Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Memahami Perbuatan Anomali

4 Maret 2024   11:30 Diperbarui: 4 Maret 2024   13:00 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


Anomali adalah ketidaknormalan, penyimpangan dari normal atau kelainan. Dengan demikian, siapa pun yang melakukan tindakan dan perbuatan anomali, maka yang bersangkutan "sepertinya" sedang tidak normal, sedang menyimpang, dan ada kelainan.(Supartono JW.04032024)

Akibat Pemilu 2024 (Pilpres dan Pileg) masih terus muncul kata yang mendadak ngetren, yaitu anomali. Sesuai KBBI, anomali adalah ketidaknormalan, penyimpangan dari normal atau kelainan.

Maaf, sebagai rakyat jelata yang tidak memihak, selama dua periode pemerintah Presiden Jokowi yang mendekati berakhir, dalam mengkritisi kebijakan, sikap, dan perbuatan Jokowi melalui artikel, saya selalu obyektif.

Saat Jokowi melakukan kebijakan, sikap, dan perbuatan yang benar dan baik sebagai Presiden, saya tulis artikel yang memuji dan mendukung
kebijakan, sikap, dan perbuatan Pak Jokowi. Saya pro Pak Jokowi, tidak terpengaruh kepada pihak yang kontra. Sebab, kebijakan, sikap, dan perbuatan memang menurut saya benar dan baik untuk rakyat.

Tetapi, saat Jokowi melakukan
kebijakan, sikap, dan perbuatan yang menurut akal dan hati nurani tidak benar dan tidak baik, maka saya tulis artikel yang menyikapi, mengkritik, memberi masukan. Tidak harus saya terpengaruh oleh pihak lain atau masyarakat yang pro. Tidak ikut-ikutan.

Pemilu 2024 banyak anomali

Tetapi, terkait Pemilu 2024, kali ini, maaf, saya setuju dengan sikap dan pernyataan berbagai pihak di negeri ini, bahwa Jokowi, sepertinya memang melakukan perbuatan anomali.

Secara obyektif, saya ikut melihat dan merasakan, kebijakan, sikap, dan perbuatan Jokowi memang sepertinya ada yang terkategori anomali.

Karenanya, saya setuju dengan berbagai pihak dan rakyat yang bisa jadi (benar: versi KPU) hanya sekitar 40 persen, berpendapat bahwa Jokowi sudah tidak dapat dijadikan teladan sebagai pemimpin bangsa dan negara, meski (versi KPU: didukung 60 persen rakyat yang bersuara memilih Prabowo dan anaknya).

Bisa jadi, hanya 40 persen pihak/rakyat yang tidak memilih Prabowo-Gibran yang bertanya dalam hati sampai bersuara di berbagai media hingga turun ke jalan, apa betul pihak dan rakyat yang taruh kata jumlahnya 60 persen dari yang memilih Capres-Cawapres (sesuai hitungan KPU yang tidak pernah ada perubahan sejak awal penghitungan suara sampai detik ini), pikiran dan hati nuraninya benar-benar mendukung Jokowi (Prabowo-Gibran)?

Suaranya dalam mencoblos tidak digadai karena kebodohan, kemiskinan, dan penderitaan yang berkepanjangan karena dibuai oleh (bansos dll) yang sesaat, temporer, pancingan? Di sinilah dianggap banyak anomali, sampai akhirnya muncul desakan DPR menggunakan Hak Angket.

Beberapa yang diduga anomali

Terbaru, dalam siaran berita di televisi, Senin pagi (4/3/2024) berbagai saluran televisi nasional yang menyiarkan berita tentang Pemilu, sekaligus menghadirkan narasumber, selalu ada pembahasan menyoal anomali yang tiba-tiba muncul dan aktual lagi.

Bila sebelumnya anomali dikaitkan dengan ketidaknormalan, penyimpangan dari normal atau kelainan dalam Pilpres. Kini anomali diduga terjadi dalam suara partai yang tiba-tiba melonjak mendekati ambang batas menuju parlemen di Senayan.

Anomali ini pun lengkap dengan bumbu "sayang anak". Sebab, dari yang dianggap sayang anak ini, sudah sangat terstruktur, tersistem, dan masif (TSM), bahkan sampai terang-terangan menunjukkan cawe-cawenya mendukung anaknya. Tidak lagi seperti model SENGKUNI dalam kisah pewayangan yang kelicikan dan kebusukannya hanya dilakukan di balik layar.

Cawe-cawe yang tidak lagi mengindahkan etika dan moral. Tidak lagi memakai akal sehat, sebab sedang memegang amanah memimpin bangsa dan negara yang tidak boleh memihak.

Jadi, cawe-cawe yang sudah tidak malu-malu lagi. Secara terang-terangan mendukung anaknya ikut bagian dalam kontestasi politik, bahkan dengan terlebih dahulu meneladani tidak tahu berterima kasih kepada pihak yang telah mengantarkan dirinya menjadi penguasa bangsa dan negara kepada partai yang memelihara dan membesarkannya. Ini yang diduga anomali pertama.

Yang diduga anomali kedua, menghalalkan segala cara demi mengantar anak pertamanya menjadi calon pemimpin bangsa dengan cara dinasti dan oligarki. Pun dengan cara TSM, termasuk anomali bansos.

Anomali berikutnya, menjadi jembatan dengan mengundang ketua parpol makan malam di istana Negara. Tetapi menjadi jembatan malah Jokowi sendiri yang menyebut saat ditanya oleh media.

Kemudian, yang diduga anomali lagi, belum lagi KPU mengumumkan siapa Presiden dan Wakil Presiden terpilih, tetapi sudah membahas menyoal makan siang gratis dalam kabinet.

Tidak berhenti di situ, drama yang diduga anomali karya pemimpin yang dijuluki oleh berbagai pihak dengan sebutan Pak Lurah ini, juga mengangkat menteri dari parpol yang selama 2 periode pemerintahan menjadi oposisi. Tujuannya juga ssbagai "jembatan".

Drama anomali berikutnya, dengan alasan yang seolah kuat, menganugerahi jenderal kehormatan kepada Capres yang diduga menjadi pelaku pelanggar HAM. Ini luar biasa. Banyak pihak dan media yang memberitakan bahwa ini adalah bagian dari kontrak politik, dsb.

Saya sendiri sedih, saat rakyat masih menderita terutama dengan harga kebutuhan pokok melonjak, Presiden kita ini, bersama para menterinya justru menikmati suasana santai dan akrab sambil makan-makan diringi musik atau malah bermain musik. Ini mirip sandiwara panggung, yang taglinenya "Menanti Durga usai pesta". Sebab, setelah malam akrab, makan-makan  dan ada musik, tentunya "gratis". Karena pakai duit rakyat. Ternyata, harga beras masih tinggi.

Pada akhirnya, saya melihat di lingkungan sekitar saya, di lingkungan kegiatan saya, di lingkungan pekerjaan saya, hingga di lingkungan kegiatan hobi saya, masyarakat sudah malas, bahkan cenderung antipati menyebut apalagi berbicara terkait politik, khususnya Pilpres 2024

Pertanyaannya, mengapa masyarakat menjadi antipati? Tidak nampak mana bagian masyarakat yang versi KPU 60 persen bersuara untuk calon pemenang, sesuai proses perhitungan real count. Benarkah yang 60 persen memberikan suara ini karena kecerdasan dan hati nuraninya?

Benarkah yang 40 persennya lagi, karena memang cerdas dan punya hati nurani. Tahu etika dan moral. Tidak melakukan perbuatan anomali?

Antipati dalam KBBI didefinisikan sebagai suatu penolakan atau perasaan nggak suka yang kuat.

Menutup artikel ini, sedih dengan Pemilu 2024. Banyak dugaan perbuatan anomali, melengkapi skenario dan penyutradaraan sandiwara TSM. Siapa penulis naskahnya, siapa sutradaranya. Dan, siapa aktor-aktris dan para pemeran pembantunya. Siapa yang memiliki kepentingan di baliknya, sangat mudah dibaca dan ditebak.

Maaf, kalau saya bertanya kepada dokter penyakit jiwa, yang melakukan perbuatan anomali di kehidupan nyata itu, apa bisa dikategorikan sudah "sakit jiwa?"
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun