Karenanya, tampilan tiga Capres dan tiga Cawapres, dapat mencerminkan hasil pendidikan Indonesia, sekaligus pendidikan pribadi mereka selama di bangku sekolah/kuliah/kehidupan/pekerjaan nyatanya.
Ada yang sudah nampak bekal keterampilan berbahasa dan sastranya, ada yang jauh dari ekspetasi, bahkan memprihatinkan.
Fungsi sastra
Mari kembali memahami sastra. Sastra adalah kata serapan dari bahasa Sansekerta yaitu shaastra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman". Shaastra berasal dari kata dasar  shaas- yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi, dan tra yang berarti alat atau sarana. Singkatnya, sastra adalah alat atau sarana mengarahkan, mengajar, dan memberi petunjuk atau instruksi. Wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.
Oleh karena itu, bagi kehidupan manusia, sastra memiliki fungsi
1). Rekreatif, yaitu untuk memberikan kesenangan atau hiburan bagi pembaca/penonton/apresiatornya.
2). Estetis, sastra mampu memberikan keindahan bagi pembaca/penonton/apresiatornya.
3). Moralitas, sastra juga memberikan pengetahuan terhadap pembaca/penonton/apresiatornya tentang moral benar atau salah, Â baik atau pun buruk.
4). Didaktif, sastra dapat mengarahkan atau mendidik pembaca/penonton/apresiatornya dari nilai yang terkandung di dalamnya.
5). Religius, sastra menghadirkan karya yang di dalamnya mengandung unsur ajaran agama yang nantinya bisa diteladani oleh pembaca/penonton/apresiatornya.
Selain itu, fungsi sastra menurut Horace (seorang penyair Amerika), adalah dulce et utile yang berarti menyenangkan dan berguna. Menyenangkan dalam arti tidak membosankan, dan berguna dalam artian tidak membuang-buang waktu atau bukan sekadar perbuatan iseng.
Diri kita
Dari pemahaman sastra, yang mungkin tidak tuntas kita pelajari di bangku sekolah/kuliah, pun jarang kita dekat di dunia nyata, apakah selama ini saya sudah termasuk orang yang "dekat" dengan sastra?
Bila sudah dekat dengan sastra apakah karena sastra, saya sudah menjadi orang yang rekreatif, estetis, moralis, didaktif, dan religius karena sastra? Sehingga mampu dan selalu berusaha untuk berbuat dengan kecerdasan intelektual dan emosional baik untuk diri sendiri dan kepada orang lain/pihak lain?
Atau sebaliknya, karena sastra, saya menjadi orang yang tidak rekreatif, tidak estetis, tidak moralis, tidak didaktif, dan tidak religius. Menjadi orang yang licik karena lemah kecerdasan intelektual dan emosional?