Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bila dalam Pemilu, Syarat Pemilih Memiliki: Surat Izin Memilih (SIM)

20 Februari 2024   00:39 Diperbarui: 20 Februari 2024   00:42 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Seandainya, syarat rakyat yang memiliki hak pilih dan hak dipilih dalam Pilpres, bukan sekadar minimal sudah berusia 17 tahun. Maka, benang kusut Pilpres, juga Pileg tidak akan selalu kusut dan bertambah kusut.

Semisal rakyat yang memiliki hak pilih dalam Pilpres, minimal sudah memiliki Surat Izin Memilih (SIM) dalam Pemilu melalui tes, atau berpendidikan sarjana, seperti syarat minimal menjadi guru PAUD. Lalu, syarat minimal Calon Legeslatif (Caleg) minimal Magister (S2), bukan sekadar figur publik atau artis.

Bila syarat ini diperhatikan, khususnya menyangkut hak pilih, maka rakyat jelata tidak akan selalu dijadikan obyek keuntungan pihak penjajah pribumi, penerus akal licik penjajah kolonialisme.

Seseorang yang telah mengantongi SIM C saja, belum tentu dapat menjadi pengemudi motor yang cakap/kompeten, karena cara mendapatkan SIM, juga masih bisa dengan cara "klasik". Jadi, SIM yang dimiliki dapat tidak mencerminkan seseorang tahu teori dan praktik berkendara yang benar dan baik.

Maka, bila seseorang diberikan hak memilih calon Presiden/Gubernur/Bupati/Wali Kota, syaratnya hanya sudah berusia minimal 17 tahun. Sudah tentu, belum cakap dalam pengetahuan politik, apalagi praktik politik, kepemimpinan, hingga kekuasaan.

Pemilu, rakyat bisa makan

Untuk hidup saja susah. Rakyat yang masih dibuat bodoh, miskin, dan menderita dalam arti sebenarnya, maka dalam kesehariaannya lekat dengan cara berpikir: "Hari ini bisa makan atau tidak?" Bukan, "Hari ini mau makan apa?" Hari ini mau makan di mana?" Hari ini mau makan siapa?"

Karenanya, momentum Pemilu bagi rakyat golongan ini adalah berkah. Akan ada bansos, akan ada uang kaget, dll. Yang semua itu bukan sekadar makan siang gratis. Ada imbalan yang diharapkan, yaitu suara untuk pihak yang telah berbaik hati, tapi di atas kelicikan.

Jadi, momentum Pemilu/Pileg, adalah berkah yang membuat mereka: "Alhamdulillah, untuk beberapa hari, kita bisa makan."

Hak memilih, kedaulatan rakyat

Memang, terkait hak memilih, maka sama dengan kedaulatan rakyat. Dikutip dari Bawaslu.go.id, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, ada beberapa pasal yang mengatur tentang hak memilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun