Maaf dan tolonglah, setop mengundang narasumber yang statusnya "abu-abu". Narasumber seperti ini, bahkan rata-rata "tengil", sama sekali tidak memberikan manfaat pendidikan, pencerdasan, hiburan, dan pencerahan politik bagi rakyat.
Berbeda dengan narasumber yang statusnya jelas, Â bersikap dan berbicara pun sesuai statusnya, sesuai kompetensinya. Berdebat panas dalam acara, namun kecerdasan intelegensi dan personalitynya dapat diteladani oleh audien dan pemirsa, sebagai pendidikan politik yang benar dan baik. Pun mencerdaskan, menghibur, memberikan pencerahan wawasan.
Jadi, mengingat akhir dari Pemilu 2024 ini masih akan beberapa hari ke depan, dan acara terkait Pemilu 2024 masih akan terus ada, mohon selektiflah dalam memilih dan mengundang narasumber. Setop mengundang narasumber yang tengil.
Membuka wawasan, bukan menyesatkan
Dari sekian banyak acara televisi yang mengundang narasumber, Â dari yang saya ikuti pada Senin dan Selasa (19-20/2/2024), ada pendidikan positif dari pernyataan-pernyataan narasumber yang diundang, karena kompeten sesuai dengan statusnya, pun tampil mencerdaskan, menghibur, dan mencerahkan. Sehingga memberikan wawasan tentang kondisi yang bisa jadi benar, tidak menyesatkan.
Beberapa pernyataan yang dapat saya rangkum, narasumber berbicara:
(1) "Ada alat yang maksudnya digunakan untuk membantu rakyat menjadi tahu proses penghitungan hasil Pemilu secara digital dan transparan, tetapi alat itu bermasalah. Seolah malah menunjukan sebagai alat untuk membantu kecurangan."
(2) "Penghitungan dengan alat bantu "itu" diperintah untuk dihentikan. Tetapi, anehnya, penghitungan manual, juga ada yang diperintah untuk dihentikan. Meski tidak ada hubungannya. Kok, bisa?"
(4) "Ada yang bilang, bila menganggap kondisi politik (baca: Pemilu 2024) di Indonesia normal, sejatinya, yang bersangkutanlah yang sedang tidak normal."
(5) "Ada pihak yang mengatakan, kecurangan Pemilu sudah direncanakan secara terstruktur, tersistem, dan masif. Tetapi, kini  rakyat sedang digiring dengan opini penghitungan real count setelah quick qount diminta dihentikan. Agar rakyat lupa dengan kecurangan yang terstruktur, tersistem, dan masif."
(6) "Sekitar 80 persen rakyat Indonesia tidak lulus SMP, sekitar lebih dari 70 persen rakyat yang memiliki hak pilih, tidak paham politik. Tetapi mereka tetap menjadi pemeran utama dalam Pemilu 2024 karena sesuai UU Pemilu, suaranya dibutuhkan untuk memenangkan Paslon."
(7) "Bila ada kecurangan dalam Pemilu, silakan kumpulkan bukti dan laporkan. Sebab, sudah ada jalurnya."