Pasti, di mata dan hati rakyat yang skenarionya 58 persen, maka pemimpin kita ini nilai integritasnya 100 persen. Sangat berwibawa dan sangat jujur. Sebaliknya, di mata dan hati rakyat yang beritanya hanya 42 persen, pemimpin kita ini nilai wibawa dan kejujurannya bukan hanya 0 persen, malah minus sekian persen. Sebab, sudah tidak lagi punya etika dan moral.
Lihat, dalam Sidang PBB saja, perwakilan Kemenlu, demi jabatan dan kedudukan, rela mengorbankan diri berbuat memalukan di depan mata dunia, demi membela junjungannya.
Integritas hanya menjadi slogan.Sampai-sampai secara berjamaah, cara berpikir, berkata, berperilaku, dan bertindak jauh dari kebenaran dan kebaikan. Tidak lagi memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral.
Sadari bahwa integritas itu diawali dengan berpikir bukan berkata. Berpikir melahirkan pengetahuan, pemahaman, nilai, keyakinan dan prinsip. Orang yang berkata tanpa memikirkan terlebih dahulu dapat mengakibatkan penyesalan dikemudian hari, menyakiti perasaan orang lain, dan bahkan dapat menimbulkan kebencian.
Socrates berkata: "Dengan pikiran, seseorang bisa menjadikan dunianya berbunga-bunga atau berduri-duri."
Dengan demikian, pikiran bisa membuat kita bisa, mampu, dan pikiran berani membuat kita berani. Seperti yang dikatakan Dr. Ibrahim Elfiky bahwa pikiran positif menghasilkan perbuatan dan hasil yang positif.
Integritas harus dimulai dengan berpikir positif. Setelah berpikir positif, mengucapkan kata-kata. Perkataan akan menunjukkan kualitas seseorang. Kata-kata adalah magis, karena dapat mempengaruhi seseorang dalam berpikir dan bertindak sesuai hati nurani, mengerakan dirinya untuk berperilaku dan bertindak dengan baik dan benar.  Apa yang  dikatakan, harus tercermin dari perilaku dan tindakan yang benar dan baik dengan tetap memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral.
Orang-orang yang berintegritas benar dan baik dapat disimpulkan sebagai orang-orang selalu: jujur, tulus, dan dapat dipercaya. Lalu, bertindak transparan dan konsisten. Menjaga martabat dan tidak melakukan hal-hal tercela. Bertanggung jawab atas  amanah dan hasilnya. Bersikap objektif. Karenanya akan nampak berwibawa. Bukan pencitraan, topeng. Tidak seperti musang berbulu domba. Tampil dengan muka dan lidah yang manis, tetapi di belakang, penjilat, menusuk.
Dari berbagai literasi, disebutkan bahwa penjilat bukanlah karakter yang dibuat-buat, akan tetapi seperti karakter dari keturunan yang sangat sulit disembuhkan. Sekarang sedang menjadi orkestra di negeri ini.
Memanfaatkan hubungan dengan pihak berkuasa untuk mencapai tujuan pribadi, politik, atau golongan, tanpa mempertimbangkan kepentingan umum. Kepentingan rakyat. Bancakan uang rakyat, tetapi rakyat tetap diupayakan bodoh agar mereka dapat suara 50+1 atau sekarang 58 persen. Tidak butuh suara rakyat yang 42 persen. Meski uang rakyat yang 42 persen dipakai bancakan juga.
Itulah cara mereka merawat politiknya, di tahun ini, bansos menjadi senjata ujung tombak merebut hati dan suara rakyat "yang mana?".