Kan ku jaga
Rasa yang ada di jiwa ini
Karna ketulusanmu
Tertanam sampai akhir hidupku
Meski jarak kan pisahkan kita
Sesuai liriknya, di bait pertama, mengisahkan betapa sudah ada perjalanan kisah yang tidak terjadi begitu saja. Dan, kisah yang terjadi, berdasarkan pondasi atas rasa yang ada di dalam jiwa.
Di bait kedua, hadirnya seseorang dengan kebaikan dan ketulusannya, membuat rasa di dalam jiwa yang telah lama mati, membuka hati dan menyembuhkan luka dalam dirinya.
Pada akhirnya, di bait ketiga, diungkap ulang bahwa kebaikan membuat rasa di jiwa yang telah lama mati dapat kembali.
Dan, tidak ada kata lain bahwa kebaikan dan ketulusan itu wajib dijaga. Kebaikan dan ketulusan yang sampai ke dalam pikiran dan hati, sudah pasti kuat tertanam hingga akhir hidup, meski pun jarak, nantinya akan memisahkan.
Dalam kehidupan nyata
Mengapa saya menulis lagu Ku Jaga dengan lirik seperti demikian? Tentu, lirik menyesuaikan alur cerita dalam drama. Lalu ending cerita juga saya buat akhir yang bahagia (happy ending).
Namun, sejatinya, lagu Ku Jaga, bila diterapkan dalam kehidupan nyata, bukan hanya ditempelkan pada urusan rasa, urusan cinta, maka akan signifikan bila diaplikasikan dalam urusan apa pun.
Misal, mulai dari diri sendiri, tentu kita wajib berbuat kebaikan dan ketulusan kepada siapa pun, dalam hal apa pun. Bila kita sudah mampu berbuat baik dan melakukannya dengan tulus, maka wajib dijaga agar kita tidak menjadi orang yang tidak baik dan perbuatan baiknya tidak tulus.
Dalam lingkungan keluarga, saudara, pertemanan, persahabatan, hingga lingkungan masyarakat, kebaikan yang tulus, sangat didambakan oleh semua pihak. Meski, dalam praktiknya, ada orang yang berbuat baik tetapi tidak tulus. Karena ada maunya, ada udang di balik batu. Sebaliknya ada orang yang tulus, tetapi belum mampu melakukan perbuatan yang baik.