Terbaru, dalam siaran berita di televisi, Senin pagi (4/3/2024) berbagai saluran televisi nasional yang menyiarkan berita tentang Pemilu, sekaligus menghadirkan narasumber, selalu ada pembahasan menyoal anomali yang tiba-tiba muncul dan aktual lagi.
Bila sebelumnya anomali dikaitkan dengan ketidaknormalan, penyimpangan dari normal atau kelainan dalam Pilpres. Kini anomali diduga terjadi dalam suara partai yang tiba-tiba melonjak mendekati ambang batas menuju parlemen di Senayan.
Anomali ini pun lengkap dengan bumbu "sayang anak". Sebab, dari yang dianggap sayang anak ini, sudah sangat terstruktur, tersistem, dan masif (TSM), bahkan sampai terang-terangan menunjukkan cawe-cawenya mendukung anaknya. Tidak lagi seperti model SENGKUNI dalam kisah pewayangan yang kelicikan dan kebusukannya hanya dilakukan di balik layar.
Cawe-cawe yang tidak lagi mengindahkan etika dan moral. Tidak lagi memakai akal sehat, sebab sedang memegang amanah memimpin bangsa dan negara yang tidak boleh memihak.
Jadi, cawe-cawe yang sudah tidak malu-malu lagi. Secara terang-terangan mendukung anaknya ikut bagian dalam kontestasi politik, bahkan dengan terlebih dahulu meneladani tidak tahu berterima kasih kepada pihak yang telah mengantarkan dirinya menjadi penguasa bangsa dan negara kepada partai yang memelihara dan membesarkannya. Ini yang diduga anomali pertama.
Yang diduga anomali kedua, menghalalkan segala cara demi mengantar anak pertamanya menjadi calon pemimpin bangsa dengan cara dinasti dan oligarki. Pun dengan cara TSM, termasuk anomali bansos.
Anomali berikutnya, menjadi jembatan dengan mengundang ketua parpol makan malam di istana Negara. Tetapi menjadi jembatan malah Jokowi sendiri yang menyebut saat ditanya oleh media.
Kemudian, yang diduga anomali lagi, belum lagi KPU mengumumkan siapa Presiden dan Wakil Presiden terpilih, tetapi sudah membahas menyoal makan siang gratis dalam kabinet.
Tidak berhenti di situ, drama yang diduga anomali karya pemimpin yang dijuluki oleh berbagai pihak dengan sebutan Pak Lurah ini, juga mengangkat menteri dari parpol yang selama 2 periode pemerintahan menjadi oposisi. Tujuannya juga ssbagai "jembatan".
Drama anomali berikutnya, dengan alasan yang seolah kuat, menganugerahi jenderal kehormatan kepada Capres yang diduga menjadi pelaku pelanggar HAM. Ini luar biasa. Banyak pihak dan media yang memberitakan bahwa ini adalah bagian dari kontrak politik, dsb.
Saya sendiri sedih, saat rakyat masih menderita terutama dengan harga kebutuhan pokok melonjak, Presiden kita ini, bersama para menterinya justru menikmati suasana santai dan akrab sambil makan-makan diringi musik atau malah bermain musik. Ini mirip sandiwara panggung, yang taglinenya "Menanti Durga usai pesta". Sebab, setelah malam akrab, makan-makan  dan ada musik, tentunya "gratis". Karena pakai duit rakyat. Ternyata, harga beras masih tinggi.