Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

(20) Daya Beli Masyarakat Kontraksi, Sebab Tahu Diri, Menahan Diri?

11 April 2023   11:22 Diperbarui: 11 April 2023   11:31 1454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Orang-orang yang mampu "menahan diri", tahu bahwa dirinya: kaya pikiran, kaya hati, kaya harta dari jalan yang benar dan baik. Tahu bahwa dirinya: kaya pikiran, kaya hati, tetapi masih miskin harta, dan tetap di jalan yang benar dan baik.

(Supartono JW.Ramadan20.1444H.11042023)

Penghujung fase 10 hari kedua, maghfirah/magfirah, hari ke-20 Ramadan 1444 Hijriah, ada yang sangat menarik di ulas.

Smartphone masyarakat menjadi mata

Di satu sisi, masyarakat yang bergaya hidup hedon, sudah mulai tengkurap alias bersembuyi, sebab sudah ada contoh, harta benda dan uang yang didapatkan suami/istri yang menjadi kekayaannya justru malah diselidiki asal-usulnya oleh KPK, karena tidak sesuai dengan fakta atau realitas sesuai jabatannya dalam pekerjaan atau bisnis.

Bahkan, mengingat begitu masifnya berita negatif tentang kelakuan oknum pegawai pajak, bukan tidak mungkin dampaknya juga akan dirasakan oleh pegawai pajak yang lain. Minimal, mereka akan ikut menanggung malu. Ibarat kata, jika dulu para pegawai pajak ini mudik atau pulang kampung dengan membawa kebanggaan, sebagai pegawai pajak,  sekarang sudah tidak bisa lagi, sebab masyarakat sudah memandang lain. 

Sejatinya, sebelum kasus Mario Dandy mencuat, hingga dampaknya bukan saja kepada orangtuanya yang kini dimiskinkan,  sudah sejak dulu, pemikiran masyarakat, bila ditanya apa pendapat tentang tetangga yang pegawai pajak, jawabnya, kaya, hasil korupsi. 

Lebih dari masalah hedon dan pegawai pajak, kini di Republik ini, tanpa disadari, seluruh smartphone masyarakat sudah menjadi mata yang tajam, lebih dari intel dan wartawan. Jadi, jangan coba-coba membuat suasana "gaduh" atau yang aneh-aneh. Sebab, menjadi santapan smartphone publik dan viral.

OKB, OKS, kaya pikiran dan hati

Seiring dengan tatapan mata masyarakat kepada orang-orang yang sombong dan pongah, bergaya hedon dan sok sultan di negeri ini, padahal cara mendapatkan uang dan harta bendanya juga sudah banyak yang dipastikan dengan cara korupsi, gratifikasi, hingga pencucian uang, dan lainnya, seharusnya, Orang Kaya Baru (OKB) meneladani Orang Kaya Sejati (OKS) yang mendapatkan kekayaan dari cara yang benar, baik, dan halal. Kekayaannya  pun sampai bermanfaat turun-temurun hingga tujuh turunan, tetapi gaya hidupnya sederhana. 

Memang orang yang cerdas intelegensi (otak) dan cerdas personality (kepribadian) akan lebih tahu diri, lebih mawas diri, lebih rendah hati, dalam hal memperlakukan kekayaan atau kemiskinan hartanya di depan masyarakat, baik dalam situasi miskin atau kaya harta, karena kaya pikiran dan kaya hati. Dalam situasi miskin atau kaya harta, mereka pun tetap berbagi dan menghargai.

Paham masyarakat Indonesia masih terus didera ketidakadilan dan penderitaan. Miskin pemikiran karena masih belum mendapatkan kesempatan dalam hal pendidikan. Yang sudah dapat pendidikan, juga masih belum dapat dibanggakan. Pendidikan Indonesia terus tercecer dari negara lain.

Akibatnya, masyarakat Indonesia juga terus miskin harta karena belum berpendidikan dan yang berpendidikan pun belum sesuai harapan. Karenanya terus menjadi obyek kelicikan para elite di negeri ini yang menguasai segala lini, dengan program unggulan, menjadikan rakyat adalah kendaraan mereka untuk meraih kedudukan, kekuasaan, tahta, dan harta. Rakyat terus dibodohi.

Daya beli masyarakat kontraksi

Akibatnya, fakta di bulan Ramadan 1444 Hijriah, kendati virus Corona bisa dianggap sudah lenyap, tetapi daya beli masyarakat jelang lebaran, ternyata tetap mengalami kontraksi.

Kontraksi adalah pengerutan (sehingga menjadi berkurang panjangnya), proses atau hasil pemendekan suatu bentuk kebahasaan, tarik-menarik antara atom dalam sebuah molekul, penegangan; pengerasan; penguncupan (tentang otot), kerunyutan (tentang parut luka).

Dengan begitu dapat diartikan, daya beli masyarakat mengerut, pendek, menguncup, kerunyut, atau istilah sederhannya menurun/berkurang.

Dari hasil riset yang saya kutip dari CNBC.com, tayang Senin (10/4/2023) menyebut bahwa:
(1) Minat belanja masyarakat belum melonjak pada awal Ramadan 2023.
(2) Pembelian fashion dan perhiasan yang biasanya naik masih rendah menjelang Lebaran
(3) Pembelian belanja barang tahan lama juga terkontraksi

Sesuai Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan nilai belanja masyarakat pada awal April tercatat 136,4 sementara frekuensi orang berbelanja tercatat 160,5.
Sebagai catatan, Ramadan jatuh pada 22 Maret dan diperkirakan berakhir pada 21/22 April 2023. Namun, nilai belanja hanya naik 4,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Padahal, mobilitas masyarakat sudah jauh melonggar.

Selanjutnya, selama Ramadan, pengeluaran yang naik drastis adalah kebutuhan ritel sehari-hari. Sebaliknya, barang tahan lama berkurang.
Pada pekan pertama Ramadan, pengeluaran masyarakat untuk bensin dan hotel turun sejalan dengan melandainya mobilitas dan jasa wisata.

Berikutnya, proporsi belanja masyarakat untuk fashion per akhir Maret 2023 atau awal Ramadan hanya 10,1%.
Proporsi tersebut lebih kecil menjelang Ramadan 2022 yang tercatat 10,6% atau periode Ramadan 2022 yang tercatat 12,1%.

Sementara, proporsi belanja masyarakat untuk perhiasan per akhir Maret 2023 sebesar 6%. Proporsi tersebut jauh lebih kecil dibandingkan periode sebelum dan selama Ramadan 2022 yang tercatat 6,8% dan 8%. Padahal, biasanya, proporsi belanja fashion dan perhiasan akan meningkat drastis menjelang Lebaran.

Tetapi, ada satu yang membedakan pada periode Ramadan tahun ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yaitu adamya inflasi. Ketika menjelang Ramadan (22 Maret), inflasi Februari tercatat 5,47% (year on year/yoy). Inflasi masih tinggi karena dampak kenaikan harga BBM belum hilang sepenuhnya.

Menengok Ramadan 2022 (2 April-1 Mei 2022), nilai belanja tercatat 159,9 sementara frekuensi belanja tercatat 179,4. Tahun ini, nilai belanja per transaksi yang lebih rendah karena semakin mobile nya masyarakat, lebih beragamnya belanja dan metode pembayaran, serta lebih hati-hatinya konsumen.

Hati-hatinya masyarakat dapat diartikan karena memang tidak ada uang. Atau ada uang, tetapi masyarakat sudah tahu diri dan mengukur diri. Ada kecerdasan emosi.

Selanjutnya, terkait inflasi, yang membuat masyarakat masih menahan belanja,
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi pada Maret 2023 tercatat 0,18% (month to month/mtm). Inflasi memang menanjak dibandingkan pada Februari 2023 yang menyentuh 0,16% (mtm).

Menahan diri, menang

Atas kondisi ini, saya menyebut bahwa sebagian masyarakat Indonesia yang kaya harta (uang), sebelumnya emosional setiap Ramadan dan jelang Idul Fitri dengan tidak dapat menahan membelanjakan uangnya untuk kebutuhan sandang (fashion), baju baru dan perhiasan, kini mulai bijak dan mampu menahan diri.

Memahami arti Kemenangan yang benar dan baik. Karena kembali ke fitrah, bukan persoalan baju baru dan perhiasan untuk bergaya hedon.

Sekaligus juga menjadi pengingatan bagi orang-orang yang hidupnya "merampok" harta dan uang rakyat untuk kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, dinasti, partai, dan oligarkinya. Bahwa, sebenarnya, pada saatnya, mereka akan seperti orangtua Mario Dandy dll.

Seandainya, transaksi mencurigakan, pencucian uang ratusan triliun yang baru terendus gara-gara kasus Mario, dapat dibongkar, dan uangnya disubsidi untuk kehidupan rakyat Indonesia yang miskin. Tentu bicara keadilan dan kesejahteraan, akan mendekati amanah Pembukaan UUD 1945 dan sesuai sila-sila dalam Pancasila. Aamin.

Semoga, di hari terakhir fase pengampunan, saya, dan kita semua, termasuk orang-orang yang selalu dapat menahan diri. Menjalankan perintahNya
Menjauhi laranganNya. Termasuk orang-orang yang mendapat maghfirah/magfirah di Ramadhan/Ramadan dari Allah. Aamiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun