Manusia/orang yang cerdas intelegensi dan personality, juga dapat dipastikan sebagai manusia/orang yang terdidik dengan benar dan baik di lingkungan keluarga, sekolah/kampus/tempat kerja dll, dan di tengah masyarakat. Manusia/orang yang cerdas intelegensi dan personality, memiliki standar kecakapan, kompetensi dalam hal kognisi (otak), afektif (sikap-kepribadian), dan motorik (gerak langkah yang benar, baik, positif). Mereka tentu tahu dan paham teori kognisi, afektif, dan motorik, maka mumpuni dalam mempraktikkan, mengaplikasikan, mengimplementasikan di dunia nyata, termasuk permainan sepak bola.
Manusia/orang yang paham teori tentang fair play, lalu cerdas karena terdidik dengan benar dan baik, tentu akan kompeten mempraktikkan, mengaplikasikan, mengimplementasikan perbuatan fair play dalam kehidupan nyata. Apalagi sekadar untuk permainan sepak bola.
Saya kejar yang bunuh diri (bodoh)
Maaf, seperti yang sudah saya lakukan, di grup-grup wadah aktivitas sepak bola usia akar rumput lain di Indonesia. Sesuai kapasitas saya, di WAG FC U-14 ini, sebelum pekan ke-4, saya juga sudah mengejar individu yang masih miskin intelegensi dan personality dengan cara komunikasi personal (japri), sebab dari komentar atau tanggapan dalam grup, tanpa disadari, sejatinya individu ini bunuh diri. Bunuh diri menelanjangi diri dan membongkar kebodohannya sendiri.
Dengan komunikasi langsung, japri, saya menjadi paham, setelah terjadi komunikasi, individu ini layak atau tidak masuk WAG FC U-14? Bahkan saya jadi tahu, individu ini layak atau tidak berkecimpung di dunia sepak bola akar rumput, sesuai provilnya (CV).
Sejatinya, PSSI punya kewenangan menertibkan para individu yang seharusnya tidak ada di lingkungan sepak bola akar rumput, karena pendidikan dan kompetensinya banyak yang tidak memenuhi syarat. Sepak bola akar rumput=pondasi untuk semua kehidupan nyata. Yang dididik adalah anak-anak usia dini dan muda, yang di level sekolah formal saja, sekarang gurunya wajib berijazah Sarjana.Â
Bagaimana anak usia dini dan muda dididik oleh guru atau pelatih/pembina sepak bola yang tidak kompeten dan prosfesional sesuai syarat mengampu anak usia dini dan muda? Jawabnya, lihatlah kondisi sekarang, bagaimana mental orangtua dan anak-anak di dunia sepak bola akar rumput Indonesia. Sudah ratusan artikel menyoal ini saya tulis. Apakah PSSI bergerak? Belum juga.
Bersyukur dan bangga, LFP IJSL U-14 baru berjalan empat pekan, namun tanda-tanda tercapainya tujuan lahirnya cikal bakal manusia-manusia fair play di Indonesia sudah nampak. Bravo individu dalam WAG FC U-14 dan paket pengadil di lapangan. Kalian sudah menjalankan peran ujung tombak fair play yang diharapkan. Teruskan, lanjutkan, untuk pekan-pekan berikutnya. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H