Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

(20) Daya Beli Masyarakat Kontraksi, Sebab Tahu Diri, Menahan Diri?

11 April 2023   11:22 Diperbarui: 11 April 2023   11:31 1454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paham masyarakat Indonesia masih terus didera ketidakadilan dan penderitaan. Miskin pemikiran karena masih belum mendapatkan kesempatan dalam hal pendidikan. Yang sudah dapat pendidikan, juga masih belum dapat dibanggakan. Pendidikan Indonesia terus tercecer dari negara lain.

Akibatnya, masyarakat Indonesia juga terus miskin harta karena belum berpendidikan dan yang berpendidikan pun belum sesuai harapan. Karenanya terus menjadi obyek kelicikan para elite di negeri ini yang menguasai segala lini, dengan program unggulan, menjadikan rakyat adalah kendaraan mereka untuk meraih kedudukan, kekuasaan, tahta, dan harta. Rakyat terus dibodohi.

Daya beli masyarakat kontraksi

Akibatnya, fakta di bulan Ramadan 1444 Hijriah, kendati virus Corona bisa dianggap sudah lenyap, tetapi daya beli masyarakat jelang lebaran, ternyata tetap mengalami kontraksi.

Kontraksi adalah pengerutan (sehingga menjadi berkurang panjangnya), proses atau hasil pemendekan suatu bentuk kebahasaan, tarik-menarik antara atom dalam sebuah molekul, penegangan; pengerasan; penguncupan (tentang otot), kerunyutan (tentang parut luka).

Dengan begitu dapat diartikan, daya beli masyarakat mengerut, pendek, menguncup, kerunyut, atau istilah sederhannya menurun/berkurang.

Dari hasil riset yang saya kutip dari CNBC.com, tayang Senin (10/4/2023) menyebut bahwa:
(1) Minat belanja masyarakat belum melonjak pada awal Ramadan 2023.
(2) Pembelian fashion dan perhiasan yang biasanya naik masih rendah menjelang Lebaran
(3) Pembelian belanja barang tahan lama juga terkontraksi

Sesuai Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan nilai belanja masyarakat pada awal April tercatat 136,4 sementara frekuensi orang berbelanja tercatat 160,5.
Sebagai catatan, Ramadan jatuh pada 22 Maret dan diperkirakan berakhir pada 21/22 April 2023. Namun, nilai belanja hanya naik 4,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Padahal, mobilitas masyarakat sudah jauh melonggar.

Selanjutnya, selama Ramadan, pengeluaran yang naik drastis adalah kebutuhan ritel sehari-hari. Sebaliknya, barang tahan lama berkurang.
Pada pekan pertama Ramadan, pengeluaran masyarakat untuk bensin dan hotel turun sejalan dengan melandainya mobilitas dan jasa wisata.

Berikutnya, proporsi belanja masyarakat untuk fashion per akhir Maret 2023 atau awal Ramadan hanya 10,1%.
Proporsi tersebut lebih kecil menjelang Ramadan 2022 yang tercatat 10,6% atau periode Ramadan 2022 yang tercatat 12,1%.

Sementara, proporsi belanja masyarakat untuk perhiasan per akhir Maret 2023 sebesar 6%. Proporsi tersebut jauh lebih kecil dibandingkan periode sebelum dan selama Ramadan 2022 yang tercatat 6,8% dan 8%. Padahal, biasanya, proporsi belanja fashion dan perhiasan akan meningkat drastis menjelang Lebaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun