya menjadi wasit utama yang tidak malu memerankan lelucon dan lawakan sepak bola kelas Asia. Aktor kedua, salah satu wasit VAR dari Thailand, Sivakorn Pu-Udom, yang sangat getol mencari celah kesalahan yang dapat dijadikan hukuman untuk Indonesia.
Usai kerja sukses Nasrullo Kabirov dan Sivakorn Pu-Udom menerima "order" menyingkirkan Indonesia, publik sepak bola  dunia pun dibuat melupakan sejenak peristiwa lelucon sepak bola yang aktornya dapat diidentifikasi dengan benderang.
Pasalnya, Indonesia ternyata mampu bangkit dengan menyingkirkan Australia dan Yordania. Dunia pun tercengang. Keberhasilan Indonesia menekuk Australia dan Yordania, nampaknya tidak ada skenario dari "panitia". Tidak ada wasit utama dan wasit VAR yang ditugaskan menjegal Indonesia, karena, sepertinya, "panitia" berpikir tanpa dijegal, Indonesia juga pasti kalah.
Dugaan "panitia" salah. Bahkan, "panitia" tambah salah dengan tidak menugaskan aktor untuk menjegal Indonesia, saat di 8 besar harus berhadapan dengan Korea Selatan. Hasilnya, Indonesia pun menang lagi, karena "panitia" tidak membuat skenario.
Tetapi, apakah "panitia" rela, Indonesia menjadi satu dari 3 wakil Asia di Olimpiade, setelah Qatar gagal?
"Panitia" lalu membuat skenario penjegalan jilid dua. Kali ini menugaskan aktor asal China, Shen Yinhao, menjadi wasit utama, didampingi oleh aktor yang sudah berhasil menggagalkan Indonesia saat bersua Qatar, yaitu wasit VAR, Sivakorn Pu-Udom lagi.
Duet Shen Yinhao dan Sivakorn Pu-Udom kembali sukses menjalankan order "panitia". Mereka tidak peduli dengan lawakan yang mereka buat, meski dunia menontonnya.
Saya pikir, baik duet Nasrullo Kabirov dan Sivakorn Pu-Udom mau pun duet Shen Yinhao dan Sivakorn Pu-Udom, wajib dinvestigasi oleh FIFA. Sebab, telah membuat Piala Asia U-23 2024 menjadi ajang lawakan mereka, yang sepertinya sekadar menjalankan skenario "panitia", demi menjegal Indonesia.
Saya juga merasa yakin, karena "panitia" tidak ingin Indonesia menjadi wakil Asia di Olimpiade Paris melalui jalur Piala Asia U-23 2024, maka dalam perebutann juara ketiga pun, panitia sudah menyusun rencana lagi.
Rencana itu, dengan tetap menugaskan wasit VAR Sivakorn Pu-Udom, yang kali ini diduetkan dengan wasit utama asal Arab Saudi, Majed Mohammed Alshamrani yang sebelumnya sudah memimpin laga Indonesia vs Australia di Grup A Piala Asia U-23 2024.
Saat memimpin laga, meski wasit VARnya bukan Sivakorn Pu-Udom, Majed memiliki asis memberikan hadiah penalti bagi Australia. Beruntung, Ernando berhasil menggagalkan tendangan penaliti, dan Indonesia berbalik menang atas Australia.
Kini, di laga pamungkas perebutan tempat ketiga, sekaligus tiket ketiga wakil Asia untuk Olimpiade, rasa-rasanya, "panitia" kembali berulah dengan skenario menyingkirkan Indonesia melalui wasit utama dan wasit VAR. Kali ini duet Majed Mohammed Alshamrani dan Sivakorn Pu-Udom lagi. Luar biasa.
Apakah penugasan itu tidak disengaja atau disengaja? Apakah bukan TSM? Mengapa bila Indonesia yang menjadi wakil Asia di Olimpiade? Apakah ada yang dirugikan? Apakah AFC malu atau harus melayani "pihak" yang sudah "membeli?"
STy tidak punya pilihan
Terlepas dari prasangka TSM dari "panitia" yang dipikirkan berbagai pihak demi menyingkirkan Indonesia, dalam laga versus Irak, Shin Tae-yong (STy) juga tidak memiliki pilihan lain dengan skuatnya.
Setelah Garuda Muda tidak berdaya, salah satunya karena ketidak hadiran Rafael Struick saat dibekuk Uzbekistan, menghadapi Irak, STy harus kehilangan Rizky Ridho.
Kembalinya Struick, jelas akan menghidupkan lagi lini serang Indonesia. Tetapi di saat bersamaan, kehilangan Ridho, juga menjadi celah mudah bagi Irak membombardir gawang Ernando.
Di sisi lain, saat meladeni Uzbekistan, selain rata-rata pemain Indonesia bermain dengan lemah intelegensi dan personality, faktanya membuat 20 pelanggaran, menghasilkan 3 kartu kuning dan 1 kartu merah, Ernando juga menjadi salah satu pemain yang selalu membahayakan gawangnya sendiri.
Publik sepak bola nasional tentu dapat menghitung sendiri, berapa kali tendangan Ernando nyangkut di kaki lawan dan langsung menghasilkan serangan balik. Berapa kali tendangan Ernando tidak menemui sasaran, alias ke luar lapangan permainan. Di sini, saya bilang, Ernando lemah sekali kecerdasannya.
Tim paling kotor
Dalam laga versus Irak, saya harap STy juga mawas diri. Sebelum laga versus Uzbekistan, berdasarkan catatan statistik AFC (29/4/2024), tim asuhannya menjadi tim terkotor di Piala Asia U-23 2024.
Catatannya, membuat 64 pelanggaran. Menempati urutan tim terkotor di Piala Asia, di atas Uzbekistan yang menorehkan 55 pelanggaran. Sementara, urutan 3 besar pemain terkotor, pembuat pelanggaran terbanyak ditempati oleh Marselino Ferdinan jadi pemain paling 'kotor' dengan catatan 9 pelanggaran. Disusul Muhammad Ferarri (8) dan Rafael Struick (8).
Attitude pemain kurang disentuh
Di luar prasangka TSM yang dibuat "panitia", atas catatan statistik, Indonesia menjadi tim paling kotor, bahkan saat meladeni Uzbekistan menambah 20 pelanggran, artinya total pelanggaran yang dilakukan oleh Indonesia berjumlah 84, ini membuktikan bahwa attitude pemain Indonesia kurang disentuh oleh STy.
Bukti 84 pelanggaran, lalu Marselino, Ferrari, dan Struick juga menjadi trio pemain kotor, menjadi cermin bahwa STy tidak menyentuh pikiran dan hati para pemain Indonesia dengan benar.
Saya sudah menyimpulkan, dua pelatih lokal saat membesut timnas, memakai pendekatan pedagogi ala mereka. Sehingga saya sebut ada pelatim timnas yang menggunakan "pedagogi ala Indra Sjafri" dan "pedagogi ala Bima Sakti".
Dua timnas yang dibesut Indra mau pun Bima, nampak betul attitude para pemainnya, karena ada pendekatan keagamaan, individualis, dan kekeluargaan yang dilakukan Indra dan Bima. Di Garuda Muda yang kini di Qatar, nampaknya STy kurang kompeten dalam hal itu. Terlebih ada kendala bahasa, karena STy belum dapat berbahasa Indonesia, meski sudah mau 5 tahun menangani timnas Indonesia.
Semoga, di laga versus Irak, tidak ada skenario lanjutan dari "panitia". Semoga, ketidakhadiran Rizky Ridho, tidak berakhir gawang Ernando jadi lumbung gol. Ernando juga cerdas saat memberi umpan. Marselino, Ferrari, Struick, dan lainnya, tidak menambah perbendaharaan jumlah permainan  kotor Indonesia.
Tiket ketiga wakil Asia untuk Olimpiade Paris dapat digenggam Garuda, karena bermain cerdas otak dan hati, tidak bermain kotor. Tidak individualis dan egois. Tidak terpengaruh provokasi, sebab wasit utama dan wasit VAR, sepertinya ditugaskan mencari celah dan kesalahan pemain Indonesia, demi menyingkirkan Indonesia.
Hati-hati Garuda, Ada kesan TSM untuk singkirkan Indonesia, bahkan hingga laga perebutan juara tiga Piala Asia U-23. Ada fakta, pemain Indonesia seperti tidak disentuh pikiran dan hatinya, sebab tercatat ada bukti data yang dibuat panitia dan yang kita saksikan dalam setiap laga. Sehingga dalam laga perebutan juara tiga, lawan Indonesia yang sebenarnya adalah panitia, wasit, Irak, dan diri sendiri, kecerdasan otak (intelegensi) dan hati, emosi (personality)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H