Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Agar Tidak Berbuat Bohong dan Berbohong?

4 Desember 2023   23:15 Diperbarui: 4 Desember 2023   23:50 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai manusia biasa dan rakyat jelata, semoga saya selalu dapat menghindari serta terhindar dari berbuat bohong dan berbohong, sebab saya dapat merasakan sedih dan sakitnya pikiran dan hati, saat ada orang atau pihak lain yang berbuat bohong dan berbohong kepada saya.

(Supartono JW.04122023)

Perjalanan hidup manusia di dunia, siapa pun, tentu pernah memiliki pengalaman melakukan perbuatan bohong, berbohong atau pernah dibohongi oleh manusia lainnya.

Namun, antara bohong, berbohong, dan dibohongi, hingga detik ini, nilai rasanya akan lebih menyakitkan, bila kita dibohongi oleh seseorang atau pihak tertentu. Baik disengaja atau tidak sengaja. Sadar atau atau tidak sadar.

Lebih jahat, ada media sosial yang membuka tabir seseorang atau pihak lain bohong dan berbohong, tetapi pelakunya tidak menyadari ada pihak lain yang luput dari skenario, membuka aib perbuatan bohong dan berbohong seseorang, dengan membagikan foto/video/cerita.

Makna bohong dan turunannya

Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bohong bermakna tidak sesuai dengan hal (keadaan dan sebagainya) yang sebenarnya.

Turunan dari bohong di antaranya: berbohong, artinya menyatakan sesuatu yang tidak benar, berbuat bohong. Membohong, maknanya mengatakan sesuatu yang tidak benar.  Membohongi, berarti berbohong, berdusta. Membohongkan, bermakna menyatakan (mengatakan, meng anggap), menyangkal,  mengingkari. Bohong-bohongan, bukan yang sebenarnya. Pembohong, orang yang suka membohong, berbohong. Dan, kebohongan adalah perihal bohong.

Dalam kehidupan nyata, bohong dan  berbohong, sebab menjadi salah satu tabiat manusia, maka berlaku universal. Pelaku bohong dan berbohong tidak memandang anak-anak atau orang dewasa. Tidak memandang golongan rakyat jelata, tokoh agama, hingga pemimpin bangsa. Sekecil apa pun, dalam konteks apa pun, tentu semua pernah melakukan bohong dan berbohong.

Apalagi di tahun politik seperti sekarang, di masa sulit seperti sekarang, karena rakyat masih tetap belum sejahtera dan masih menderita, maka demi bertahan dalam berbagai lini kehidupan, hidup adalah kebohongan.

Kita dibohongi setiap hari oleh media massa, media sosial, pengiklan, pasangan hidup, keluarga, saudara, teman, sahabat, rekan kerja, pengusaha, pedagang, tukang, penjual, orang kaya, orang miskin, elite negeri, politikus, partai, koruptor, sampai oleh pemimpin, dll

Mengapa bohong dan berbohong, ingat Pinokio?

Wajib kita sadari, bohong dan berbohong, sejatinya sedang menipu diri sendiri. Menggunakan topeng-topeng dusta.

Membincang bohong dan berbohong, tentu juga mengingatkan kita akan dongeng Pinocchio.

Pinocchio adalah dongeng yang sangat populer, diasosiasikan sebagai kebohongan. Kisahnya,
pada 1883, Carlo Collodi, penulis dongeng asal Italia, menciptakan karakter protagonis dalam kisah klasik The Adventures of Pinocchio.

Dikisahkan, Pinocchio (baca: Pinokio), awalnya sebuah boneka kayu yang dibuat oleh pemahat Geppeto. Ia berubah menjadi anak laki-laki lewat bantuan peri.

Dalam petualangannya sebagai anak laki-laki, ia memiliki karakter nakal dan suka berbohong. Setiap kali berbohong, maka hidungnya bertambah panjang. Pinokio pun gelisah.

Di akhir kisah, Pinokio menyesali perbuatannya. Tidak lagi berbohong kepada Geppeto dan siapa pun. Pinokio pun berubah menjadi anak laki-laki nyata yang baik. Hidungnya tidak lagi panjang, tetapi kembali normal.

Nilai-nilai atau amanah dari dongeng Pinokio adalah mengedukasi, mendidik, dan mengajarkan kepada anak-anak untuk tidak berbuat bohong dan berbohong.

Apakah dongeng Pinokio ini, sekarang berhasil mengedukasi manusia untuk kehidupan di dunia nyata?

Jauh sebelum ada dongeng Pinokio, masing-masing agama telah mengajarkan bahwa bohong dan berbohong adalah perbuatan dosa.

Tapi ternyata, tetap saja manusia tidak pernah terhindar dari perbuatan bohong dan berbohong.

Berikutnya, ada pertanyaan: Mengapa seseorang memutuskan sampai memilih berbuat bohong dan berbohong?

Dari berbagai literasi, di antara jawabannya adalah karena upaya untuk menyelamatkan diri, citra, nama baik, atau karena ada faktor tekanan dari luar dirinya.

Dapat pula dipastikan, anak-anak maupun orang dewasa termotivasi untuk bohong dan berbohong karena alasan yang sama, hanya isinya yang berbeda.

Dikutip dari The Truth About Lying (2022), Profesor Victoria Talwar dari Departemen Psikologi Pendidikan dan Konseling, Univeristas McGill, menyebut bahwa secara umum kebohongan terjadi karena alasan dari mementingkan diri sendiri hingga altruistik.

Talwar mengelompokkan kebohongan dalam beberapa kategori, antara lain:
1) Kebohongan untuk menghindari dampak buruk/hukuman.
2) Kebohongan untuk kepentingan pribadi.
3) Kebohongan untuk merawat citra.
4) Kebohongan untuk bersikap sopan.
5) Kebohongan untuk membantu orang lain atau kelompok.
6) Kebohongan altruistik.

Altruistik adalah tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun, kecuali telah memberikan suatu kebaikan (Sears dalam Pujiyanti, 2009).

Hati-hati

Kecenderungan pada orang-orang yang terbiasa bohong dan berbohong, akan terus bohong dan berbohong. Menganggap bohong dan berbohong menjadi perbuatan wajar, bukan perbuatan dosa.

Bohong dan berbohong juga sebagai buntut atau akibat untuk menutup tindakan bohong dan berbohong sebelumnya.

Lihatlah koruptor! Awalnya korupsi kecil-kecilan. Karena tidak ketahuan, menjadi biasa dan terbudaya. Lama-lama, menjadi candu dan terbiasa mewajarkan tindakan dirinya sendiri untuk berbuat bohong dan berbohong.

Lihatlah para politikus! Apakah yang mereka lakukan di antaranya tidak terselip kebohongan dan kebohongan demi mendapatkan simpati rakyat?

Apakah selama ini, rakyat tidak dibohongi para pemimpin bangsa? Apakah benar, infrastrukutur seperti jalan tol hingga IKN bukan proyek bohong? Benar-benar untuk kepentingan rakyat? Bukan untuk kepentingan yang telah "menguasai" negeri?

Sekali lagi, sebagai manusia biasa dan rakyat jelata, semoga saya selalu dapat menghindari serta terhindar dari berbuat bohong dan berbohong, sebab saya dapat merasakan sedih dan sakitnya pikiran dan hati, saat ada orang atau pihak lain yang berbuat bohong dan berbohong kepada saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun